Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Bergandeng Tangan Menurunkan Angka Balita Stunting di Kota Bandung

Ilustrasi penimbangan berat badan bayi di Posyandu. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Bandung, IDN Times - Sebagai ibu kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung memiliki sekelumit permasalahan dalam pemenuhan gizi warganya. Salah satu yang menjadi perhatian adalah banyaknya balita masuk dalam kategori stunting.

Secara presentase, pada 2014 angka stunting di Bandung mencapai 11,34 persen. Angka tersebut kemudian naik pada 2015 menjadi 12,83 persen. Barulah pada 2016 perlahan tapi pasti presentase balita dengan kategori stunting mulai turun hingga kini berada pada angka 7,59 persen.

Namum, jumlah balita yang mengalami kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis di Kota Kembang, julukan Bandung, nyatanya masih tinggi, yakni mencapai 7.568. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung pun lantas melakukan pendataan lebih terperinci hingga akhirnya memfokuskan program kerja untuk penurunan stunting di 56 kelurahan.

Salah satu kelurahan yang berupaya keras menurunkan angka stunting adalah Kelurahan Mengger yang berada di Kecamatan Bandung Kidul. Dari data Dinas kesehatan (Dinkes), pada 2021 jumlah balita stunting di kawasan ini mencapai 22,1 persen. Sedangkan Kecamatan Bandung Kidul presentase stunting-nya juga tinggi, yakni 18,3 persen.

Sekretaris Kelurahan Mengger, Kaniawati mengatakan, presentase angka stunting di wilayahnya sudah berkurang jauh per Agustus 2022. Dari sebelumnya 67 balita stunting pada 2021, sekarang jumlahnya hanya tinggal 6 saja. Berbagai upaya dilakukan mulai dari pemberian makanan bergizi, penimbangan bayi secara rutin, hingga edukasi kepada ibu hamil dan menyusui.

"Kami sebenarnya sudah dari lama sekitar 2018 mencoba menekan angka stunting ini. Kita secara swadaya memberikan bantuan kepada keluarga yang mempunya bayi stunting agar anaknya bisa tumbuh lebih sehat," ujar Karniawati saat berbincang dengan IDN Times, Minggu (28/8/2022).

Dia menceritakan, program pengentasan stunting di kewilayahan tidaklah mudah. Persoalan paling klasik adalah masalah perekonomian keluarga.

Mayoritas balita stunting berasal dari keluarga kurang mampu. Karena pada saat hamil sang ibu tidak mendapat asupan gizi yang baik, alhasil anak yang dilahirkan menjadi stunting. Kondisi pemenuhan gizi balita kemudian berlanjut ketika anak itu sudah lahir dan belum juga mendapatkan perhatian dari orang tua agar bisa mengkonsumsi makanan bergizi termasuk asupan protein pada masa pertumbuhannya di bawah usia 2 tahun.

"Sekarang kalau hanya diimbau agar ibunya bisa makan makanan bergizi, memang mereka langsung ikut gitu? Kalau mereka tidak punya uang untuk memenuhi itu ya mau dari mana (makanan bergizinya)," ungkapnya.

Mandiri mencari bantuan untuk memenuhi gizi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita

Petugas posyandu di Kelurahan Mengger memberikan bantuan makanan bergizi untuk anak-anak. IDN Times/Istimewa

Persoalan ini juga dikeluhkan Yetti Herayati, salah satu tim pengentasan stunting di Kelurahan Mengger. Dia mengatakan, saat ini dana untuk pengentasan stunting yang masuk lewat kelurahan sangat minim.

Padahal pemenuhan gizi ibu hamil, ibu menyusi, dan balita, tidak bisa hanya diberikan satu kali dalam seminggu atau satu kali dalam sebulan. Perlu ada bantuan makanan bergizi lebih intens bagi mereka yang sangat membutuhkan dari segi perekonomian.

Menurutnya, pernah ada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memberikan bantuan untuk pencegahan stunting senilai Rp10 ribu per orang. Nominal sebesar itu jelas jauh dari kata cukup.

