Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pemerintah Kabupaten Kuningan mengirim 42 pelajar tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke markas Komando Distrik Militer (Kodim) 0615/Kuningan untuk mengikuti pelatihan bela negara.   Kegiatan yang dimulai pada Senin (19/5/2025) ini diklaim pemerintah daerah sebagai bentuk pembinaan karakter remaja di tengah meningkatnya fenomena kekerasan pelajar.
Pemerintah Kabupaten Kuningan mengirim 42 pelajar tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke markas Komando Distrik Militer (Kodim) 0615/Kuningan untuk mengikuti pelatihan bela negara. Kegiatan yang dimulai pada Senin (19/5/2025) ini diklaim pemerintah daerah sebagai bentuk pembinaan karakter remaja di tengah meningkatnya fenomena kekerasan pelajar.

Kuningan, IDN Times - Pemerintah Kabupaten Kuningan mengirim 42 pelajar tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke markas Komando Distrik Militer (Kodim) 0615/Kuningan untuk mengikuti pelatihan bela negara.

Kegiatan yang dimulai pada Senin (19/5/2025) ini diklaim pemerintah daerah sebagai bentuk pembinaan karakter remaja di tengah meningkatnya fenomena kekerasan pelajar.

1. Alternatif pendidikan nonformal tangkal perilaku menyimpang

Pemerintah Kabupaten Kuningan mengirim 42 pelajar tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke markas Komando Distrik Militer (Kodim) 0615/Kuningan untuk mengikuti pelatihan bela negara. Kegiatan yang dimulai pada Senin (19/5/2025) ini diklaim pemerintah daerah sebagai bentuk pembinaan karakter remaja di tengah meningkatnya fenomena kekerasan pelajar.

Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar mengatakan, program ini difokuskan untuk menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, tanggung jawab, dan kecintaan terhadap tanah air.

Para peserta berasal dari sejumlah sekolah yang sebelumnya terindikasi mengalami persoalan kedisiplinan dan konflik antarpelajar, termasuk aksi tawuran dan perang sarung.

Ia menekankan, pelatihan ini bukan bentuk indoktrinasi militer, melainkan metode alternatif pendidikan karakter.

"Kami ingin membentuk generasi muda yang memiliki mental tangguh, akhlak baik, dan wawasan kebangsaan yang kuat," ujar Dian, Senin (19/5/2025).

Menurutnya, pendekatan yang digunakan dalam pelatihan ini lebih bersifat edukatif dan humanis. “Tidak ada kekerasan fisik dalam program ini. Kami fokus pada pembinaan disiplin dan penanaman nilai-nilai luhur,” ujarnya.

2. Menjalankan titah Gubernur Jawa Barat

JANGANDIPAKE

Pelaksanaan pelatihan bela negara ini merupakan bagian dari instruksi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sebagai bentuk respons terhadap meningkatnya konflik sosial di kalangan pelajar.

Beberapa bulan terakhir, sejumlah kejadian seperti perkelahian kelompok dan aksi brutal antarremaja sempat marak di sejumlah wilayah kabupaten.

Pemerintah daerah menilai pendekatan konvensional melalui sanksi sekolah tidak cukup efektif membendung perilaku menyimpang.

Oleh karena itu, pelatihan berbasis semimiliter dipilih sebagai metode pembinaan nonformal yang bertujuan memberikan dampak langsung pada pola pikir dan sikap peserta.

Selama dua pekan ke depan, para siswa akan menjalani rutinitas terstruktur, termasuk bangun pagi sebelum subuh, olahraga fisik, baris-berbaris, serta sesi motivasi dan konseling.

Tidak hanya itu, mereka juga mendapatkan materi wawasan kebangsaan, pelajaran moral, serta kegiatan keagamaan yang dibimbing oleh tenaga pendamping dari unsur TNI, guru, dan konselor.

Pemerintah Kabupaten Kuningan mengklaim telah mempersiapkan sistem pembinaan yang tidak mengarah pada kekerasan atau tekanan mental.

Seluruh kegiatan di bawah pengawasan tim gabungan dari Dinas Pendidikan, Kodim 0615/Kuningan, dan tenaga psikolog yang terlibat secara langsung dalam pelatihan.

3. Klaim cegah kerusakan moral

Anggota TNI merazia barang bawaan siswa sebelum memasuki barak militer saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (5/5/2025). (ANTARA FOTO/Abdan Syakura)

Meski pelaksanaan program mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan sebagian masyarakat, sejumlah kalangan mempertanyakan efektivitas serta pendekatan yang digunakan.

Beberapa organisasi pemerhati anak menyampaikan kekhawatiran bahwa pelatihan dengan pola semi-militer dikhawatirkan melanggar prinsip perlindungan anak, terutama dalam hal hak atas kenyamanan psikologis.

Namun, Dian menegaskan program ini telah dikaji secara menyeluruh dan pelaksanaannya mengikuti prinsip-prinsip pendidikan karakter yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ia bahkan mengundang pihak yang meragukan program untuk mengunjungi langsung lokasi pelatihan dan melihat proses pembinaannya. Meski begitu, pemerintah daerah memastikan evaluasi akan terus dilakukan setiap tahap.

"Kami akan menyesuaikan metode jika ditemukan ada unsur-unsur yang mengganggu perkembangan emosional anak. Intinya, program ini untuk menyelamatkan generasi muda dari kerusakan moral," ujar Dian.

Editorial Team