Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Dari hal ini, Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Barat (FKSS JABAR) menolak rencana Pemerintah Provinsi menambah kuota Rombel disetiap satuan lembaga pendidikan negri dari 36 menjadi menjadi 50 siswa.
Ketua Umum FKSS Jabar, Ade D. Hendriana mengatakan, penambahan Rombel ini ditakutkan bakal berdampak terhadap mutu pendidikan di sekolah swasta. Termasuk berpotensi terhadap tutupnya sekolah swasta karena kekurangan murid.
"Jika Rencana Kuota sekolah negeri ditambah menjadi 50 siswa per Rombel akan berdampak pada Mutu pendidikan terancam menurun, guru Sertifikasi Kekurangannya Jam dan banyak sekolah swasta yang berpotensi tutup dan berdampak pada kepasa Guru dan Karyawan," kata Ade melalui keterangan resmi, Senin (30/6/2025).
Sebelum Rombel siswa di sekolah negri ditambah, pelaksanaan SPMB di sekolah swasta di Jabar dikatakan masih sangat sepi peminat. Bahkan sampai hari Selasa 24 Juni 2025 rata-rata keterisian bangku di sekolah swasta masih dibawah 50 persen persen.
"SPMB sekolah swasta di Jawa Barat tahun 2025 sampai hari Selasa 24 Juni 2025 rata-rata baru terisi 30 persen," ungkapnya.
Ade menilai, Dinas Pendidikan Provinsi Jabar tidak memperhatikan rambu-rambu permendikbudristek No.47 Tahun 2023 Pasal 8 ayat 6 huruf b terkait kesedian sarana prasarana.
Ade mengatakan, dengan adanya program PAPS ini membuat para calon murid banyak mencabut berkas dan masuk ke sekolah swasta.
"Setelah pengumuman terakhir. SMA swasta bukannya bertambah malah pada mencabut berkas dalam artian mereka diterima dalam program PAPS artinya program itu kan intuk pencegahan anak untuk putus sekolah tidak tepat sasaran juga," katanya.
Berdasarkan kondisi di lapangan saat ini, Ade menilai, penjaringan siswa PAPS ini justru tidak tepat sasaran dan berdampak kepada SMA swasta di mana para calon murid banyak mencabut berkas pendaftaran, dan kini banyak ke sekolah negeri.
"Kenapa tidak tepat sasaran, karena mereka kan mampu di sekolah swasta. Kemudian ada salah satu SMA favorit di Kota Bandung menerima siswa dari SMP favorit juga. Artinya SMP dengan cara bayar tinggi kenapa bisa masuk jalur PHPS itu kan sudah tidak masuk kategori PHPS," jelasnya.
Ade terang-terangan menyebut ada 120 pendaftar di dua SMA swasta di Kota Bandung yakni SMA Pasundan 1 dan SMA PGII 1 yang mencabut berkas setelah diterima di sekolah negeri melalui jalur PAPS.
"Bandung sakolah elit juga hancur, rontok. Ada 120 calon murid cabut berkas diterima jalur PAPS, ada yang hampir 2 kelas cabut berkas. Itu di Pasundan 1 dan PGII 1," kata Ade.
Kondisi itu membuat keterisian siswa baru di 1.334 sekolah swasta di Jabar yang semula rata-rata 30 persen, kini semakin berkurang.
"Sekarang menurun karena banyak cabut berkas, saya belum koordinasi lagi (pastinya berapa), diprediksi menurun," ujarnya.
Dengan kondisi ini, untuk mengantisipasi kekurangan murid pada tiga tahun ke depan, FKSS tengah menyiapkan langkah hukum untuk menggugat kebijakan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebelum ke jenjang tersebut, Ade berencana melayangkan somasi.
"Hari kemarin saya sudah tanda tangan surat kuasa ke tim hukum kami dan gugatan sudah kita susun bersama apa yang menjadi gugatan kita. Tentunya minggu ini kita siapkan somasi dan selanjutnya kita akan melakukan pengajuan gugatan ke PTUN," kata Ade.
Ade melanjutkan, nantinya ada empat hingga lima poin gugatan yang disiapkan FKSS dalam poin gugatan nantinya, dan kini masih membuka ruang kolaborasi dengan lembaga lain seperti Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dan FKSS SMK.
FKSS mengugut aturan tersebut karena untuk jangka panjang ke depan. Ade mengatakan, jabatan gubernur itu sampai lima tahun, dan nantinya ditakutkan beberapa sekolah swasta tutup karena sudah tidak ada muridnya. Namun, untuk saat ini masih ada beberapa murid di kelas 11 dan 12.
"Karena masih ada kelas 11 dan kelas 12 harus tetap jalan, (tapi) ini dikhawatirkannya untuk 3 tahun ke depan, dimana Pak Gubernur ini masa jabatannya 5 tahun. Artinya ada empat kali lah SPMB yang kalau tidak dicegah dari sekarang itu berpotensi tutup," ungkap Ade.
Di luar Kota Bandung, Ade mengungkapkan, situasinya bahkan lebih parah, seperti di Indramayu dari 28 sekolah swasta yang ada, hanya dua sekolah yang menerima murid baru dengan jumlah di atas 50 orang.
"Kemarin saya lihat itu ada yang hanya menerima empat siswa, enam siswa, lima belas siswa, dua siswa. Mengkhawatirkan lah," ujar Ade.
Ade juga menyoroti dampak lanjutan dari kebijakan ini di sekolah negeri, yang kini mulai mengalami kelebihan kapasitas. Dia pun menilai kebijakan gubernur saat ini dibuat tanpa melalui kajian lebih dulu.
"Seharusnya kalau ada program seperti ini direncanakan dulu dari awal-awal," kata dia.