Defragmentasi Dakwah di Era Sosmed, TGB Ajak Tokoh Bertanggungjawab

Jangan pecah belah umat melalui media sosial

Bandung, IDN Times - Kehidupan bermedia sosial sedemikian nyata memberikan pengaruh yang kuat terhadap tatanan sosial masyarakat Indonesia hari ini, termasuk dalam kehidupan keberagamaan. Pertukaran informasi yang terjadi ikut membentuk gagasan, pandangan, bahkan tindakan yang berkonotasi produktif maupun sebaliknya.

Salah satu panorama yang belakangan mengemuka adalah interaksi di era sosial media juga menghadirkan tantangan tersendiri bagi kehidupan keberagamaan, khususnya dalam konteks menjaga kohesivitas umat yang solid. Alih-alih, sosmed turut berkontribusi pada terbentuknya polarisasi dan defragmentasi di berbagai lini kehidupan, termasuk keberagamaan.

Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi menilai arus defragmentasi ini semakin menguat seiring berjalannya waktu. Jika dulu bentuk oposisi keberagamaan Islam di Indonesia dikuasai oleh narasi biner Sunni-Syiah, saat ini pertentangan melebur bahkan hingga level organisasi.

1. Jangan jadikan idiom dakwah menjurus politik

Defragmentasi Dakwah di Era Sosmed, TGB Ajak Tokoh BertanggungjawabIDN Times/Istimewa

TGB mengatakan, polarisasi ini turut pula dikondisikan oleh menjamurnya tokoh dan ulama yang memiliki hasrat untuk mendapat kekuasaan politik dan menggunakan instrumen idiom-idiom keagamaan untuk mengeruk simpati umat. Instrumentalisasi idiom-idiom agama oleh tokoh yang kemudian tersirkulasi melalui platform sosmed tak jarang menimbulkan gejolak. Perdebatan politik yang tidak menjadi pokok dalam islam, kerap kali meruncing menjadi perdebatan akidah.

"Politik itu bukan bagian dari akidah tapi muamalah. Karena itu perbedaan pendapat adalah hal biasa. Tidak boleh kemudian menyebabkan kita memutuskan silaturahmi. Di medsos itu sekarang perseteruan politik itu bisa dibawa kepada perseteuan akidah. Kemudian beda pandangan itu dibawa ke dalam perbedaan keyakinan yang akhirnya saling menyesatkan, mengkafirkan, munafik dan segala macam," kata TGB dalam Washathiyah Webinar Series: Dakwah Washathiyah Islam di Era Revolusi Industri 4.0: Adab, Peluang dan Tantangan, Sabtu (5/12/2020) malam.

2. Berdakwah melalui media sosial menjadi tantangan bagi ulama

Defragmentasi Dakwah di Era Sosmed, TGB Ajak Tokoh Bertanggungjawabinternet

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi para tokoh dan ulama untuk berdakwah di era sosmed. Padahal, media sosial memiliki peran yang teramat besar dalam mengkonstruksi pemahaman keberagamaan umat di zaman kiwari. Sebabnya, berbagai informasi keagamaan yang membanjiri sosmed kerap dijadikan masyarakat sebagai pegangan mereka.

Karena itu, TGB mengingatkan kepada siapa saja yang memikul peran sebagai contoh bagi umat untuk lebih serius memahami dan merespons berbagai fenomena di sosmed. Hal tersebut harus dilakukan untuk membendung bentuk-bentuk dakwah dan produksi informasi keagamaan lainnya juga mengandung potensi memperuncing polarisasi dan defragmentasi umat.

3. Dakwah di media sosial di nilai kental dengan gejala polarisasi sukuisme

Defragmentasi Dakwah di Era Sosmed, TGB Ajak Tokoh BertanggungjawabDahlan Iskan (IDN Times/Fitria Mada)

Senada dengan TGB, Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan yang menjadi narasumber dalam webinar menangkap adanya gejala polarisasi dalam konteks yang lebih luas dengan menyebut fenomena ini sebagai sukuisme.

Menurutnya, potret sukuisme ini jamak ditemui di grup-grup WhatsApp di mana setiap orang tergabung dalam grup yang beranggotakan kelompok orang dengan pandangan serupa, baik pandangan politik, keagamaan, dan lain-lain.

"Sukuisme baru dalam grup WhatsApp kecenderungannya adalah orang yang ada di grup itu satu ide, satu pandangan sebagai. Keberadaan grup-grup itu saya amati semakin mensolidkan eksistensi masing-masing kelompok," kata Dahlan.

Keberadaan kelompok-kelompok yang tersegmentasi ini dipandang Dahlan juga bakal terjadi di dunia dakwah. Kemajuan teknologi yang membuat setiap orang dapat memproduksi narasi dakwah sesuai kehendak pribadinya membuat setiap tokoh agama akan memiliki pendengar dan pengikutnya masing-masing, sehingga ketersekatan dan bentuk narasi yang majemuk masih akan dijumpai.

"Seperti apa dakwah yang akan mengena di hati masyarakat di masa depan? Tentu dakwah model apa pun akan mempunyai jemaah. Model yang keras, model agak lunak, semua model akan memiliki jemaahnya sendiri-sendiri. Menjadi tersekat-sekat," ujar Dahlan.

4. Ulama memiliki peran dan tanggungjawab terhadap umat

Defragmentasi Dakwah di Era Sosmed, TGB Ajak Tokoh Bertanggungjawab(Sejumlah umat Muslim salat dan zikir memperingati 14 tahun tsunami di Aceh) ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Dalam rangka memperkuat umat, TGB mengingatkan peran dan tanggung jawab ulama sebagai waratsatul anbiya alias pewaris para nabi. Dalam konteks dakwah, signifikansi peran ulama tidak hanya mengacu seberapa banyak ayat Alquran dan Hadits yang ia sampaikan dalam sebuah pengajian.

Namun juga segala bentuk perilaku dalam keseharian. Dengan perannya itu, ulama juga didorong untuk menghadirkan hal-hal yang baik di ruang publik sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap umat.

"Ketika rasul menyampaikan 'siapa yang bisa menjamin sesuatu di antara kedua gerahamnya dan di antara dua pahanya dijamin masuk surga.' Di antara dua geraham itu ya semua ujaran-ujaran kita. Semua hal yang diproduksi dengan tangan, lisan, dengan apapun yang dikonsumsi orang banyak. Itu menurut saya penting." kata dia.

5. Kedepankan prinsip proporsional dalam bermedia sosial

Defragmentasi Dakwah di Era Sosmed, TGB Ajak Tokoh Bertanggungjawab

Selain itu, TGB juga meminta para tokoh dan ulama untuk mengedepankan prinsip washathiyah terutama bersikap proporsional dalam menghadapi media sosial. Bersikap proporsional dinilai menjadi implementasi pertanggungjawaban yang paling konkret bagi para ulama untuk merawat iklim keberagamaan yang sehat di Indonesia dengan konteks heterogenitasnya yang kompleks.

Lebih jauh TGB mendorong para ulama dan tokoh untuk mrmbangun silaturahmi dan komunikasi sebagai salah satu langkah untuk menghindari defragmentasi dan ketegangan. Dengan cara itu, iklim dakwah di media sosial akan semakin sehat dan konstruktif sehingga semua pihak dapat lebih optimistis dalam memanfaatkan media sosial sebagai hasil sarinkemanjuan ilmu dan teknologi.

"Kalau antara tokoh itu membangun komunikasi yang baik, itu akan mengurangi beban sosial yang masyarakat rasakan. Kan, kalau sekarang para tokoh yang bermasalah, akhirnya yang mendapat tekanan itu masyarakat. Sudah waktunya para tokoh membalas jasa pengikut mereka yaitu dengan merilis atau melepaskan ketegangan, konflik-konflik yang terjadi di tengah masyarakat karena ulah mereka, yaitu dengan mambangun silaturahmi dan komunikasi," kata dia.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya