Polemik RUU KPK Merupakan Respons Kepercayaan Masyarakat kepada Lembaga Antirasuah

Akademisi ini harap pemerintah, DPR, KPK lakukan komunikasi utuh

Bandung, IDN Times - Revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) yang dilakukan DPR dan disetujui pemerintah dalam hal ini Presiden Joko "Jokowi" Widodo menimbulkan pro dan kontra di lapisan masyarakat.

Sebagian kelompok mendukung dengan adanya RUU KPK karena dinilai akan menguatkan lembaga antirasuah di Tanah Air. Sementara, bagi kelompok yang menolak, RUU KPK ini justru akan membuat para koruptor merajalela dan mengkerdilkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kendati demikian, pro dan kontra mengenai RUU KPK ini dipandang lain bagi akademisi di Kota Bandung. Seperti apa pandangan para akademisi terhadap RUU KPK? Yuk, simak bersama.

1. KPK dipercaya masyarakat

Polemik RUU KPK Merupakan Respons Kepercayaan Masyarakat kepada Lembaga AntirasuahIDN Times/Yogi Pasha

Polemik RUU KPK yang terjadi ditingkat atas membuat sebagian masyarakat di Indonesia seakan terbagi dua. Di satu sisi, RUU KPK ini memunculkan kubu pendukung dan di sisi lainnya merupakan kelompok yang menolak terhadap isi RUU KPK.

Bahkan, polemik RUU KPK itu memunculkan istilah baru ditingkat sosial masyarakat dengan sebutan "pelemahan" bagi kelompok menolak RUU KPK dan "penguatan" untuk kelompok pendukung.

Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Al Ghifari Bandung Moch Zakaria berpendapat ada KPK di Indonesia merupakan bentuk kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. 

"KPK muncul ketika itu karena adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga lain seperti kepolisian dan kejaksaan. Di saat KPK hadir masyarakat percaya karena mampu menangkap koruptor," kata Zakaria saat ditemui di Kampus Universitas Pasundan (Unpas), Jalan Lengkong, Jumat(20/9).

2. Masyarakat merespons

Polemik RUU KPK Merupakan Respons Kepercayaan Masyarakat kepada Lembaga AntirasuahIDN Times/Yogi Pasha

Zakaria menyebutkan, adanya perubahan yang terjadi dalam KPK dalam kaitannya RUU membuat masyarakat langsung merespons. Kepercayaan yang selama ini sudah terbangun seakan terusik dengan hadirnya perubahan dalam bentuk RUU KPK. Kondisi itu tentu membuat dampak dan menjadi perhatian publik.

"Reaksi publik terkait revisi UU KPK itu merupakan sebuah respons yang wajar tetapi itu harus diperhatikan oleh pihak terkait karena negara kita ini demokratis," kata dia.

3. Akan tetap dipercaya

Polemik RUU KPK Merupakan Respons Kepercayaan Masyarakat kepada Lembaga AntirasuahANTARA FOTO

Zakaria menilai, adanya perubahan di tubuh lembaga antirasuah tersebut tetap akan mendapatkan kepercayaan di masyarakat.  Masyarakat akan tetap percaya dengan KPK pasca disahkan revisi UU KPK oleh DPR RI.

"Saya yakin masyarakat akan tetap percaya ke KPK pasca disahkannya Revisi UU KPK dan yang harus dilakukan saat ini adalah pihak-pihak terkait mulai dari membangun kembali trust dari masyarakat," kata dia.

Zakaria menyarankan, untuk mengakhiri polemik pro dan kontra terhadap RUU KPK dibutuhkan komunikasi utuh yang dilakukan pihak terkait seperti eksekutif, legislatif serta KPK untuk memberikan informasi bahwa RUU KPK dilakukan demi perubahan ke arah yang lebih baik lagi bukan malah melemahkan lembaga tersebut.

"Jadi harus ada aspek informasi yang diberikan kepada masyarakat baik langsung dan tidak langsung. Secara langsung itu bisa melalui media massa. Perubahan ini (revisi UU KPK) hanya penguatan. Saya yakin perubahan ini adalah penguatan karena dari masing-masing harus ada itikad atau will, niatnya untuk kemajuan, kinerjanya lebih efektif, koordinasi lebih efektif," kata dia.

4. Ajukan gugatan ke MK

Polemik RUU KPK Merupakan Respons Kepercayaan Masyarakat kepada Lembaga AntirasuahIDN Times/Yogi Pasha

Persoalan RUU KPK memang mencuri perhatian banyak pihak. Para pendukung dan yang menolak terus memberikan argumennya terkait RUU tersebut. Bahkan, dua kubu pro dan kontra terus melakukan aksi unjuk rasa di berbagai daerah.

Zakaria menilai, munculnya anggapan jika RUU KPK dilakukan bisa melemahkan fungsi dan wewenang lembaga tersebut sangatlah keliru. Sebab, lembaga antirasuah ini berstatus Ad Hoc.

"KPK itu kan (status) ad hoc. Artinya posisi KPK itu bisa dibubarkan sewaktu-waktu karena ad hoc,. Jadi tanggung kalau disebut melemahkan," kata dia.

Lebih lanjut ia mengatakan jika ada pihak-pihak atau kelompok masyarakat yang merasa kurang puas dengan revisi UU KPK maka bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Baca Juga: Upaya Selamatkan KPK, ICW akan Lakukan Judicial Review ke MK

5. Polemik terjadi akibat diskomunikasi

Polemik RUU KPK Merupakan Respons Kepercayaan Masyarakat kepada Lembaga AntirasuahIDN Times/Yogi Pasha

Sementara itu, Kepala Program Studi Administrasi Publik Fisip Universitas Pasundan (Unpas) Rudi Martiawan mengatakan eksekutif dan legislatif harus memberikan edukasi kepada publik tentang revisi UU KPK.

"Bentuk edukasi untuk publik, jadi publik diberikan penjelasan tentang perubahan dan dampak dari revisi UU KPK dan solusinya tanpa disusupi kepentingan yang lain," kata dia.

Dia menilai, polemik yang terjadi timgkat sosial masyarakat saat ini diduga akibat adanya diskomunikasi yang utuh ditingkat pemerintah, DPR, KPK, serta unsur terkait lainnya. Karena itu, keputusan yang muncul mengakibatkan persoalan dua pandangan yang berbeda.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya