Terdakwa Fitradjaja Sebut Enam Nama Pejabat Penerima Suap Meikarta

Ke-6 nama itu merupakan pejabat Pemerintah Bekasi dan Jabar

Bandung, IDN Times – Salah satu dari empat terdakwa kasus suap Meikarta yang tengah disidang, Fitradjaja Purnama, ditanyai kesaksiannya soal tindak-tanduk penyuapan pemerintah pada Rabu (13/1). Sejak sore hingga pukul 00.00, ia dicecar berbagai pertanyaan terkait koordinasi dan aliran suap Meikarta.
 
Menurut pantauan IDN Times, ada enam nama yang disebut bekas Konsultan Lippo Group itu sebagai penerima suap. Keenam nama tersebut meliputi pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Siapa saja mereka?

1. Berawal dari Neneng Rahmi

Terdakwa Fitradjaja Sebut Enam Nama Pejabat Penerima Suap MeikartaIDN Times/Galih Persiana

Kepada Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Fitradjaja menyebut adanya permintaan dari dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat guna mempermulus Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) proyek Meikarta.
 
“Awalnya (permintaan datang dari) Bu Rahmi (Neneng Rahmi, Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR), kemudian saya diperkenalkan ke Pak Jamal (Jamaludin, Kepala Dinas PUPR),” kata Fitradjaja, ketika ditanya Jaksa.
 
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Fitradjaja mengatakan jika Jamaludin meminta fulus Rp3-4 miliar untuk memuluskan penerbitan IPPT. Namun, Fitradjaja meminta pengurangan harga suap.
 
“Saya bilang ‘Gede itu pak, kalau 2 (Miliar) pantas,” ujar Fitradjaja. Setelah berkoordinasi dengan Billy Sindoro, Direktur Operasional Lippo Group sekaligus Bos Meikarta, duit pun cair dan diantarkan oleh Taryudi (Konsultan Meikarta).

2. Tina Toon juga meminta uang

Terdakwa Fitradjaja Sebut Enam Nama Pejabat Penerima Suap MeikartaIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Fitradjaja juga bercerita, adanya nama Tina Toon dalam setiap percakapan internal orang-orang Meikarta yang mengurusi izin. Tina Toon, kata dia, adalah Tina Kartini, Kepala Bidang Bangunan Umum Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
 
Kepada Fitradjaja, Tina meminta Rp10 juta per sarana teknis (sartek) Izin Mendirikan Bangunan (IMB). “Kalau tidak salah Rp10 juta per sartek. Jadi, totalnya itu Rp60 juta,” tuturnya.
 
Meski demikian, ia tak bisa memastikan apakah duit tersebut sampat dicairkan atau tidak. Dia hanya menyampaikan permintaan itu kepada rekan-rekannya di Meikarta.

3. Rp35 juta per tower untuk Pemadam Kebakaran

Terdakwa Fitradjaja Sebut Enam Nama Pejabat Penerima Suap MeikartaIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Ada pula nama Kepala Dinas Pemadam Kebakaran, Sahat MBJ Nahor, yang juga disebut oleh Fitradjaja sebagai salah satu pejabat yang meminta disuap. Dinas Pemadam Kebakaran merupakan instansi yang berhak menerbitkan rekomendasi proteksi kebakaran di kompleks Meikarta.
 
“Saya hanya mendengar permintaan itu, kalau tidak salah sebesar Rp35 juta per tower. Saya hanya dengar dari Henry. Seingat saya rekomendasi sudah selesai, tapi belum bisa diambil karena belum ada uang,” katanya.

4. Daryanto minta disuap Rp150 juta

Terdakwa Fitradjaja Sebut Enam Nama Pejabat Penerima Suap MeikartaIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Tak hanya itu, Fitradjaja pun bercerita soal adanya permintaan uang untuk menerbitkan Surat Keputusan Keterangan Lingkungan Hidup (SKKLH). SK tersebut hanya bisa diterbitkan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Daryanto, sebagai pemegang otoritas.
 
