Sebelum semua ini diresmikan, aktivis Jabar yang tergabung dalam Aliansi Nani menduga bahwa Monumen Perjuangan Pandemi COVID-19 Jabar bermasalah. Dugaan itu menimbulkan polemik dalam beberapa waktu ke belakang.
Setidaknya para aktivis memiliki beberapa alasan yang kuat mengenai dugaan permasalahan dalam pembangunan Monumen Perjuangan Pandemi COVID-19 Jabar ini. Herry Mos, Ketua Presidium Aliansi Nano Jabar mengatakan, dari penelusuran Tim Aliansi Nano, proyek revitalisai di kawasan Lapangan Gasibu telah berlangsung sejak 2015 di masa pemerintahan Gubernur Ahmad Heryawan.
Kawasan Gasibu dalam hal ini meliputi Lapangan Gasibu dan Monumen Perjuangan (Monju) Rakyat Jawa Barat. Adapun dalam perencanaannya, tidak ada soal pembangunan Monumen Perjuangan COVID-19 Jabar.
"Revitalisasi Kawasan Gasibu terjadi duplikasi anggaran untuk satu kegiatan, yakni anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi Jabar dan anggaran yang bersumber dari dan CSR (Corporate Social Responsibility) Bank BJB maupun CSR dari swasta lainnya," ujar Herry dalam keterangan resminya, Sabtu (23/10/2021).
Namun pernyataan ini dibantah oleh Ridwan Kamil. Menurutnya, pembangunan dilakukan di kawasan Monumen Perjuangan Jabar untuk renovasi dan sebagai upaya memperindah.
Tapi seiring pandemi, Pemda Provinsi Jabar memberikan nilai tambah di ruang publik untuk didedikasikan kepada yang pahlawan COVID-19.
"Ada yang bertanya kenapa pada saat COVID-19 mengerjakan ini, saya sampaikan bangunan ini sudah selesai dianggarkan sebelum pandemi COVID-19 datang di 2020,"
"Jadi ini merupakan bagian dari rencana masterplan revitalisasi Gasibu sampai Monju. Jadi bukan kegiatan yang berdiri sendiri tapi ini masterplan yang kita cicil. Tadinya mau sekaligus tapi karena keterbatasan anggaran, tentunya kita hadir secukupnya seperti ini. Jadi ini bukan hal baru, ini adalah sebagian dari rencana jangka panjang," ungkap Emil.
Kemudian, Harry menuding bahwa pada pembangunan ini, Ridwan Kamil mengotak-atik nama dan fungsi bangunan, dan menimbulkan problema hukum baik dari segi pengangaran maupun teknis bangunan.
Ia bilang, problematika hukum yang timbul yakni soal status bangunan gedung yang berdasarkan pada Peraturan Menteri PUPR nomor 22 2018.
Pada aturan itu menjelaskan bahwa Bangunan Gedung yang akan disebut sebagai Monumen Perjuangan COVID-19 itu masuk dalam katagori Bangunan Gedung Negara (BGN) dengan klasifikasi khusus, sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (5) huruf o, serta ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 2021 Sebagai Bangunan Gedung Negara (BGN) dengan Kiasifikasi Khusus. Dengan begitu, bangunan tersebut harus tunduk pada syarat-syarat administratif dan syarat teknis.
"Administratif di antaranya adalah IMB serta dokumen perencanaan dan penganggaran. Sedangkan syarat teknis adalah menyangkut keandaian, fungsi, serta pengelolaan pasca konstruksi," jelasnya.
Ridwan Kamil menanggapi bahwa bentuk revitalisasinya adalah renovasi monumen. Dapat dikatakan revitalisasi tidak memerlukan izin mendirikan bangunan. Kemudian revitalisasi ini pun dari sisi anggaran tidak ada duplikasi anggaran.
"Anggaran pertama dari APBD, kemudian ada ornamen untuk mengingat pahlawan COVID-19 itu dananya dari pihak ketiga. Jadi sudah sesuai aturan, sehingga tidak ada alasan semangat menghargai pahlawan ini dijadikan polemik dan sebenarnya tidak perlu," ucap Ridwan Kamil.