Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi study tour (freepik)
Ilustrasi study tour (freepik)

Intinya sih...

  • Sekolah dilarang gelar study tour, ini alasannya Bupati Cirebon, Imron Rosyadi, menegaskan larangan ini bukan sekadar mengikuti perintah atasan, melainkan juga bentuk kepekaan sosial terhadap kondisi ekonomi warganya.

  • Fokus penguatan edukasi lokal sebagai alternatif, Imron mendorong sekolah-sekolah agar lebih kreatif dalam menyelenggarakan kegiatan edukatif di lingkungan sekitar tanpa harus membebani orangtua dengan biaya besar.

  • Reaksi masyarakat: lega dan setuju. Kebijakan ini disambut positif oleh banyak orangtua siswa di Kabupaten Cirebon karena memberi rasa adil bagi seluruh siswa dan mengurangi tekanan finansial.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Cirebon, IDN Times - Pemerintah Kabupaten Cirebon tetap memberlakukan larangan terhadap kegiatan study tour di seluruh satuan pendidikan, mulai dari tingkat SD hingga SMA/SMK.

Kebijakan ini sejalan dengan instruksi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang lebih dulu menegaskan pelarangan kegiatan piknik sekolah tersebut demi meringankan beban ekonomi keluarga siswa.

1. Sekolah dilarang gelar study tour, ini alasannya

Bupati Cirebon, Imron Rosyadi. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Bupati Cirebon, Imron Rosyadi, menegaskan larangan ini bukan sekadar mengikuti perintah atasan, melainkan juga bentuk kepekaan sosial terhadap kondisi ekonomi warganya yang sebagian besar berasal dari keluarga berpenghasilan menengah ke bawah.

Ia meminta seluruh kepala sekolah mematuhi kebijakan tersebut agar tidak terjadi kesenjangan sosial dan tekanan finansial di kalangan orangtua siswa.

“Pemerintah Kabupaten Cirebon tetap melarang kegiatan study tour sejalan dengan perintah Gubernur Jawa Barat. Itu aturan yang bagus juga. Kita harus paham, piknik itu hanya bisa dirasakan keluarga yang berada. Bagi yang ekonominya rendah, itu sangat memberatkan,” ujar Imron, Selasa (29/7/2025).

Menurut Imron, larangan study tour muncul dari pertimbangan sosial dan ekonomi yang nyata di tengah masyarakat. Ia menilai kegiatan piknik sekolah yang semula diniatkan sebagai wahana belajar luar ruang justru kerap menjadi beban, terutama bagi orangtua dengan pendapatan minim.

Tak jarang, study tour yang digelar sekolah menciptakan tekanan sosial karena siswa merasa harus ikut demi menjaga gengsi atau menghindari cibiran teman. Orangtua pun akhirnya terpaksa mencari pinjaman demi membiayai kegiatan tersebut.

“Ini realitas yang sering tidak disadari. Anak-anak yang tidak ikut bisa dikucilkan. Orangtuanya malu kalau anaknya dibilang tidak mampu. Padahal sekolah seharusnya mendidik, bukan membebani,” ungkap Imron.

Selain itu, ada pula kekhawatiran akan keamanan dan keselamatan siswa selama study tour berlangsung, terutama jika perjalanan dilakukan dalam jarak jauh dan durasi lama.

2. Fokus penguatan edukasi lokal

Bus rombongan study tour pelajar yang berkunjung ke Pantai Parangtritis Bantul.(IDN Times/Daruwaskita)

Sebagai alternatif, Imron mendorong sekolah-sekolah agar lebih kreatif dalam menyelenggarakan kegiatan edukatif di lingkungan sekitar. Kegiatan semacam ini, kata dia, tetap bisa memperkaya wawasan siswa tanpa harus membebani orangtua dengan biaya besar.

Kegiatan yang bisa menjadi pengganti study tour antara lain kunjungan edukatif ke instansi lokal, museum daerah, pentas seni di sekolah, atau lomba-lomba antar kelas yang membangun semangat kompetisi sehat.

“Kita punya banyak potensi lokal. Anak-anak bisa belajar di sekitar mereka tinggal. Yang penting bukan jauh-jauhan, tapi ilmunya. Jadi sekolah harus inovatif dan sensitif terhadap kondisi wali murid,” tegasnya.

Ia menambahkan, dalam kondisi sosial saat ini, keadilan akses pendidikan harus menjadi prioritas. Kegiatan belajar tidak boleh mengandung unsur diskriminasi ekonomi, apalagi memicu perpecahan sosial di kalangan siswa.

3. Reaksi masyarakat: lega dan setuju

Ilustrasi pelajar melakukan study tour sekolah. (instagram.com/jeepmerapifunfun)

Kebijakan ini disambut positif oleh banyak orangtua siswa di Kabupaten Cirebon. Sejumlah warga mengaku selama ini kerap merasa tertekan ketika sekolah anaknya menggelar study tour, terutama karena biaya yang tidak sedikit.

"Saya sangat setuju. Biasanya tiap akhir tahun anak minta ikut piknik, biayanya bisa ratusan ribu. Kalau punya dua anak sekolah, itu berat. Jadi lega karena sekarang resmi dilarang,” ujar Abdul (42), warga Kecamatan Plumbon.

Ia menilai kebijakan tersebut memberi rasa adil bagi seluruh siswa. Menurutnya, selama ini anak-anak dari keluarga tak mampu kerap merasa minder jika tidak ikut.

Imron pun meminta kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon untuk mengeluarkan surat edaran resmi kepada seluruh kepala sekolah agar tidak merancang kegiatan study tour dalam bentuk apapun.

Imron menegaskan, pengawasan akan dilakukan untuk memastikan tidak ada sekolah yang melanggar, termasuk mengakali dengan menyebut study tour sebagai "kegiatan pembelajaran luar kelas".

“Kami akan pantau. Kalau ada sekolah yang melanggar, ada sanksi administratif. Jangan coba-coba mengubah nama kegiatan agar seolah bukan study tour. Esensinya tetap sama, dan itu tidak diperbolehkan,” tegasnya.

Editorial Team