"Untuk menyediakan makanan yang beragam, berimbang, dan bergizi jelas tidak bisa kalau hanya Rp10 ribu per orang. Minimal seharusnya Rp25 ribu baru itu makanan itu bisa ada sayurannya, buah-buahan, protein, dan susu juga. Sesuai lah dengan program pemerintah yang Isi Piringku," kata Yetti.

Pada 2020 dan 2021 untuk mengejar target penurunan stunting di Kelurahan Mengger, para staf di kelurahan, ibu PKK hingga pekerja Posyandu akhirnya lebih sering merogoh kocek sendiri. Uang yang terkumpul kemudian dibelikan bahan makanan untuk diolah secara mandiri di salah satu rumah warga, dan barulah dibagikan kepada keluarga yang sangat membutuhkan.

"Jadi seringnya ya kita udunan (urun dana). Istilahnya ma Jum'at berkah saja lah," ujarnya.

Kepala Seksie Sosial Kelurahan Mengger Enggkos Koswara mengatakan, berkat kegigihan semua pihak di kewilayahan ini angka stunting berhasil ditekan menjadi sangat rendah. Dia pun memastikan seluruh pihak di kewilayahan ini akan bekerja demi memastikan Kelurahan Mengger menjadi zero stunting (nol kasus balita stunting).

Selain edukasi, pemberian makanan bergizi jadi solusi yang bakal diterapkan. Meski dana dari pemerintah daerah maupun pusat minim, tapi ada saja dana yang berhasil dikumpulkan untuk menyediakan makanan sehat.

Menurutnya, pada 2021 Kelurahan Mengger sempat menerapkan program pemberian makanan bergizi setiap seminggu sekali selama 2 bulan lebih. Makanan yang disajikan pun beragam khususnya dari sayuran dan protein yang didapat.

Tak selalu harus memasukan daging ayam dalam paket nasi tersebut, kadang tim juga menyediakan ikan, telur, dan kreasi makanan lainya yang memang cocok untuk ibu hamil, ibu meyusui, atau balita.

"Jadi yang penting ini makan itu bukan kenyangnya, tapi bagaimana gizinya terpenuhi atau tidak. Ini yang selalu kita jaga," kata Engkos.

Peran aktif masyarakat diperlukan dalam pengentasan stunting

warga di RW 06 Kelurahan Gumuruh secara swadaya menyiapkan makanan bergizi untuk keluarga yang membutuhkan khususnya ibu hamil dan menyusui. IDN Times/Debbie Sutrisno

Upaya menekan angka stunting juga dilakukan warga di RW 06 Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung. Pada 2020 kelurahan ini mempunyai jumlah balita stunting sekitar 23,7 persen. Namun jumlah itu berhasil dipangkas drastis di mana pada 2021 menyisakan 2,3 persen.

Cara unik dilakukan yakni dengan bergotong royong mengumpulkan sampah bekas yang dimiiliki warga mulai dari botol plastik, kardus, hingga barang elektronik yang bisa dijual. Uang yang didapat lantas digabung dengan uang dari urunan warga yang mempui perekonomian lebih baik.

Dana itu kemudian dibelikan bahan masakan, susu bayi, hingga biskuit. Kelurga yang membutuhkan bantuan dan sebelumnya telah didata oleh masing-masing rukun tetangga (RT) kemudian mengambil makanan yang salah satu pagar rumah warga.

"Gerakan ini dinamai cantelan, yaitu menggantungkan makanan di pagar rumah untuk kemudian diambil warga yang membutuhkan. Isi cantelan beragam setiap minggu selalu berbeda tergantung dana yang dikumpulkan," ujar Sofyan dalam acara Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB).

Untuk setiap kegiatan cantelan, uang yang dibutuhkan tidak sedikit. Setidaknya harus ada Rp3 juta sampai Rp4 juta untuk membuat 250 hingga 300 paket sembako, biskuit ibu hamil, atau susu.

Uang sebesar ini jelas tidak mudah mengumpulkannya. Sebab, tidak mungkin mengandalkan donasi uang tunai dari warga karena mereka pun merasakan dampak pandemik ini.

Setelah berdiskusi, pemuda-pemudi karang taruna berinisiatif untuk mengumpulkan sampah bekas yang masih bisa didaur ulang seperti botol kaca, botol plastik, hingga kardus. Pengumpulan biasanya dilakukan tiga sampai empat kali hingga dana untuk cantelan terkumpul.

