Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250706_100119.jpg
Kemacetan di Kota Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Intinya sih...

  • Warga Bandung keluhkan kemacetan parah, menunggu bus bisa hingga satu jam

  • Banyak warga yang sering diturunkan angkot di tengah jalan, biaya transportasi umum juga mahal

  • Walkot Farhan merencanakan langkah konkret atasi kemacetan, termasuk pembangunan lahan parkir vertikal dan implementasi Bus Rapid Transit (BRT)

Bandung, IDN Times - Kota Bandung saat ini sedang diperbicangkan. Bukan karena jadi tujuan wisatanya, tapi karena kemacetan yang sedang semakin menggila di kota ini.

Dilansir dari laman Tomtom Traffic Index, tercatat bahwa Kota Bandung memang menjadi daerah paling macet di Indonesia. Laman ini menyebut bahwa rata-rata perjalanan per 10 kilometer (km) di Kota Bandung harus ditempuh selama 33 menit.

Sementara, di posisi kedua ada Medan dengan 32 menit, Palembang, 28 menit, Surabaya 27 menit, barulah Jakarta dengan 23 menit. Kota Bandung bahkan menjadi nomor 12 para peringkat dunia sebagai kota termacet. Sedangkan Jakarta masih berada di peringkat ke-90.

Lalu bagaimana tanggapan warga Bandung ihwal kemacetan ini?

1. Macet parah, nunggu bus aja lama bisa satu jam

Kemacetan di Kota Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Salah satu warga Bandung yang kerap menggunakan bus untuk bepergiran, Cici, mengatakan bahwa Bandung sekarang memang semakin macet. Warga Geger Kalong tersebut menuturkan, untuk menunggu bus yang biasa dipakai saja bisa 30 menit samapi 60 menit harus menunggu. Itu jelas tidak efisien bagi warga yang mesti bepergian tepat waktu.

"Parah macetnya. Ini saya nunggu bus aja sudah satu jam lah ga ada-ada. Padahal dari surapati ke gerlong lebih cepat pakai bus," kata dia kepada IDN Times, Minggu (6/7/2025).

Dia pun berharap pemerintah kota bisa segera menata permasalahan ini agar masyarakat khususnya pengguna transportasi umum bisa nyaman untuk bepergian. Jangan sampai kemacetan ini dibiarkan karena merugikan untuk berbagai hal.

"Kalau yang kerja pakai umum kan pasti ga mau lihat jalanan macet gini. Jadi baliknya ke motor palingan," ungkapnya.

Hal senada disampaikan Entas, yang juga tengah menunggu bus TMB. Dia melihat bahwa kemacetan sekarang sudah tidak masuk akal. Padahal dulu dia sering menggunakan angkutan umujm dan tidak terlalu parah walaupun tetap ada kemacetan.

"Makin macet jadi makin lama di jalan," kata dia.

2. Sering diturunkan angkot di tengah jalan

Kemacetan di Kota Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Sementara itu, Putri, warga Bandung yang juga sering menggunakan transportasi umum menilai bahwa biayanya memang mahal dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi. Meski demikian, kadang dia juga memilih sepeda motor untuk bepergian ketika memang harus bekerja berpindah-pindah tempat.

Pengalaman yang sering dialami Putri adalah diturunkan angkotan kota (angkot) di sembarang tempat, tidak sampai tujuan atau terminalnya. Sedangkan TMB jadwalnya tidak menentu.

"Ghoib lah itu TMB kadang satu jam sekali baru sampai. Belum lagi ojol (ojek online) makin mahal, ada zona merah ojek pangkalan juga jadi kalau pakai ojol tidak bisa sampai tempat tujuan," papar Putri.

Menurutnya, jika setiap hari harus menggunakan transportasi umum jelas tidak akan menutup dari uang gaji bulanan. Maka Putri lebih suka berganti-ganti sesuai kebutuhan ketika pakai kendaraan umum atau pribadi.

"Inginya ma punya helikopter aja lah," kata dia.

3. Ini langkah Walkot Farhan atasi macet di Bandung

Kemacetan di Kota Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Ketika dilantik menjadi wali kota, Muhammad Farhan tahu bahwa kemacetan memang menjadi salah satu masalah di kota ini. Dia pun telah menetapkan penanganan kemacetan sebagai salah satu prioritas utama dalam masa kepemimpinannya di tahun 2025 hingga 2030.

Terdapat beberapa strategi konkret telah dirancang untuk mengurai kemacetan yang menjadi masalah kronis di Kota Bandung, seperti pembangunan lahan parkir vertikal, meningkatkan penggunaan transportasi umum, hingga implementasi Bus Rapid Transit (BRT).

Untuk pembangunan lahan parkir vertikal, Farhan berencana menggandeng mitra swasta. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi parkir liar di badan jalan dan memaksimalkan penggunaan ruang.

Gedung parkir ini nantinya akan dikelola oleh juru parkir resmi, termasuk dari anggota organisasi masyarakat (ormas) yang memenuhi syarat, guna menjaga keamanan dan ketertiban.

Selain itu, fasilitas ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan memberdayakan juru parkir melalui teknologi modern. Area parkir ini juga dirancang untuk mendukung aktivitas UMKM dan PKL dengan tingginya lalu lintas pejalan kaki di sekitarnya.

Editorial Team