Advokat Desak Kejati Jabar Gunakan UU Tipikor Jerat Tambang Ilegal

Bandung, IDN Times - Aktivitas tambang ilegal di Jawa Barat terus menjadi sorotan, dengan kerugian negara yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Tim Hukum Jabar Istimewa, yang terdiri dari puluhan advokat, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat untuk menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dalam menangani kasus ini.
Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, tercatat ada 176 tambang ilegal yang beroperasi di berbagai wilayah. Jika setiap tambang memiliki potensi pajak yang tidak dibayarkan sebesar Rp100 juta per bulan, maka dalam satu tahun, negara berpotensi kehilangan sekitar Rp12 miliar per tambang. Jika dikalikan dengan 176 tambang dan berlangsung selama bertahun-tahun, angka kerugiannya bisa mencapai triliunan rupiah.
Selain aspek ekonomi, tambang ilegal juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, mulai dari penggundulan lahan, pencemaran air, hingga infrastruktur jalan yang rusak akibat aktivitas angkutan berat. Bahkan, informasi terbaru menyebutkan bahwa sebagian lahan milik BUMN PTPN di Subang juga telah digunakan untuk aktivitas tambang ilegal.
1. Gunakan UU Tipikor untuk efek jera
Dalam audiensi dengan Kejati Jabar di Kota Bandung, Tim Hukum Jabar Istimewa menegaskan bahwa penerapan UU Minerba dan UU Lingkungan Hidup selama ini belum memberikan efek jera yang cukup bagi pelaku tambang ilegal. Oleh karena itu, mereka mendesak agar kasus ini diproses menggunakan UU Tipikor, sehingga pelaku dapat dihukum pidana sekaligus diwajibkan mengembalikan kerugian negara.
"Tambang ilegal ini telah berlangsung selama puluhan tahun tanpa memberikan kontribusi bagi negara. Jika dibiarkan, bukan hanya negara yang rugi, tetapi juga masyarakat yang terdampak lingkungan rusak. UU Tipikor adalah solusi untuk menindak tegas para pelaku," tegas perwakilan Tim Hukum Jabar Istimewa, Jutek Bongso, dalam konferensi pers, Jumat (31/1/2025).
Kasus tambang ilegal ini menjadi ujian bagi integritas aparat penegak hukum. Jika Kejati Jabar tidak segera mengambil tindakan tegas, dikhawatirkan praktik ini akan terus berlangsung dan semakin merugikan negara serta masyarakat.
"Kami akan terus mengawal kasus ini hingga ada tindakan nyata dari Kejati Jabar. Jika tidak ada progres dalam waktu dekat, kami siap membawa kasus ini ke tingkat lebih tinggi," tambah Jutek.