Wabah COVID-19 Tekan Polusi, Tapi Hadirkan Sampah Plastik dan APD

Perubahan iklim bukan isu hoax

Bandung, IDN Times - Selain tentu membawa dampak negatif, mewabahnya virus corona (COVID-19) juga ternyata berbuah manis. Pandemi virus corona membuat penduduk dunia ogah meninggalkan rumahnya, yang artinya tidak menggunakan kendaraan transportasinya, sehingga membuat tingkat polusi bahan bakar menurun.

Hal itu menjadi diskusi hangat yang digelar Ikatan Alumni (IKA) Fakultas Hukum (FH) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung lewat sebuah webinar yang membahas tentang perubahan iklim. Webinar itu diikuti oleh Tri Tharyat yang kini menjabat Duta Besar Indonesia untuk Kuwait, Ratnasari Wargahadibrata yang mewakili Kementerian Lingkungan Hidup, Gita Syahrani selaku Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari, dan Guru Besar Fakultas Hukum Unpad Ida Nirlinda.

Bagaimana diskusi yang digelar pada Sabtu (4/7) berlangsung?

1. Dampak positif dari wabah COVID-19

Wabah COVID-19 Tekan Polusi, Tapi Hadirkan Sampah Plastik dan APDIlustrasi corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Tri Tharyat, isu perubahan iklim sudah menjadi pembahasan yang layak masuk dalam agenda perubahan dunia. Artinya, setiap negara perlu bersama-sama dalam mencari cara untuk menghindari potensi memburuknya kondisi bumi akibat perubahan iklim.

"Tapi di tengah pandemi COVID-19, selama 20 Februari hingga 20 Mei 2020 justru iklim dunia jadi lebih baik, salah satunya karena emisi gas kaca menurun hingga 17 persen," kata dia, yang menyampaikan data di tengah webinar, Sabtu (4/7). Penurunan emisi gas kaca itu, kata dia, merupakan yang terbesar di sepanjang sejarah manusia.

"Bagaimana tidak, Kita melakukan simply by doing nothing. Kita diam di rumah, aktivitas polutan berkurang," ujar Tri.

Emisi gas rumah kaca secara perlahan memperburuk kondisi atmosfer yang mengelilingi bumi. Sedikit banyak, emisi dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia yang menghasilkan karbondioksida, misalnya pembakaran fosil, dan bahan bakar transportasi.

2. Kita merasakan sendiri perubahan iklim

Wabah COVID-19 Tekan Polusi, Tapi Hadirkan Sampah Plastik dan APDUnsplash/Ciprian Morar

Isu perubahan iklim juga harus dipahami oleh masyarakat Indonesia. Dengan 120 juta orang pengguna motor dan 16 juta orang pengguna mobil (menurut data BPS pada 2018), Indonesia memiliki peran yang besar dalam menurunkan tingkat pencemaran udara.

"Indonesia sangat unik karena kita punya hutan tropis yang besar dan garis pantai yang panjang. Keduanya mampu menyerap karbon sangat tinggi sehingga bisa menekan krisis iklim," ucap Tri.

Hal itu dibenarkan Ratnasari Wargahadibrata. Menurut data yang ia kantongi, negara-negara di Asia Pasifik menyumbang‎ hingga 40 persen emisi gas kaca. Sementara negara-negara maju paling besar menyumbang emisi gas kaca hingga 60 persen.

Dari kondisi itu, kita sebenarnya dapat merasakan sendiri perubahan iklim yang sedang dialami. Misalnya, dari musim panas yang berkepanjangan sehingga berdampak pada kekeringan, hingga musim hujan yang juga lebih panjang.

"Dampak lainnya air tanah sudah terkontaminasi air laut (intrusi air laut) karena permukaan air laut yang meningkat. Itu dampak krisis iklim yang sudah dan sedang kira rasakan. Jadi, climate change itu bukan hoax," kata dia.

3. Jumlah limbah plastik meningkat selama wabah COVID-19

Wabah COVID-19 Tekan Polusi, Tapi Hadirkan Sampah Plastik dan APDWarga melintas di dekat mural bergambar simbol orang berdoa menggunakan masker yang mewakili umat beragama di Indonesia di kawasan Juanda, Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (18/6/2020) (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Penggunaan fosil fuel untuk bahan bakar transportasi menjadi salah satu kontributor terbesar dalam peningkatan emisi gas rumah kaca di dunia. Maka itu, wajar adanya jika pandemi COVID-19 yang mewabah dunia berpengaruh positif pada perubahan iklim.

"Saat pandemi COVID-19, emisi gas rumah kaca ini berkurang signifikan sekali terutama di sektor transportasi karena orang-orang di rumah tidak di luar. Penurunannya mencapai 13-16 persen. Hanya memang, konsumsi energi tidak turun signifikan karena orang di rumah menggunakan listrik untuk kebutuhan masing-masing," ucap dia.

Namun, menurut Guru Besar FH Unpad Ida Nurlinda, wabah COVID-19 juga menumbuhkan tingkat limbah plastik dan detergen cuci tangan. Tak hanya itu, ada pula peningkatan sampah akibat penggunaan alat pelindung diri (APD).

Maka itu, Ida memberi catatan bahwa ke depannya tantangan dunia ialah terus memperbaiki perubahan iklim dengan menekan peningkatan jumlah limbah akibat COVID-19.

4. Kearifan lokal dalam menekan potensi perubahan iklim

Wabah COVID-19 Tekan Polusi, Tapi Hadirkan Sampah Plastik dan APDAnak-anak Suku Baduy (Antaranews)

Sementara itu, Gita Syahrani, Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), mengatakan jika Indonesia cukup beruntung karena memiliki beragam suku dan adat yang mengedepankan kearifan lokal guna kelestarian lingkungan. "Kearifan lokal ini efektif membantu pemerintah menangani perubahan iklim. Keyakinan akan pentingnya menjaga kondisi bumi yang diwariskan secara turun-temurun membuat masyarakat disiplin menjaga lingkungan," ujar Gita.

Gita bahkan mengklaim bahwa lanskap alam di daerah yang terafiliasi di bawah organisasinya sudah masuk dalam kategori lestari. LTKL beranggotakan sejumlah kabupaten di Indonesia yang  melibatkan masyarakat adat yang selama ini konsisten menjaga hutan.. Di antaranya Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Siak, Kabupaten Sintang, Sigi, Bone Bolango, Gorontalo dan Kabupaten Aceh Tamiang.

Baca Juga: [FOTO] Potret Dukuh Mondoliko, Kini Terisolasi Akibat Perubahan Iklim

Baca Juga: Begini Cara Masyarakat Adat Molo Hadapi Perubahan Iklim di Wilayahnya

Baca Juga: BMKG Sebut Iklim Tropis Hambat Virus Corona, Kok Menyebar Luas di RI?

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya