Akademisi: Keberadaan AI Harus Bisa Mensejahterakan Masyarakat

Bandung, IDN Times - Kecerdasan buatan atau artificial Intelligence (AI) merupakan teknologi yang dirancang untuk membuat sistem komputer mampu meniru kemampuan intelektual manusia. Kecanggihan AI pun sudah banyak dirasakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Dekan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB Tutun Juhana mengatakan AI saat ini merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Jika AI saat awal kedatangannya lebih banyak dipakai untuk sekedar memoles foto agar lebih cantik, saat ini AI sudah ada di seluruh aspek kegiatan.
"Di lingkungan kampus AI sangat berkembang digunakan oleh mahasiswa sampai dosen. Mereka juga bisa menambah ilmu pengetahuan atau memperbaiki layanan dengan memakai AI," kata Tutun dalam Kuliah Umum Filsafat Sains AI (Artificial Intellegence) bertema “Singularitas, Hype atau Realitas dan Strategi untuk Indonesia" di Aula Timur, ITB, Rabu (4/12/2024).
Dia menuturkan, hal yang paling penting dalam pemanfaatan AI adalah bagimana kecerdasan tersebut harus bisa mensejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Karena AI dalam perkembangannya memang diharap bisa membuat kehidupan ke depannya bisa lebih baik.
1. Pengawasan AI harus ditingkatkan

Sementara itu, Dosen STEI ITB Dimitri Mahayana menuturkan, harus ada mitigasi risiko dan cara memaksimalkan AI agar bisa lebih bermanfaat. Jangan sampai AI yang dikembangkan oleh manusia justru nantinya bisa merugikan.
Menurutnya, terdapat paradigma Minmax AI yang terdiri dari enam elaman. Dalam segi manfaat, AI harus bisa memberikan dampak positif sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Untuk itu, Indonesia pun harus bisa menegaskan kemandirian menjadi pusat AI yang memihak kepentingan nasional, tidak hanya mengikuti hegemoni global.
"Membangun narasi positif dan relevan untuk penerapan AI di Indonesia, seperti konsep membangun akal inspiratif Indonesia (AII), yakni AI yang bersifat manusiawi, memihak wong cilik, merdeka, berkeadilan, dan mampu menyejahterakan bangsa," kata Dimitri.
Di sisi lain, para pengembang AI termasuk pemerintah harus ikut serta menciptakan ukuran evaluasi AI yang relevan untuk Indonesia melalui kolaborasi bersama pelaku usaha dan akademisi. Ini penting untuk menangani isu keamanan data serta isu AI lain seperti bias, transparansi, akurasi, fairness, halusinasi, dan lainnya. Sebab, masa depan AI akan terus berubah dan tidak sepenuhnya diketahui.
"Untuk itu penting bersikap adaptif terhadap perubahan AI sembari tetap berfikir kritis, agar tren sesaat teknologi ini dapat dikonversi menjadi manfaat nyata bagi Indonesia," kata dia.
2. Kualitas SDM harus ditingkatkan seiring kecanggihan AI

Sementara itu, Director of Digital & IT BRI Arga M. Nugraha mengatakan, di dunia industri khususnya keuangan seperti perbankan pemakaian AI sudah banyak digunakan. AI sangat memberikan manfaat di mana ada 47 persen peningkatan para pekerja ketika memanfaatkan kecerdasaran ini. Kemudian ada kenaikan 33 persen dalam peningkatan proses dan 20 persen pada model bisnis.
AI Recommendation System yang dimiliki BRI telah diimplementasikan untuk memilih calon nasabah potensial berdasarkan data seperti jumlah simpanan, portofolio pinjaman, demografi dan lokasi.
Contoh lain adalah pemanfaatan AI pada BRImo, AI digunakan dalam memberikan rekomendasi transaksi serta penawaran produk yang customize sesuai profil nasabah. Pemanfaatan AI tersebut terbukti mampu mengakselerasi kinerja BRImo yang telah menjelma sebagai super apps serba bisa dan digunakan oleh 31,6 juta pengguna.
"Dengan kecanggihan ini yang penting sekarang bagaimana meningkatkan manusianya untuk bisa tumbuh dan berjalan dengan teknologi tadi," paparnya.
Menurutnya, AI merupakan produk buatan manusia sehingga tetap harus ada koreksi untuk pekerjaan yang dilakukannya. Sebab AI tanpa kontrol yang ketat dari manusia dipastikan akan kehilangan arah dan bias.
3. Berikut survei kebermanfaaatan AI di bidang teknologi

Searce, perusahaan konsultan teknologi, baru saja merilis laporan State of AI 2024 pada Selasa (19/11/2024). Ini adalah sebuah survei terhadap 300 eksekutif teknologi senior dan C-suite, termasuk Chief AI Officer hingga Chief Digital Officer dari berbagai organisasi di Amerika Serikat dan Inggris.
Laporan ini membahas beberapa tren, kesuksesan, dan tantangan terbesar yang dihadapi bisnis. Ini termasuk hal-hal yang memengaruhi pengambilan keputusan, strategi, dan eksekusi mereka saat bereksplorasi untuk membuka pertumbuhan AI.
Laporan State of AI 2024 mengungkap bahwa keberhasilan inisiatif AI di berbagai organisasi masih belum merata. Hanya 51% eksekutif teknologi yang menyatakan inisiatif AI mereka “sangat berhasil,” sementara 42% lainnya menyebutnya “agak berhasil.”
Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan belum sepenuhnya mampu memanfaatkan potensi AI secara optimal. Bahkan, hanya 61% responden yang “sangat setuju” bahwa AI menjadi prioritas utama dalam strategi organisasi mereka. Hal ini menyoroti kebutuhan mendesak akan pendekatan yang lebih strategis dan terukur dalam implementasi AI.