Bandung, IDN Times - Pertemuan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartato, dan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil di Bandung, Sabtu (5/6/2021), diduga mengandung maksud politis. Bahkan, salah satunya ialah berbicara soal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pernyataan itu disampaikan oleh pakar politik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad), Firman Manan, ketika menganggapi pertemuan keduanya yang dilakukan di luar kantor Pemprov Jabar.
Kedua orang ini santer diisukan masuk dalam bursa Pilpres 2024. Emil dan Airlangga sendiri belakangan sudah rajin masuk dalam lembaga survei. Di sisi lain, Airlangga memiliki partai yang besar untuk mencalonkan diri menjadi presiden.
"Pertemuan antara kedua tokoh tersebut bukan hanya dilihat subtansinya, tapi juga simbolnya. Pertemuan terjadi tentu ada latar belakangnya, dan keduanya tidak bisa melepaskan dari agenda Pilpres 2024," ujar Firman.
Firman mengatakan, pertemuan yang dilakukan tidak hanya bersama Airlangga seorang diri. Dalam pertemuan itu ada anggota dari Partai Golkar Pusat dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Golkar Jabar.
"Kemungkinan ini memang upaya untuk membangun komunikasi dengan kandidat-kandidat yang punya peluang untuk kemudian diusung oleh Partai Golkar di tahun 2024," kata Firman.
Seperti diketahui, dalam pertemuan itu Ridwan Kamil mengatakan bahwa pembahasan yang dilakukan masih seputar dukungan Menteri Koordinator Perekonomian untuk Provinsi Jabar.
"Hari Sabtu pagi ini saya kedatangan tamu istimewa: Pak Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, (untuk) membicarakan dukungan dari Menko Perekonomian di Jawa Barat, khususnya pengembangan Kertajati. Tadi kami bicarakan," ujar Emil, sapaan akrabnya, dalam keterangan resminya, Sabtu (5/6/2021).
Emil berdalih, momentum pertemuan dengan Airlangga sekaligus mebahas soal migas dan energi terbarukan. Sebab, Emil saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET).
"Kebetulan saya ketua umum ADPMET, memohon agar ladang minyak marjinal bisa diserahkan ke daerah yang tidak terurus oleh Pertamina. Sehingga menjadi nilai tambah kesejahteraan kepada masyarakat," katanya.