"Cara ini juga efektif agar warga mulai sadar untuk memilih sampah yang masih bisa didaur ulang. Kita sosialiasaikan ke mereka dan warga juga mau membantu. Jadi sampah bisa diolah mulai dari masing-masing rumah, untuk kegiatan ini (cantelan). Bagus kan," ungkap Sofyan.

Anggota Karang Taruna RW 06, Kelurahan Gumuruh, Kota Bandung, sedang memisahkan sampah bernilai ekonomis untuk dijual kembali dan dijadikan pendanaan program cantelan. IDN Times/Debbie Sutrisno

Ketua Karang Taruna RW 06 Kokom Komariah menuturkan, kegiatan cantelan yang diinisasi RW 06 menjadi program yang harus dikerjakan bersama-sama. Dengan semangat 'sauyunan', Kokom ingin agar kegiatan ini dilakukan seluruh elemen di sekitar RW sehingga semuanya merasa saling memiliki tali persaudaraan.

"Sekarang setiap masyarakat kena dampak (COVID-19). Jadi kita coba bergerak dengan hati nurani," ujarnya.

Saat ini ada 50 pemuda pemudi karang taruna yang ikut serta. Mulai dari yang mengumpulkan, memilah, dan menjual dilakukan dengan membagi pekerjaan. Pengumpulan sampah sendiri biasanya dilakukan setiap akhir pekan. Tapi tidak sedikit yang menampung ketika warga ada yang ingin memberikan barang bekasnya.

Agar lebih menarik, ketika berkeliling mencari sampah dan barang bekas, Kokom bersama anggota karang taruna lainnya menggunakan musik sebagai pengingat kepada warga bahwa mereka datang untuk mencari sampah.

"Kita pakai yang ada saja alat musik di sekre. Cara ini sudah turun menurun, tradisi istilahnya. Biar ga bosen juga kan jadi rasa capeknya ga ke rasa," kata dia.

Saking antusiasnya warga, lanjut Kokom, bahkan pernah ada yang memberikan mesin cuci hingga kulkas bekas kepada karang taruna untuk dijual. Barang seperti ini jelas lebih disukai karena harga jualnya tinggi.

Ane Tridayanti, salah satu ibu hamil yang menerima bantuan sembako dari cantelan dan susu, berterimakasih dengan adanya program ini. Bantuan dalam bentuk biskuit dan susu formula untuk bayi yang ada di kandungannya sangat membantu. Apalagi selama ini pemberian nutrisi untuk bayi masih sulit dia optimalkan dari penghasilan sehari-hari.

Menurutnya, sejak wabah virus corona muncul di Indonesia, pendapatan suaminya tidak menentu karena sempat diberhentikan dari pekerjaan. Untuk sehari-hari dia mengandalkan pemasukan dari berjualan jajanan.

"Saya kadang untuk periksa kandungan saja beberapa bulan ini tidak bisa karena ga ada uang. Jadi buat kasih nutrisi ya kalau ada uang lebih saja," ungkapnya.

Meski kegiatan ini tidak sering tapi Ane merasa terbantu dengan adanya sembako empat sehat lima sempurna yang bisa dinikmati sekeluarga.

Hal senada disampaikan Oom Sari. Wanita 33 tahun ini memiliki satu balita yang baru berumur satu tahun. Dalam beberapa bulan ke belakang suaminya sakit sehingga tidak bisa bekerja secara normal. Alhasil dia hanya mengandalkan bantuan dari berbagai pihak termasuk program keluarga harapan (PKH) dari pemerintah pusat.

Dengan adanya sembako dari kegiatan cantelan, Oom cukup terbantu karena minimal dalam seminggu sekali anaknya bisa mendapatkan makanan yang bergizi. Selain itu sayuran dari cantelan yang bervariatif membuat anak lebih lahap saat makan.

Keluarga jadi garda terdepan cegah kelahiran bayi stunting

ilustrasi keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Kepala Dinkes Bandung Ahyani menuturkan, masih tingginya angka stunting ini tak lepas dari banyaknya faktor pemicu yang membutuhkan penanganan secara multisektoral. Pemerintah pusat saat ini manargetkan agar angka stunting bisa ditekan mendekati angka nol.

Namun, Ahyani menyebut bahwa target tersebut sulit dicapai dalam beberapa tahun karena butuh kerja sama semua sekor. "Zero stunting bisa, hanya saja untuk kasus baru. Kami terus tekan lewat 1.000 hari pertama kehamilan," kata Ahyani

Menurut dia, penanganan terkecil bisa dilakukan keluarga dalam mencegah stunting. Misalnya, keluarga tersebut tidak menjadi perokok aktif atau pasif. Kemudian mereka mempunyai sanitasi yang baik, hingga masalah kesehatan jiwa.

Pemantauan kesehatan dan pengetahuan calon pengantin sebelum menikah guna menghindari lahirnya bayi stunting juga dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyebut sebuah pernikahan sudah seharusnya tidak menghasilkan generasi yang stunting.

Untuk mendukung target pemerintah menekan angka stunting, BKKBN berkolaborasi Kementerian Agama di mana tiga bulan sebelum menikah calon pengantin harus mendaftarkan periksa kesehatan melalui aplikasi Elsimil (Aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil)‎.

"Jadi calon pengantin tiga bulan sebelum nikah harus memasukkan keterangan tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang atas dan HB," kata dia.

Menurut Hasto, aplikasi Elsimil sudah dilaksanakan sebagai syarat untuk menikah, harapannya anak yang dilahirkan tidak mengalami stunting.

"Ya kalau hasil dari Elsimil itu belum siap untuk hamil, maka bisa ditunda kehamilannya sampai benar-benar siap untuk hamil. Kan bisa pakai kontrasepsi seperti kondom atau pil. Tapi yang jelas meski dalam aplikasi Elsimil syarat kesehatan kurang, nikah tetap bisa dilaksanakan," ucapnya.

Sementara itu, Dokter Elvine Gunawan SpKj mengatakan, kesehatan mental orang tua pun bisa berdampak pada kasus stunting. Meski tidak berkolerasi secara langsung, tapi kesehatan jiwa mereka bisa membuat anak lebih sehat.

Misalnya, ketika prilaku orang tua anak tidak baik dengan mengkonsumsi alkohol atau zat berisiko lainnya, melakukan seks bebas, termasuk hal spiritualnya, maka kehidupan sehari-hari mereka akan terganggu. Kondisi itu kemudian berpengaruh pada pemenuhan hak asuh sang anak.

"Kondisi jiwa yang sehat akan berdampak pada pola asuh anak yang sehat juga. Ketika kedua orang tua tidak stabil, maka itu akan memengaruhi tumbuh kembang anak." ungkap Elvine.

Menurutnya, ada penelitian yang dilakukan di Kota Semarang kepada 46 ribu anak mengenai kondisi stunting yang dipengaruhi kesehatan jiwa orang tua. Ketika seorang ibu yang mengalami stres maka bisa berisiko pada 33 persen anak kemungkinan alami stunting ringan. Jika yang stres itu ayahnya maka tingkat kemungkinan tersebut naik menjadi 37 persen. Kalau dua-duanya ini bisa naik sampai 40 persen.

Pemkot Bandung sendiri sekarang mempunyai tujuh program kerja yang diharapkan mampu menurunkan angka stunting. Salah satunya adalah Bandung Tanginas yang merupakan inisiasi PKK guna menciptakan keluarga tanggap stunting dengan pangan aman dan sehat, di mana dalam perkembangannya Bandung Tanginas menjadi wadah dari berbagai inovasi. Berikut tujuh program Kota Bandung dalam upaya penurunan stunting:

1. Aplikasi Bandung Tanginas;
2. Beas Bereum atau bekal anak sekolah bergizi enak dan murah;
3. Rembulan atau remaja bandung unggul tanpa anemia;
4. Sigurih atau studi intensif gizi untuk remaja indonesia hebat
5. Buruan SAE yang merupakan budidaya pekarangan dan pengolahan pangan sehat
6. Upaya peningkatan pendapatan keluarga (UP2K) melalui pemodalan dan peningkatan keterampilan ;
7. Bang Kasep atau bangga kagungan septictank untuk pencapaian ODF 100 persen.

