Derita Jasa Pijat Tunanetra di Masa Pandemik, Minim Perhatian Negara

Mereka ingin disetarakan haknya

Cirebon, IDN Times - Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitu kira-kira yang dialami Lamsu (50 tahun), warga Desa Tukmudal, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. Saban hari, bersama istrinya, Eli (48), mereka menggantungkan hajat hidupnya menyediakan jasa pijat. Keduanya merupakan tunanetra.

Di masa pandemik seperti ini, pasangan suami istri penyandang disabilitas itu tak tahu harus berbuat apa, selain bersabar menunggu kondisi normal seperti sedia kala. Mereka menanti-nanti rumahnya di Jalan Bukit Raya Blok F25 kembali ramai dikunjungi pelanggan. Namun, apalah daya, kondisi yang mengharuskan orang mengurangi interaksi secara fisik ini membuat jasa pijatnya menjadi sepi.

Sebelum virus corona mewabah, Lamsu dan Eli bisa melayani terapi massage tak kurang dari empat orang, dengan tarif Rp 60 ribu per orang. Penghasilan itu dirasa cukup menghidupi mereka bersama kedua anaknya. Kini, kondisinya sudah berubah drastis. Satu atau dua orang saja yang meminta jasa pijat ke rumahnya, Lamsu sudah sangat merasa bersyukur.

Masa sulit seperti ini, memang harus diterima Lamsu dan keluarganya dengan lapang dada. Dia percaya, rezeki tak akan lari ke mana. Namun, bukan berarti menyerah dan tunduk kepada keadaan. Lamsu yakin, kondisi pandemik ini bukan saja menimpa dirinya dan keluarga, melainkan pula teman-teman penyandang tunanetra lain penyedia jasa pijat.

"Sebelum ada pandemik saja, usaha kami sangat pas-pasan. Tambah ada COVID-19, usaha pijat kami jadi sepi," Lamsu tertegun saat ditemui IDN Times di rumahnya, Sabtu (20/11/2021).

1. Memilih bertahan daripada mengamen

Derita Jasa Pijat Tunanetra di Masa Pandemik, Minim Perhatian NegaraLamsu (50), pemijat tunanetra asal Desa Tukmudal, Cirebon mengisahkan kondisi usahanya di masa pandemik. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Lamsu menceritakan, hari-harinya hanya menunggu pelanggan datang untuk meminta dipijat. Mengingat pekerjaan itu merupakan tumpuan penghasilan keluarga. Di samping itu, dia tak punya keahlian lain untuk mendulang rupiah. Kendati begitu, Lamsu merasa beruntung ketimbang rekan tunanetra lain menghadapi masa pandemik ini.

Menurutnya, tak sedikit rekan-rekan tuna netra lain memilih mengamen di jalan untuk sekedar mencari makan harian. Ada pula yang memilih meminta-minta karena tak tahu lagi caranya menyambung hidup.

"Kami belum punya keterampilan lain. Kami hanya bisa bergantung dengan pijat. Selain gak kuat mental, saya khawatir akan memperkuat stigma bahwa orang tunanetra tidak bisa ngapa-ngapain. Banyak teman-teman nekat mengamen. Karena nggak tahu harus gimana lagi," ujarnya.

2. Hampir setiap hari tak ada pelanggan

Derita Jasa Pijat Tunanetra di Masa Pandemik, Minim Perhatian NegaraPapan sedia layanan pijat tunanetra. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Puncak keprihatinan penyedia jasa pijat tunanetra terjadi pada gelombang kedua COVID-19. Kala itu, Lamsu menuturkan, tiga bulan berturut-turut, dari Mei hingga Juli 2021, pelanggan jarang datang ke rumah. Dalam sepekan, bisa dihitung kira-kira dua atau tiga orang yang meminta pijat ke rumah.

Kondisi itu membuat kalut keluarga Lamsu. Hampir setiap hari tak ada pelanggan, membuatnya tak mampu membeli kebutuhan pokok. Jangankan bisa membiayai pendidikan anak-anaknya, untuk membeli kebutuhan sabun cuci pun tak sanggup dipenuhi. Masa-masa sulit itu membuatnya hampir berputus asa. Dia pun bertanya-tanya; apakah kondisi seperti ini akan terus terjadi?.

