Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20251119-WA0020.jpg
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Intinya sih...

  • Anak-anak di Jabar usia 10-18 tahun diduga paling banyak terpapar paham terorisme melalui media sosial, menurut Densus 88 Antiteror Polri.

  • Penggunaan media sosial yang tinggi dan kasus perundungan di sekolah menjadi faktor penunjang anak-anak terpapar paham tersebut.

  • Orang tua dan sekolah memiliki peran besar dalam mengawasi penggunaan media sosial anak agar tidak terpapar paham terorisme, karena Pemerintah Provinsi tidak bisa mengintervensi urusan personal anak-anak.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi turut memberikan respons soal data dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri yang menyebut anak-anak di Jabar usia sepuluh sampai 18 tahun paling banyak diduga terrekrut jaringan terorisme melalui platfrom media daring.

Dedi mengatakan, jumlah penduduk Jabar saat ini tergolong tinggi dibandingkan daerah lainnya. Secara otomatis penggunaan media sosial juga paling banyak, sehingga informasi apapun yang ada di media sosial turut diterima.

"Ya kan problematika itu tertinggi disebabkan kan jumlah anak-anak di Jawa Barat ini juga paling tinggi di Indonesia. Terus kemudian angka penggunaan media sosialnya juga paling tinggi dan hari ini kan memahami kelompok manapun di kehidupan kita, kan tidak mesti berkumpul," ujar Dedi di Gedung Sate, Rabu (19/11/2025).

1. Arus informasi saat ini susah dibendung

Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Meski begitu, Dedi menjelaskan ada beberapa faktor yang menuntun para anak-anak terpapar paham-paham tersebut, dibmana tidak melulu menerima hanya dari media sosial saja. Seperti kasus di SMA 72 Jakarta yang mana pelaku merupakan korban perundungan.

"Cukup buka berbagai aplikasi yang ada bisa terlihat. Contoh misalnya, bayangkan saja kasus yang di SMA 72 yang di Jakarta itu, anak di-bully kok bisa bikin bom kan gitu loh. Artinya akses terhadap informasi apapun hari ini sangat terbuka," katanya.

"Dan untuk itu siapa yang paling punya peran besar yang pertama adalah orang tua untuk mengendalikan dan mengawasi pengelolaan media sosial bagi anak-anaknya," kata Dedi.

2. Sekolah sudah dilarang membawa handphone

Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Menurut Dedi, Pemerintah Provinsi sudah melakukan beberapa pencegahan atau mitigasi agar anak-anak tidak terpapar paham terorisme. Hanya saja, kata Dedi, tetap dibutuhkan peran lebih dari orangtua dengan mengawasi penggunaan media sosial dari anak.

"Yang kedua sekolah, kalau kami kan sudah tegas kalau SMP kan enggak boleh (bawa gawai). Walaupun pada praktik di lapangan ya orang tuanya memberi," katanya.

3. Dikembangkan kepada pola asuh orangtua masing-masing

Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Lebih lanjut, Dedi menegaskan, pemerintah provinsi juga tidak bisa mengintervensi urusan personal dari anak-anak. Menurutnya, hal tersebut dikembalikan kepada pola asuh dari orangtua masing-masing, bagaiman mereka memberikan akses informasi kepada anak-anaknya.

"Gimana kami bisa mengintervensi hak-hak personal, kan tidak bisa juga," kata dia.

Sebelumnya, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, ada sebanyak 110 anak-anak di 23 provinsi diduga terrekrut jaringan terorisme. Dari jumlah tersebut, Jabar dan DKI Jakarta paling banyak.

"Wilayah terbesar berada di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," kata Trunoyudo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 18 November 2025.

Editorial Team