Jangan biarkan SDM masa depan Indonesia kalah bersaing karena persoalan stunting di masa sekarang

Ilustrasi siswa sekolah (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Ahli Gizi dan Guru Besar FKM Universitas Indonesia Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH menuturkan, lahirnya bayi yang stunting disebabkan dua faktor, yaitu langsung dan tidak langsung. Selama ini pemerintah sudah banyak melaksanakan program yang berkaitan dengan faktor tidak langsung pada stunting. Yang kurang adalah penyebab langsung seperti asupan makanan pada ibu hamil, menyusui, dan balita.

Menurutnya, masalah stunting menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan karena ini akan berdampak pada masa depan Indonesia. Balita yang stunting bukan hanya menjadi lebih kecil dan pendek secara fisik. Hal lain yang harus diwaspadai adalah pertumbuhan otak yang gagal pada balita stunting.

"Anak yang stunting itu pertumbuhan otakya tidak maksimal. Kondisi itu akan memengaruhi sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan yang bisa saja kalah bersaing dengan SDM negara lain. Ini yang sangat penting makanya (stunting) harus diatasi," kata Sandra dalam dikusi daring Japfatalk bertema 'Sambut Generasi Bebas Stunting'.

Asupan gizi yang baik, lanjut Sandra, salah satunya bisa melalui pemenuhan protein hewani. Tubuh manusia membutuhkan sebanyak 20 jenis asam amino, dan sembilan di antaranya adalah asam amino esensial yang harus didapatkan dari makanan. Protein hewani memiliki kandungan asam amino esensial yang lebih lengkap dibandingkan protein nabati.

Pemenuhan protein tersebut tidak hanya didapat dari daging sapi saja, tapi banyak lainnya seperti ayam, kambing, ikan, hingga telur. Maka, untuk mencegah dan menurunkan angka stunting pemenuhan gizi protein hewani tidak bisa dilepaskan dari para ibu dan anak.

"Semaksimal mungkin protein hewani harus diperbanyak sehingga asam amino yang didapat anak bisa lebih lengkap," kata dia.

Upaya untuk memuluskan keinginan pemerintah menekan presentase stunting Indonesia dilakukan perusahaan agribisnis PT Japfa Comfeed Indonesia. Direktur Corporate Affairs Japfa Rachmat Indrajaya mengatakan stunting tidak hanya terjadi di daerah, tetapi juga kota besar seperti Jakarta, sehingga memerlukan aksi kolaborasi dalam mengatasi kasus tersebut.

"Kami sebagai perusahaan yang bergerak di bidang agrikultur yang menyediakan produk protein hewani berkomitmen mendukung program-program pemerintah mengatasi stunting," ujarnya dikutip dari Antara.

Rachmat menyampaikan bahwa pihaknya memiliki kegiatan 'Japfa for Kids' untuk menciptakan generasi unggul. Program yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008 tersebut telah menyasar ratusan ribu murid, ribuan guru, dan ratusan sekolah di seluruh Indonesia.

Tak hanya itu, Japfa juga memiliki program posyandu berdaya yang fokus terhadap pertumbuhan dan kesehatan ibu serta balita agar terhindar dari stunting. Program ini telah dilakukan di 24 provinsi di Indonesia.

"Kami sudah melakukan edukasi pada posyandu-posyandu, di mana kebanyakan ibu-ibu di daerah itu cuek terhadap kesehatan. Kami juga menyediakan alat penimbang berat badan dan pengukur tinggi," kata Rachmat.

Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2017, total konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia hanya delapan persen. Oleh karena itu, PT Japfa sebagai penyedia protein hewani di Indonesia, berkomitmen memberikan kualitas produk terbaik dengan harga terjangkau. Dalam menjamin kualitas produk, juga selalu memperhatikan penerapan Standard Operating Procedure (SOP) yang ketat serta didukung tenaga lapangan yang profesional.

"Sehingga, produk olahan protein hewani yang dihasilkan memenuhi konsep ASUH (aman, sehat, utuh dan halal). Kami berharap, semakin banyak masyarakat Indonesia yang mengonsumsi protein hewani demi generasi unggul Indonesia di masa mendatang," pungkasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us