Bandung, IDN Times - Di era kecepatan internet ini media sosial telah mampir di setiap kegiatan masyarakat khususnya anak muda seperti di kalangan Millennial dan Gen Z. Termasuk dalam hal yang berbau politik di Indonesia, mereka menjadikan aktivisme daring sebagai cara utama mereka berpartisipasi.
Platform seperti Instagram, “X” (sebelumnya Twitter), dan TikTok telah menjadi pusat wacana politik, tempat lahirnya ide, diperdebatkan dan diperkuat. Namun, meskipun jangkauan media sosial sangat luas, media sosial sering kali gagal menciptakan dampak yang mendalam dan berkelanjutan yang dapat dicapai melalui tindakan di dunia nyata.
Aktivitas daring dengan menggunggah, berbagai, atau menandatangani petisi, sering kali terkadang terasa dangkal, tidak memberikan perubahan nyata yang berasal dari keterlibatan langsung dan langsung. Untuk benar-benar memanfaatkan media sosial untuk mobilisasi politik, sangat penting untuk menyeimbangkan aktivisme daring dengan tindakan di dunia nyata.
Momentum yang dibangun di platform ini perlu diterjemahkan ke dalam interaksi tatap muka, pengorganisasian komunitas, dan upaya akar rumput. Inilah ruang-ruang tempat terjalinnya hubungan yang lebih dalam, terbangunnya kepercayaan, dan terciptanya gerakan-gerakan yang berkelanjutan. Meskipun kehadiran mereka aktif secara daring, banyak anak muda Indonesia menghadapi hambatan yang signifikan untuk terlibat dalam politik yang lebih dalam karena kurangnya pemahaman tentang cara kerja sistem politik.