Abdul Karim, dulu Atlet Pencak Silat kini Kalapas Sukamiskin

Bandung, IDN Times – Saban tahun Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, selalu menuai perhatian. Berbagai indikasi penyuapan kepala lapas (kalapas), hingga dugaan adanya fasilitas mewah di dalam penjara selalu mewarnai Lapas Sukamiskin.
Pada 8 April 2019, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara pada Wahid Husein, eks Kalapas Sukamiskin tahun 2018 itu diyakini menerima suap berupa barang-barang mewah dari warga binaannya.
Peran Wahid kemudian digantikan oleh Tejo Harwanto. Kalapas yang punya catatan karier di berbagai lapas di Indonesia, termasuk di kawasan Nusakambangan itu, dipercaya Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk membenahi Lapas Sukamiskin pascakepemimpinan Wahid.
Namun, Tejo sempat terbukti kecolongan. Pada Jumat, 14 Juni 2019, warga binaan Setya Novanto kepergok pelesiran di sebuah toko bangunan di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Di hari yang sama, Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat langsung memberi hukuman dengan memindahkan Setya Novanto ke Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Pemindahan itu yang pada akhirnya dipercaya membuat penampilan Setya Novanto berubah.
Pada Senin (9/9), Tejo resmi menyerahkan jabatannya sebagai Kalapas Sukamiskin, dengan dipromosikan menjadi Direktur Keamanan dan Ketertiban Direktorat Jenderal (Ditjen) Kemenkumham. Kursi Kalapas Sukamiskin pun diisi Abdul Karim, Kepala Lapas Kelas IIA Banda Aceh.
Bagaimana perjalanan karier Abdul Karim hingga kini berdinas di Bandung? Apa dia punya mental untuk membimbing warga binaan Lapas Sukamiskin yang sejauh ini dipandang bandel?
1. Berkarier sebagai atlet
Dalam panggung pencak silat, seorang atlet medio 1980-an bernama Abdul Karim, amat dipertimbangkan. Ia adalah anak seorang aparat ABRI yang berprestasi dalam olahraga khas Melayu tersebut.
Bagaimana tidak, pria yang akrab disapa Karim tersebut pernah menjuarai Pra Pekan Olahraga Nasional cabang olahraga pencak silat dalam tiga tahun berturut-turut, sejak 1989-1991. Tak hanya itu, ia pun berada di peringkat teratas Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional mewakili Akademi Ilmu Permasyarakatan (Sekarang bernama Poltekip).
Bapak daripada Karim sebenarnya meminta ia menjadi seorang tentara. Maka itu, Karim mendalami ilmu pencak silat agar punya modal dalam tes fisik menjadi tentara.
“Anda tahu sendiri kan bagaimana hidup sebagai seorang atlet di Indonesia? Maka itu, saya memilih menjadi pegawai negeri saja, karena memang ada peluang di sana,” kata Karim, kepada IDN Times di Lapas Sukamiskin, Jalan Sukamiskin, Kota Bandung, Rabu (18/9).