Perjalanan Rohto, Obat Jepang yang Dijual di Indonesia Sejak 1934 

Sempat tutup, kini Rohto memproduksi 100 botol per menit.

Bandung, IDN Times – Sejak resmi diperdagangkan di Indonesia pada 1939, Rohto mengalami banyak kendala mulai dari sempat tutup pada medio 1970-an hingga menerima tantangan penyesuaian aturan yang dipegang BPOM di akhir 1990-an. Bagaimana perusahaan asal Jepang ini menjaga performa bisnisnya di Indonesia?

Meski tercatat mulai diperdagangkan pada 1939, Rohto sebenarnya dipercaya pertama kali masuk Indonesia pada 1934 melalui hubungan dagang antara Indonesia dan Jepang.

“Ada bukti iklan berbahasa Jawa dan Melayu yang menunjukkan Rohto dijual di Indonesia pada 1939. Tapi, dari daya yang kami punyai, ada bukti lain bahwa Rohto masuk Indonesia pada 1934 lewat hubungan dagang,” kata Presiden Direktur PT. Rohto Laboratories Indonesia, Mukdaya Massidy, ketika ditemui setelah acara Grand Launching Rohto Dayfresh dan Rohto X-Extra, di Kabupaten Bandung Barat, Kamis (28/11).

1. Bekerja sama dengan Kimia Farma

Perjalanan Rohto, Obat Jepang yang Dijual di Indonesia Sejak 1934 Presiden Direktur Rohto, Mukdaya Massidy (IDN Times/Galih Persiana)

Setelah Indonesia merdeka, kata Mukdaya, Rohto melanjutkan kegiatan niaga mereka dengan memproduksi obat tetes mata di Indonesia. Namun bukan dengan cara membangun pabrik, melainkan menjalin kerja sama produksi dengan Kimia Farma, perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia.

Namun, ketika itu banyak kendala yang dialami Rohto hingga harus membuat keputusan besar di Indonesia; menutup usahanya. “Kami bikin di sana (Kimia Farma), tapi kaerna satu dan lain hal akhirnya kami harus stop pada 1970-an,” kata Mukdaya.

2. Memasuki kesepakatan PICS

Perjalanan Rohto, Obat Jepang yang Dijual di Indonesia Sejak 1934 japantimes.co.jp

Kepergian Rohto ternyata hanya sementara. Pada 1996, mereka kembali lagi memproduksi obat tetes mata di Indonesia meski tetap harus bekerja sama dengan perusahaan produsen farmasi lainnya.

Namun, problema kembali datang seiring dengan keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang resmi menyepakati PICS (Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme alias Skema Kerjasama Industri Farmasi). PICS merupakan standar Eropa yang dipakai dengan tujuan menyehatkan bisnis industri farmasi.

Perusahaan yang bekerja sama dengan Rohto tersebut kukuh tak mau melonggarkan skema kerja samanya sesuai dengan aturan PICS. Walhasil, Rohto memilih untuk memutus kerja sama itu.

“PICS itu adalah standar Eropa sehingga hampir semua industri, termasuk aseptik, sangat cukup ketat sehingga harus dilakukan perbaikan. Dari pembicaraan kita dengan pihak produsen, ada keenggenanan mereka untuk melakukan investasi sehingga waktu itu saya berpikir kami harus melakukan investasi sendiri,” tutur Mukdaya.

3. Membikin pabrik sendiri

Perjalanan Rohto, Obat Jepang yang Dijual di Indonesia Sejak 1934 IDN Times/Galih Persiana

Meski kerja sama telah berakhir sebagai dampak daripada aturan PICS, Rohto tak mau diam. Mukdaya mengatakan bahwa ia segera membuat proposal ke Rohto Group, Jepang, untuk mencairkan investasi di Indonesia.

“Saya sendiri yang berangkat ke Jepang, dan ternyata usaha itu berbuah hasil,” ujarnya. Hasilnya, tentu, Rohto memutuskan untuk membangun pabrik sendiri di Indonesia demi memproduksi obat tetes mata.

Pembangunan pabrik dibagi tiga tahap dengan nilai investasi yang cukup besar, yakni pada tahun 2001, 2005, dan 2008. Pabrik obat tetes mata mereka sendiri diinvestasikan mulai 2008, dan mulai memproduksi pada 2010.

4. Mesin produksi 100 botol per menit

Perjalanan Rohto, Obat Jepang yang Dijual di Indonesia Sejak 1934 IDN Times/Galih Persiana

IDN Times berkesempatan untuk menengok kegiatan industri Rohto hingga ke dalam pabriknya, meski tak diizinkan mengakses kamera dan peralatan rekam lain. Di pabrik tersebut, Rohto memperkerjakan sekitar 500 orang karyawan dengan tugas beraneka ragam.

Produksi tetes mata Rohto berada di lantai paling dasar. Dengan mesin-mesin bikinan Jepang yang diklaim mutakhir, setiap menitnya Rohto berhasil memproduksi 100 botol. Mesin-mesin itu beroperasi selama 24 jam penuh.

Sementara di lantai dua terdapat sejumlah kegiatan produksi produk lain yang dibikin Rohto. Di antaranya ialah Selsun (sampo), acnes (sabun jerawat), hingga skin aqua (face and body lotion). Karena permintaan atas produk-produk itu tak setinggi permintaan atas obat tetes mata, maka Rohto hanya memproduksi sekitar 50 botol per menit. Mesin yang digunakan pun masih memerlukan andil tenaga manusia.  

“Semua produksi itu hannya untuk memenuhi permintaan di Indonesia saja, karena memang permintaanya cukup tinggi. Kami mendahulukan kepentingan masyarakat Indonesia agar tidak sampai kekurangan obat,” tuturnya.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya