Bandung, IDN Times – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dipandang sebagai sosok yang cerdas karena berbagai baktinya pada negara. Salah satunya, yang paling fenomenal, adalah ketika ia dianggap mampu menyelamatkan perekonomian Indonesia dari tsunami krisis keuangan global pada 2008.
Tapi Sri Mulyani juga merupakan sebuah kontroversi. Ia ditekan oleh sejumlah politikus karena bertanggung jawab dan kongkalikong soal kebijakan penyelematan Bank Century tahun 2008. Pada 2010, ia kemudian mundur sebagai Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan terpilih sebagai Managing Director Bank Dunia di tahun yang sama.
Dalam tiga tahun terakhir, tepatnya sejak 27 Juli 2016, setelah 6 tahun berkiprah di Bank Dunia, Sri diminta oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo kembali menduduki kursi Menteri Keuangan. Jabatan itu langgeng hingga hari ini, di mana Jokowi belum memutuskan siapa saja Kabinet Kerja Jilid II yang akan menemaninya membangun Indonesia.
Dari Washington DC, Amerika Serikat, pada 27 September 2012, Sri Mulyani mengirimkan surat ke Indonesia. Surat itu ditujukan pada Tempo Institute, dan diberi judul “Menjadi Indonesia”. Tulisan Sri ini kemudian menjadi salah satu di antara puluhan surat dari tokoh-tokoh Indonesia lainnya yang dihimpun menjadi sebuah buku berjudul “Surat dari & untuk Pemimpin” dan terbit pada Oktober 2013.
Lewat sepucuk surat itu, Sri bercerita tentang pengalamannya ditunjuk sebagai menteri. Omong-omong, sebelum menjadi pejabat negara, Sri merupakan Staf Pengajar FE UI dan Peneliti di LPEM FE UI (1998-2004); Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) (1999-2001); Konsultan USAID di Atlanta, AS (2001-2002); dan Direktur Eksekutif IMF (2002-2004).