“Waktunya kurang lebih saat lebaran (2018). Dalam pertemuan, Daryanto minta untuk ada perhatian karena ini kerja berat untuk anak-anak,” tuturnya.
 
Dalam dakwaan, tercatat jika Daryanto menerima Rp500 juta dalam tiga tahap yaitu Rp 200 juta, Rp 150 juta, dan Rp 150. Dari total uang itu, Daryanto memberikan Rp 200 juta ke bekas Bupati Bekasi Neneng Hasannah.
 
Namun, menurut keterangan Fitradjaja di persidangan, permintaan Rp500 juta tak semuanya berhasil dicairkan. “Kalau enggak Rp300 juta ya Rp350 juta,” ujar dia.

5. Pemerintah Provinsi juga ikut minta suap

Terdakwa Fitradjaja Sebut Enam Nama Pejabat Penerima Suap MeikartaIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Setelah rapat di Kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri pada Selasa, 3 Oktober 2017, Fitradjaja menghadiri rapat BKPRD yang dipimpin oleh Deddy Mizwar (kala itu masih Wakil Gubernur Jabar).
 
“Rapat di BKPRD itu untuk menindaklanjuti rapat di Otda. hasil di situ, teknis detil apa-apa yang harus dilengkapi Lippo, kemudian karena saat itu tidak hadir dari Pemkab Bekasi, tapi ada poin untuk Pemda Bekasi. Jadi lebih banyak untuk Lippo melengkapi dokumen," kata Fitradjaja.
 
Dalam rapat tersebut, BKPRD menyanggupi untuk menerbitkan RDC. Selain itu, ada beberapa poin yang menjadi hasil rapat antara lain Lippo diminta melengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Amdal Lalu Lintas, daya dukung, dan daya tampung pengolahan sampah.
 
Setelah mengungkapkan isi rapat bersama BKPRD, Fitradjaja pun ditanyai jaksa tentang keterlibatan Yani Firman, Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Pemprov Jabar. Jaksa bertanya tentang proses pemberian suap untuk Yani.
 
Fitradjaja pun menjawab kalau proses pemberian uang tidak dilakukan saat rapat BKPRD. "Poin-poin itu (Yang diminta usai rapat BKPRD) sudah dilengkapi semua tapi kok tidak kunjung keluar RDC. Dari situ, saya minta Taryudi (Konsultan Lippo Group) mengecek sampai di mana, di situ dapat info bahwa berkas ada di Pak Yani,” ujar Fitradjaja.
 
Taryudi pun menyampaikan pada Fitradjaja bahwa Yani meminta untuk bertemu. “Lalu saya ketemu Yani dengan Henry (Jasmen). Muncul Pak Yani bilang perlu untuk temen-temen staf yang urus," tuturnya.
 
"Dia (Yani) ngomongnya 500 (juta) cukup atau enggak. Saya tahunya dalam dolar Singapura. Saya nggak tahu tepatnya, tapi kurang lebih Rp1 M," ujarnya. Sementara dalam dakwaan, Yani Firman disebut disuap dengan duit 90 ribu dolar Singapura.

Baca Juga: Begini Cerita Terdakwa Berbagi Duit Meikarta pada Pemerintah

6. Fitradjaja tak tahu dari mana duit berasal

Terdakwa Fitradjaja Sebut Enam Nama Pejabat Penerima Suap MeikartaIDN Times/Galih Persiana

Selama menjelaskan berbagai permintaan tersebut, Fitradjaja mengaku ingin menunaikan tugasnya dalam mengurus izin Meikarta dengan cara resmi. Namun, di tengah jalan ia dipalak oleh para pejabat tersebut.
 
Walhasil, mau tak mau dia meminta anggaran agar proses perizinan dapat dikerjakan. “Saya tidak tahu bagaimana uang itu dipersiapkan, dan dari mana sumbernya,” tutur Fitradjaja.

Baca Juga: Soal Suap, Bos Meikarta Merasa Difitnah Rekan Kerjanya

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya