Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Sukma Shakti

Bandung, IDN Times – Dari tahun ke tahun, sejumlah titik di Jawa Barat mengalami bencana alam. Dari sekian banyak jenis bencana alam, longsor dan banjir mendominasi jumlah bencana alam yang dicatat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat.

Pengalaman daripada menangani bencana alam di Jawa Barat banyak dirasakan Adwin Singarimbun. Meski telah dipindahtugaskan menjadi Kepala Seksi Rehabilitasi per November 2019, eks Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Jabar ini mengatakan bahwa tren bencana alam di Jawa Barat terus meningkat.

“Berdasarkan analisis, memang pada akhir tahun jumlah bencana alam di Jawa Barat selalu meningkat. Apalagi BMKG memprediksi puncak hujan terjadi pada Januari dan Februari 2020,” kata Adwin, saat dihubungi IDN Times pada Rabu (18/12).

Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut, di mana saja sebenarnya titik rawan bencana alam di Jawa Barat?

1. Longsor di Jawa Barat

Ilustrasi longsor (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Jawa Barat, lanjut Adwin, merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak pegunungan dan bukit. Hal tersebut sedikit banyak membuat ancaman longsor di Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya.

Namun, Adwin memastikan bahwa tidak semua kabupaten dan kota di Jawa Barat yang memiliki ancaman tersebut. “Daerah pegunungan dan perbukitan hanya tersebar di Jawa Barat bagian tengah dan selatan. Semestinya di titik-titik itu kita mesti waspada,” ujar dia.

2. Banjir di Jawa Barat

Ilustrasi banjir (IDN Times/Rochmanudin)

Selain longsor, banjir juga menjadi salah satu jenis bencana alam yang banyak terjadi di Jawa Barat setiap tahunnya. Berbeda dengan longsor, bencana banjir tentu banyak tersebar di kabupaten/kota yang dilintasi sungai-sungai besar di Jawa Barat, di antaranya sungai Citarum dan Ciliwiung.

“Daerah rawan banjir itu tersebar di beberapa titik di kawasan Jawa Barat bagian tengah dan utara. Di sana memang terdapat banyak sungai,” tutur Adwin.

3. Bagaimana mengantisipasinya?

Satu bangunan rumah jebol tertimpa material longsor di Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. (IDN Times/Bagus F)

Bencana alam memang sulit untuk dihindari. Tapi, kata Adwin, masyarakat semestinya selalu waspada sebelum bencana alam benar-benar terjadi di lingkungannya.

Untuk bencana longsor, ia mengimbau agar masyarakat Jawa Barat yang bermukim di sekitar pegunungan dan perbukitan untuk selalu waspada dengan kondisi tanah di sana. “Ada sejumlah ciri yang bisa mendeteksi adanya ancaman longsor. Misalnya ada titik-titik air yang keluar dari lereng (gunung dan bukit).

Sementara terkait bencana banjir, Adwin mengimbau agar masyarakat sudah melakukan pembersihan total terhadap objek-objek yang bisa menghalangi arus air sungai, misalnya sampah. “Bukan hanya itu, cek tanggu-tanggul sungai juga. Harus dicek baik-baik, dan dipastikan kalau tanggul masih kuat,” katanya.

4. Segera lapor petugas

IDN Times/Debbie Sutrisno

Dewasa ini sebenarnya tak sulit mencari informasi terkait bencana alam. Masyarakat Jawa Barat, lanjut Adwin, dapat mengecek ancaman bencana di sekitarnya dengan mengakses situs inarisk.bnpb.go.id. Di sana terdapat berbagai informasi yang dapat dengan bebas diakses masyarakat.

Jika memang ciri bencana alam longsor terlihat, atau tanggul sungai dikhawatirkan roboh, Adwin berharap masyarakat aktif melapor. “Bisa melapor via website, atau langsung saja temui petugas BPBD di daerah masing-masing,” tutur Adwin.

Berdasarkan data yang diolah BPBD Jawa Barat, provinsi tersebut mengalami sekitar 1.399 bencana alam selama 2018. Jumlah tersebut meliputi 452 bencana longsor, 416 kebakaran, 260 putting beliung, 123 banjir, 141 kebakaran hutan dan lahan, 5 kali air laut pasang, dan 2 kali gempa bumi.

Jumlah bencana tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun ini. Selama 2019, hingga berita ini diturunkan, BPPD mencatat 1.740 bencana alam di Jawa Barat. Jumlah tersebut meliputi 478 bencana longsor, 357 kebakaran, 368 puting beliung, 138 banjir serta 14 gempa bumi.

Editorial Team