Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Boikot Salah Sasaran Adalah Black Campaign yang Rusak Ekonomi Nasional

ilustrasi demo palestina (pixabay.com/Syahdannugraha)
ilustrasi demo palestina (pixabay.com/Syahdannugraha)
Intinya sih...
  • Tidak semua sektor usaha berafiliasi dengan Israel
    • Rujukan kredibel: laporan resmi OHCHR
    • Ketimpangan persepsi publik dan data objektif
    • Kajian ulama sebut tidak ada dasar syariat yang kuat
      • Forum Bahtsul Masa’il NU membahas gerakan boikot
      • Fatwa bahwa boikot terhadap McDonald’s Indonesia tidak memiliki dasar syariat yang memadai
      • Risiko sosial dan ekonomi nyata
        • Dampak ekonomi: kasus PHK, pertumbuhan ekonomi melambat

Bandung, IDN Times - Seiring masih berlangsungnya agresi militer Israel ke Gaza, aksi boikot terhadap sejumlah merek global terus menggema di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Di ruang-ruang digital, daftar produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel beredar luas, sering kali tanpa data dan rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pakar ekonomi dan ulama pun mengingatkan pentingnya bersikap bijak dan cermat dalam menyikapi ajakan boikot agar semangat solidaritas tidak berubah menjadi aksi yang kontraproduktif.

Ekonom Universitas Airlangga, Gigih Prihantono menjelaskan, aksi boikot yang tidak berbasis data akurat dapat berdampak serius pada perekonomian nasional, mulai dari penurunan omzet pelaku usaha, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga memburuknya persepsi investasi. Ia menyebut fenomena ini bisa dikategorikan sebagai kampanye hitam (black campaign) yang bukan hanya menyasar entitas usaha yang sesungguhnya tidak memiliki keterlibatan langsung dalam konflik Palestina – Israel namun dampaknya tidak hanya terhadap perusahaan, tetapi juga ekonomi domestik.

"Betul bisa berimbas kepada ketenagakerjaan karena yang rugi kita sendiri sebenarnya kalau black campaign ini terus meluas," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times., Kamis(17/7/2025).

1. Tidak semua sektor usaha berafiliasi dengan Israel

gerai McD di Rest Area KM 57 (instagram.com/instajebs)
gerai McD di Rest Area KM 57 (instagram.com/instajebs)

Salah satu rujukan kredibel yang dapat dijadikan acuan oleh masyarakat adalah laporan resmi Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa - Bangsa (OHCHR) yang dirilis pada akhir Juni 2025. Laporan bertajuk From Economy of Occupation to Economy of Genocide tersebut mengungkap peran sejumlah korporasi yang berkontribusi langsung dan signifikan dalam mendukung pelanggaran HAM berat di Palestina.

Menurut laporan tersebut, bentuk keterlibatan dunia usaha mencakup dukungan teknologi, logistik, pendanaan dan investasi yang memperkuat sistem apartheid, pendudukan illegal Israel, hingga genosida. Namun menariknya, meski banyak perusahaan yang disebut, tidak semua sektor usaha masuk dalam daftar tersebut.

Beberapa merek di sektor makanan dan minuman yang selama ini kerap menjadi sasaran utama boikot di Indonesia seperti Starbucks, KFC, dan McDonald’s justru tidak disebutkan dalam laporan itu.

Fakta ini memperlihatkan adanya ketimpangan persepsi publik dan data objektif yang kemudian melahirkan gerakan boikot yang rawan salah sasaran.

2. kajian ulama sebut tidak ada dasar syariat yang kuat

Demo Palestina di depan Gedung Kedubes AS, Minggu (20/4/2025)/ dok Humas Humas Polres Jakpus
Demo Palestina di depan Gedung Kedubes AS, Minggu (20/4/2025)/ dok Humas Humas Polres Jakpus

Kekeliruan sasaran dalam gerakan boikot juga menjadi perhatian para ulama pesantren. Forum Bahtsul Masa’il tradisi musyawarah para ulama Nahdlatul Ulama (NU) secara khusus membahas fenomena ini dalam pertemuan yang digelar beberapa waktu lalu di Pondok Buntet Pesantren, Cirebon.

Forum ini memberikan rekomendasi dan fatwa terkait persoalan yang berkembang di masyarakat. Para kiai dan santri dari berbagai pesantren di Jawa dan Madura menelaah gerakan boikot terhadap McDonald’s Indonesia, dan menemukan bahwa tidak ada keterkaitan langsung antara perusahaan tersebut dengan entitas yang terlibat dalam kejahatan kemanusiaan di Palestina.

“Dalam fiqih muamalah, hukum dasar kegiatan perdagangan adalah boleh. Maka, gerakan boikot harus memenuhi dua syarat, ada keterkaitan yang jelas dan tidak menimbulkan kerugian besar umat,” ujar K.H. Aris Ni’matullah, Musoheh (pengesah) Bahtsul Masail se-Jawa dan Madura Pondok Pesantren Buntet.

Forum tersebut memutuskan bahwa boikot terhadap McDonald’s Indonesia tidak memiliki dasar syariat yang memadai. Selain itu, para ulama di forum tersebut juga mendorong pemerintah agar memberikan edukasi kepada publik serta meluruskan informasi yang beredar secara masif dan sering kali tidak akurat.

“Pemboikotan terhadap produk tertentu menyangkut urusan publik. Maka, kebijakan semacam itu semestinya menjadi otoritas pemerintah,” tegas Kyai Imat.

3. Risiko sosial dan ekonomi nyata

Pengangguran G-Z
Pengangguran G-Z

Dampak ekonomi dari aksi boikot yang tidak terverifikasi sudah mulai terlihat. Data Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mencatat hingga Maret 2025 terdapat 73.992 kasus PHK di berbagai sektor di Indonesia. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya berada pada kisaran 4,8%-5,0%, jauh di bawah target 5,2%. Artinya, tahun ini akan terjadi perlambatan ekonomi secara signifikan.

Menurut Ekonom Universitas Airlangga, Gigih Prihantono, selama gerakan boikot masih berlangsung dalam skala kecil, dampaknya belum terasa signifikan. Namun, aksi ini bisa berdampak serius jika terus meluas dan menyasar pihak-pihak yang sebenarnya tidak memiliki keterlibatan langsung dalam konflik Palestina-Israel.

Gigih mendorong pemerintah melakukan intervensi untuk meluruskan informasi dan memberikan edukasi yang objektif.

"Pemerintah harus ikut turun. Harus dipisahkan juga antara konflik Israel-Palestina ini dengan perusahaan-perusahaan yang tidak berafiliasi secara riil," ujarnya.

Gigih membandingkan fenomena boikot saat ini dengan gerakan ‘cinta rupiah’ yang pernah muncul di tengah krisis moneter. Menurutnya, peran aktif pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas ekonomi sosial negara, mencegah salah arah solidaritas, dan memastikan gerakan masyarakat tetap bermuara pada dampak positif.

Adapun solidaritas terhadap Palestina adalah sikap mulia. Namun, dalam menyalurkannya, masyarakat perlu mengedepankan ketelitian, verifikasi, dan pertimbangan maslahat yang lebih luas. Sikap kritis, bijak, dan berbasis data bukan hanya akan memperkuat posisi moral Indonesia di mata dunia, tetapi juga mencegah gerakan ini ditunggangi kepentingan lain yang justru menyakiti pihak-pihak tak bersalah di dalam negeri.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us