Kisah di Balik Usaha Empon-empon, Berinovasi di Masa Pandemik

Kuncinya, tetap produktif dan memanfaatkan platform digital

Cirebon, IDN Times – Pandemik COVID-19 menghantam segala sektor kehidupan manusia, tak terkecuali roda perekonomian. Hampir semua bidang usaha, baik empon-empon industri besar maupun kecil terkena imbasnya. Para pelaku ekonomi nyaris dibuat tak berdaya menghadapi dampak dari pandemik global yang memaksa membatasi diri berinteraksi secara fisik.

Kondisi itu yang membuat Nuratikah (31) terpaksa mencari jalan keluar mempertahankan pundi-pundi penghasilannya. Bisa dibilang, Atikah adalah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sebelum COVID-19 menyasar ke wilayah Cirebon dan sekitarnya pada Maret 2020 lalu, dia berbisnis kuliner lokal; manisan kolang-kaling dan pancake tape ketan.

Permintaan produk buatan warga asal Desa Karangwangi Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon itu berangsur menurun. Usahanya pun nyaris redup, setelah pemerintah daerah setempat mengumumkan adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kendati demikian, Atikah bersama suaminya berpikir tak ada jalan lain selain terus berusaha agar hajat hidupnuya terus berjalan.

Merespons tingginya kebutuhan masyarakat akan ramuan jamu sebagai kebutuhan meningkatkan imunitas, Atikah beralih produk empon-empon kunyit dan jahe. Jenis usaha barunya itu menjadi jawaban kebuntuan usaha kuliner lokal yang menurun. Namun selang beberapa bulan, bisnis ramuan jamu cair menuai kendala. Dari kemasan botol yang mudah pecah, hingga masa kadaluarsa yang singkat.

“Pada saat itu, kami membuat produk empon-empon cair siap minum kemasan botol. Permintaan dari Cirebon dan luar kota sangat tinggi. Karena keterbatasan pengiriman yang tidak safety, mudah pecah dan mudah kadaluwarsa. Kami harus berinovasi,” ujarnya kepada IDN Times, Minggu (31/10/2021).

1. Inovasi produk UMKM, adaptasi di masa pandemik

Kisah di Balik Usaha Empon-empon, Berinovasi di Masa PandemikAtikah, pelaku UMKM mengikuti pameran empon-empon Neng Alena yang diadakan BI Cirebon.

Permintaan empon-empon yang masih tinggi, Atikah berinisiasi melakukan inovasi produk dari cair ke serbuk. Selain untuk menghindari masalah pecah botol saaat distribusi, inovasi empon-empon bermerk Neng Alena itu juga bisa memangkas biaya produksi dan ketahanan produk.

Riset produksi dari mulai takaran, komposisi, hingga uji lab nilai kandungan gizi pun dilakukan. Sebagai pelaku UMKM binaan Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Wilayah Cirebon, Atikah mendapat pelatihan pengemasan sekaligus dibantu untuk pemasaran produk yang lebih luas.

“Menjadi UMKM binaan BI, banyak ilmu yang didapat. Bukan saja pelatihan, tapi juga membuka akses pemasaran dan dipertemukan dengan para stakeholder. Binaan BI sangat positif untuk mengarahkan pelaku UMKM menjangkau pasar lebih luas,” katanya.

2. Tetap produktif di masa pandemik

Kisah di Balik Usaha Empon-empon, Berinovasi di Masa PandemikAtikah, pelaku UMKM mengikuti pameran empon-empon Neng Alena yang diadakan BI Cirebon.

Di awal inovasi empon-empon serbuk, jumlah permintaan tembus 6.000 kemasan untuk wilayah Cirebon dan sekitarnya. Atikah tak menyangka jika penjualan di awal inovasinya itu mendapat permintaan yang signifikan.

Dia yakin, peralihan ke produk serbuk itu lebih efisien dan mampu bertahan hingga 6 bulan, sehingga pengirimannya pun lebih aman dan praktis. Menurutnya,

“Di masa pandemik ini kami harus tetap produktif. Bagaimana pun usaha harus tetap berjalan karena ini usaha keluarga satu-satunya. Terhitung awal pembuatan hingga awal Desember 2020 sudah 6.000 kemasan yang sudah terjual,” ujarnya.

3. Digitalisasi produk UMKM

Kisah di Balik Usaha Empon-empon, Berinovasi di Masa PandemikEmpon-empon Neng Alena diikutsertakan dalam pameran yang diadakan BI Cirebon.

Sementara itu, Kepala KPW BI Cirebon, Bakti Arnanta mengatakan, pembinaan terhadap pelaku UMKM, sejauh ini Bank Indonesia sudah menggeliatkan gerakan nasional bangga buatan Indonesia (BBI). Upaya tersebut sebagai penguatan pelaku UMKM dan pariwisataan yang terpuruk akibat pandemik COVID-19.

Menurutnya, untuk pemulihan ekonomi secara nasional, pemerintah pusat tidak bisa berkerja sendirian melainkan harus berbagai pihak untuk menguatkan ekonomi di sektor UMKM. Salah satunya melalui pembinaan UMKM agar terus mengembangkan dan melakukan strategi inovasi ke arah digitalisasi produk. Seperti memenfaatkan marketplace dan menggunakan sistem pembayaran digital melalui QR Code Indonesia Standard (QRIS).

Hingga September 2021, pelaku UMKM di wailayahh Ciayumajakuing sudah 227.000 UMKM yang menggunakan QRIS. Angka tersebut meningkat 140 persen sejak awal Januari lalu.

“Tahun ini kami mendorong pelaku UMKM maupun masyarakat  untuk memanfaatkan pembayaran secara digital QRIS. Respon mereka cukup antusias, setiap bulan angkanya selalu meningkat,” kata dia.

4. Memanfaatkan platform marketplace

Kisah di Balik Usaha Empon-empon, Berinovasi di Masa PandemikWali Kota Cirebon, Eti Herawati mengapresiasi pelaku UMKM yang berhasil bertahan di tengah pandemik.

Bakti menambahkan, di masa pandemik COVID-19 ini, budaya penjualan harus berubah, dari penjualan konvensional bertemu langsung dengan konsumen ke pemasaran digital. Karena itu, pelaku UMKM harus bisa berinovasi dengan memanfaatkan segala platform digital untuk mendukung pemasarannya.

Menurutnya, QRIS memberikan solusi atas kendala pelaku UMKM di masa pandemik. Keunggulan dari pembayaran digital ini yaitu jaminan produk sesuai harapan konsumen, serta prosedur pembayarannya bisa dilakukan di akhir. Selain itu, transaksi melalui QRIS ini bisa terlacak oleh BI untuk mengetahui produktivitas UMKM memasarkan produknya.

“Siapa saja pasti punya HP, dan bisa dimanfaatkan kapan pun. QRIS ini solusi cerdas untuk masyarakat secara digital. Lanskap kita menggunakan internet ini luar biasa. Jadi, pembayaran non tunai bisa dilakukan tanpa dibatasi dengan mobilitas dan tatap muka,” terangnya.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya