Air Menyusut, Tepian Waduk Saguling Jadi Kebun dan Sawah Dadakan

Bandung Barat, IDN Times - Volume air Waduk Saguling Desa Cangkorang, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat mengalami penyusutan akibat kemarau. Beberapa titik bahkan sudah menjadi daratan.
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Sebagian lahan di Waduk Saguling yang biasanya tergenang air itu pun berubah menjadi lahan pertanian. Kondisi itupun kemudian dimanfaatkan lahan kering untuk bercocok tanam. Eji Suhari (65), ialah salah satunya.
Warga RT 02/07, Desa Cangkorah, Kecamatan Batujajar, KBB itu memanfaatkan lahan Waduk Saguling dengan menanam padi. Setiap memasuki musim kemarau, sejumlah warga sekitar selalu memanfaatkan lahan yang mengering untuk kegiatan pertanian.
"Saya dari dulu memang selalu bertani di sini kalau airnya lagi nyusut. Bahkan sebelum dijadikan waduk juga sudah bertani," tutur Eji saat ditemui, Rabu (7/8/2024).
1. Penyusutan mencapai 15 meter

Ia mengatakan, di musim kemarau ini penurunan muka air Waduk Saguling mencapai 10-15 meter. Penyusutan muka air itupun langsung dimanfaatkan warga untuk bertani agar dapur tetap 'ngebul'. Hasil bertani di tepian waduk ini biasanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Eji memilih hanya menjadikan tepian Waduk Saguling yang menyusut menjadi lahan sawah dadakan. Tak seperti warga lainnya yang kebanyakan menanam seperti timun, timun, jagung, ubi, cabai, sosin dan berbagai tanaman lainnya yang lebih mudah dan cepat dipanen.
"Saya nanam padi aja. Biasanya kalau panen itu cuma dapat 3-4 karung atau jadinya itu 70-80 kilogram berat. Jadi gak dijual, buat sehari-hari aja," ujar Eji.
2. Risiko gagal panen tinggi

Menanam padi di tepian Waduk Saguling yang sudah menyusut itu tentunya memiliki risiko seperti gagal panen. Bukan karena hama atau penyakit pertanian lainnya, namun bisa saja sewaktu-waktu permukaan air Waduk Saguling naik kembali disaat padinya belum bisa dipanen.
Hal itupun kerap dialami Eji. Bahkan tahun lalu, ia sama sekali tidak sempat memanen padinya karena air lebih cepat menutupi area sawah dadakannya. Alhasil, Eji harus merugi karena biaya tanam padinya tidak membuahkan hasil.
"Kemarin juga sempet nanam, terus airnya naik lagi jadi gak sampe panen. Biasanya biaya tanam kadang Rp2 juta, kalau gak kepanen ya rugi," kata dia.
3. Warga tanam berbagai jenis palawija

Eji bukanlah satu-satunya petani yang beralih dari sawah ke permukaan Waduk Saguling untuk bercocok tanam. Ada juga Onang Hidayat (71). Dia mengatakan terpaksa menggarap lahan di permukaan Waduk Saguling karena sawah yang biasa digarapnya sudah kering karena tidak teraliri air sejak beberapa bulan terakhir.
"Biasanya garap sawah sewa tapi sekarang lagi kering, gak ada air dari dua bulan lalu. Baru sekali panen, terus udah tanam musim kedua keburu kemarau jadinya gak ke panen," kata dia.
Di permukaan Waduk Saguling yang mulai surut, dia sengaja menanam berbagai jenis palawija yang mudah dan cepat dipanen. "Tapi sekarang baru nanam cabai sama ubi jalar. Nanti rencananya mau jagung juga buat tahun baru. Mudah-mudahan airnya gam cepet naik lagi biar kepanen," ucapnya.