ASITA: Pemotongan Anggaran Bikin 'Batuk-batuk' Pelaku Pariwisata

Bandung, IDN Times - Pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah membuat ketar-ketir para pelaku usaha. Sebab, banyak kegiatan dari dinas berkaitan dengan wisata akhirnya harus ikut dipotong. Padahal sektor ini memiliki dampak ekonomi sampai ke lapisan masyarakat terbawah.
Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Jawa Barat, Budijanto Ariansjah mengatakan, pemotongan anggaran ini jelas membuat resah pelaku usaha pariwisata. Hilangkanya sebagian dana di pemerintah bisa membuat sektor ini juga kehilangan setengah dari pendapatannya.
"Mulai batuk-batuk, kami resah. PHRI ini juga teriak-teriak, makanya harus segera mengambil sikap (terkait pemangkasan anggaran)," kata Budijanto dalam Musda ke-12 ASITA Jabar di Kota Bandung, Jumat (14/2/2025).
1. Efek domino bisa sangat luas

Dia menuturkan, salah satu sektor pekerjaan yang banyak dijalankan masyarakat yakni berkaitan dengan wisata. Bukan hanya mereka yang terikat pada perusahaan wisata saja, tapi banyak pekerja lepas seperti pemandu wisata, supir, penyedia makanan, dan lainnya yang juga akan terdampak
"Maka efek dominonya ini akan lumayan," kata dia.
Budi mencontohkan, dinas pariwisata Kota Bandung awalnya akan melakukan promosi di tiga daerah bekerja sama dengan ASITA. Namun, setelah ada pemangkasan anggaran ini mereka langsung mengubah rencana itu dan hanya fokus pada satu daerah saja untuk promosinya.
2. Pemerintah seharusnya rajin berbelanja

Menurutnya, perekonomian sekarang belum stabil di mana sektor swasta pun menurunkan pengeluarannya. Di saat seperti ini seharusnya pemerintah lebih rajin berbelanja sehingga para pekerja seperti di sektor pariwisata ini tetap hidup.
Jangan sampai ketika swasta menahan pembelanjaan, pemerintah juga melakukan hal serupa. Jelas ini akan berdampak buruk pada perekonomian secara luas, terlebih selama ini banyak daerah yang pemasukannya itu besar dari sektor wisata.
"Harapannya pemerintah belanja sampai semua stabil, barulah kalau memang ada efisiensi. Dan yang jelas efisiensi ini beda sama pemangkasan ya, efisien ini bisa dilakukan tanpa harus ada pemangkasan," kata dia.
3. Pemprov Jabar cari solusi stabilkan sektor wisata

Sementara itu, Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengatakan, dia akan duduk bersama dengan ASITA dan PHRI untuk mencari jalan terbaik di tengah pemangkasan anggaran. Selama ini pariwisata di Jabar masih menjadi salah satu sektor pendapatan tertinggi selain pajak dari kendaraan bermotor.
"Jangan pesimis dulu kita duduk bersama cari solusinya," ungkap Bey.
Selain memanfaatka wisatawan lokal, Bey berharap ASITA bisa mengoptimalkan untuk menggaet wisatawan asing datang ke Jabar, khususnya dari kawasan Asia Tenggara. Keberadaan Whoosh pun harus dimanfaatkan karena kereta cepat di Indonesia ini juga bisa menjadi salah satu wisata untuk orang asing," kata dia.
4. Efisiensi anggaran harus menyasar penyedia pelayanan, bukan masyarakat

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Parahyangan (Unpar) Kristian menuturkan, secara substansial efisiensi anggaran pemerintah merupakan sebuah konsekuensi yang wajar dihadapi oleh negara modern saat ini. Hal tersebut dikarenakan pada sektor publik peningkatan kebutuhan yang tidak bisa sejalan dengan peningkatan pendapatan.
Selama ini, pendapatan pada sektor publik bersumber dari pajak dan retribusi yang dibayarkan masyarakat. Ketika hal itu dinaikkan maka konsekuensinya adalah tekanan pada daya beli masyarakat dan hal ini tentunya membebani bagi masyarakat. Oleh karenanya, efisiensi penggunaan anggaran adalah langkah yang tepat.
Namun, jika efisiensi hanya diartikan sebagai pemangkasan anggaran saja, tentu itu harus dikaji kembali. Sebab efisiensi dalam konteks manajemen publik bermakna bahwa nilai pelayanan dan barang publik yang diberikan kepada masyarakat harus lebih besar dari nilai anggaran yang dialokasikan untuk membiayai penyelenggaraan pelayanan dan penyediaan barang publik tersebut.
"Maka yang lebih tepat digunakan untuk saat ini adalah merasionalisasikan penggunaan anggaran pemerintah agar menjadi lebih akuntabel dan relevan terhadap kebutuhan masyarakat," kata Kristian.
Oleh karena itu, penggunaan istilah rasionalisasi anggaran yang ditujukan untuk akuntabilitas jauh lebih mudah diterima dan rasional.
"Sekarang pekerjaan rumahnya bagi pemerintah tinggal membuat relokasi anggaran untuk program makan gratis menjadi akuntabel dan akseptabel bagi masyarakat," kata dia.