Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
c133ab9b-ca70-474b-a5d7-33b3720cd7a0.jpeg
Operasi gabungan penindakan tambang ilegal di Sukabumi (dok. IDN Times)

Intinya sih...

  • Tambang ilegal berdiri di atas lahan konservasi, memerlukan penertiban dari Kementerian Kehutanan.

  • Tambang ilegal sebabkan bencana ekologis seperti longsor dan banjir bandang, serta ancaman terhadap kesehatan masyarakat.

  • Para pelaku tambang ilegal terancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak kategori VI.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sukabumi, IDN Times - Sebanyak 88 lubang tambang ilegal di Kabupaten Sukabumi ditutup Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Penutupan itu dilakukan karena tambang tersebut beroperasi namun tidak berizin dan memberikan dampak buruk bagi lingkungan.

Salah satu lokasi sasaran yang marak dijadikan tambang ilegal yaitu kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) tepatnya di Blok Gunung Peti dan Cibuluh - Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Tak hanya 88 lubang Pertambangan Tanpa Izin (PETI), 81 tenda atau gubug dan 5 buah genset atau mesin juga diamankan. Penertiban ini dilakukan oleh 80 personel gabungan dari Ditjen Gakkumhut, Balai TNGHS, TNI dan Polri.

1. Tambang berdiri di atas lahan konservasi

Operasi gabungan penindakan tambang ilegal di Sukabumi (dok. IDN Times)

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudi Saragih Napitu mengungkapkan, mayoritas tambang ilegal berdiri di atas lahan konservasi. Oleh sebab itu, penertiban tambang ilegal harus dilakukan.

"Kementerian Kehutanan akan menggandeng Pemerintah Daerah dan instansi terkait untuk menghentikan rantai bisnis tambang ilegal, mulai dari pasokan logistik, bahan bakar, pemusnahan instalasi listrik ilegal, sampai ke penampung hasil tambang ilegal dan beneficial ownership," kata Rudi, Jumat (21/11/2025).

2. Tambang ilegal sebabkan bencana ekologis

Operasi gabungan penindakan tambang ilegal di Sukabumi (dok. IDN Times)

Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho menambahkan, selain merusak ekosistem hutan, aktivitas tambang ilegal juga dapat menjadi ancaman terjadinya bencana ekologis seperti longsor dan banjir bandang serta ancaman terhadap kesehatan masyarakat.

Dia memaparkan, aktivitas penambangan ilegal dilakukan di area hulu sungai menggunakan media air sungai dan bahan kimia seperti merkuri dan sianida. Limbah pengolahan hasil tersebut dibuang ke aliran sungai tersebut, yang mengalir ke bawah dan dimanfaatan oleh masyarakat.

"Kami bergerak terukur, tegas, dan berkelanjutan, bukan sekadar razia sesaat untuk memulihkan fungsi ekosistem dan melindungi keselamatan warga, terutama di puncak musim hujan dan operasi tersebut akan dilanjutkan dengan rehabilitasi kawasan bekas tambang," lanjutnya.

3. Penambang ilegal terancam pidana 10 tahun penjara

Operasi gabungan penindakan tambang ilegal di Sukabumi (dok. IDN Times)

Dwi mengatakan, para pelaku tambang ilegal terancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak kategori VI, Pasal 89 jo pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan/atau Pasal 33 ayat (2) huruf b jo pasal 40B ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Sebelum menindak tambang di Kabupaten Sukabumi, pada 29 Oktober-7 November 2025 lalu, 11 lubang tambang ilegal juga telah ditutup, 17 unit mesin telah diamankan dan dihancurkan.

Sedangkan pada operasi gabungan tahap dua di Blok Cibuluh, Blok Cibarengkok, Blok Cieyem, Blok Cibereng Dan Blok Cinangka, tim operasi gabungan telah melakukan upaya penghentian sekaligus penguasaan kembali hak-hak negara atas kawasan hutan, pembongkaran bangunan, dan penyegelan terhadap sarana serta peralatan yang digunakan untuk PETI.

Sarana tersebut terdiri dari bangunan tempat pengolahan hasil PETI sebanyak kurang lebih 723 unit, 130 lubang PETI, tabung besi atau gelundung sebanyak kurang lebih 20.000 unit, mesin-mesin kurang lebih sebanyak 100 unit, 40 unit kincir penggerak gelundung dan bahan kimia B3 seperti merkuri dan sianida.

Editorial Team