Selama masa pandemik, Lamsu mengaku mengandalkan ukuran tangan dari donatur dan para tetangga. Meski hanya sembako yang tak bisa diprediksi kapan datang, dia bersyukur bisa memenuhi kebutuhan pakan keluarga. Kebaikan orang-orang terdekat pun tak pernah dilupakan. Salah satunya biaya kuliah anak pertama yang ditanggung penuh oleh donatur.

"Hanya sekedar untuk hidup saja, saya bersyukur. Di masa seperti ini, orang-orang seperti saya (disabilitas tunanetra) sangat menjerit, karena segalanya serba terbatas. Inginnya kami mandiri, tidak bergantung kepada siapa pun. Tapi, kondisi memaksa minta sama orang yang dekat, hanya untuk makan," tuturnya.

3. Hak penyandang disabilitas harusnya setara

Derita Jasa Pijat Tunanetra di Masa Pandemik, Minim Perhatian NegaraIlustrasi difabel

Lamsu mengatakan, sebagai penyandang disabilitas, bukan hal aneh jika keberadaannya kurang mendapat perhatian dari kebijakan pemerintah. Khususnya, pemulihan ekonomi dari dampak pandemik COVID-19. Menurutnya, pemerintah hanya berfokus memulihkan ekonomi hanya kepada pelaku ekonomi UMKM, pengusaha, pegawai swasta dan buruh.

Akan tetapi, penyandang disabilitas sepertinya sama sekali tidak tersentuh. Menurut Lamsu, bantuan dari pemerintah yang didapat hanya sebatas berupa alat pijat yang disalurkan Pengurus Daerah Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Kabupaten Cirebon.

Dia pun sempat bertanya-tanya, apakah pemerintah tidak memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas sepertinya? Tatkala ramai bantuan COVID-19 dari Jamsostek BPJS Ketenagakerjaan, Lamsu mengaku tak tahu menahu soal itu. Apalagi dia sama sekali tidak menjadi peserta.

Meskipun begitu, sebagai penyandang disabilitas, Lamsu tidak ingin dianggap sebelah mata. Dia ingin dianggap setara dan sama kedudukannya di masyarakat. Hanya saja, kebijakan pemerintah tidak adil dan memosisikan komunitas difabel sebagai orang yang tak berdaya.

Dalam hal kebijakan pemulihan dampak COVID-19 pun, pemerintah mengenyampingkan penyandang disabilitas pada program kerjanya. "Setiap ada bantuan, mungkin kami dilewatkan. Inginnya sih cepat kembali normal, supaya kami mandiri. Tidak bergantung sama orang lain," kata Lamsu.

4. Bantuan masih berupa kebutuhan aksesibilitas

Derita Jasa Pijat Tunanetra di Masa Pandemik, Minim Perhatian NegaraIDN Times/Wildan Ibnu

Sementara itu, Kabid Rehabilitasi Sosial Dinsos Kabupaten Cirebon, Lili Marliah mengakui jika sejauh ini bantuan untuk disabilitas di Kabupaten Cirebon baru sebatas bantuan kebutuhan dasar aksesibilitas dari Kementerian Sosial. Bantuan itu berupa tongkat adaptif sensosrik bagi tunanetra. Ada pula tongkat kaki tiga dan kursi roda bagi berkebutuhan kesulitan berjalan.

Bantuan permodalan bagi berkebutuhan khusus pun baru bisa mengakomodir untuk 10 orang. Itu pun tidak secara spesifik dialokasikan untuk disabilitas tunanetra penyedia jasa pijat. Menurutnya, bantuan permodalan yang diberikan oleh Kemensos tidak berupa uang transfer. Melainkan permodalan untuk menunjang aktivitas usahanya.

"Bagi penyandang disabilitas yang sudah punya usaha, maka akan disupport sesuai jenis usahanya. Sebelum diberikan bantuan ada asesmen oleh pendamping sosial terkait kebutuhan mereka. Tujuannya, digali lagi kebutuhannya, agar tepat sasaran," ujarnya.

Baca Juga: Profil Lengkap Ahn Hyo Seop, Sukses Perankan Sosok Tunanetra

Baca Juga: Apakah Penyandang Tunanetra Mimpi Saat Tidur? Ini Faktanya!

Baca Juga: 5 Tips Memasak Aman untuk Tunanetra, Keselamatan Tetap yang Utama!

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya