Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Pemburuan Satwa Dilindungi

Polda Jabar baru menangkap seorang penadah satwa langka

Bandung, IDN Times - Organisasi pemerhati hewan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) berpendapat bahwa negara telah kehilangan banyak ekosistem satwa dilindungi. Hal itu terjadi sebagai dampak dari perburuan liar di Indonesia yang belum berhasil diredam.

Menurut perhitungan Ketua JAAN, Benfika, perburuan itu juga membuat negara merugi secara finansial hingga belasan triliun rupiah. "Mungkin kasus satwa ini dianggap belum seksi di Indonesia, padahal sebetulnya negara sangat dirugikan. Bisa sampai Rp17 triliun per tahun, apalagi kalau kerugian secara global akibat rusaknya rantai makanan," ujar Benfika, saat ditemui wartawan di Markas Polda Jabar, Kota Bandung, Senin (28/10).

1. Hukuman mesti ditingkatkan

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Pemburuan Satwa DilindungiIDN Times/Galih Persiana

Para pemburu satwa langka, kata Benfika, seakan tak pernah kapok melancarkan aksinya karena hukum di Indonesia tidak efektif menangani kenakalan mereka. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, kasus pemburuan hewan langka dapat dikenakan hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara.

"Kami sering mengawal persidangan dan melihat fakta bahwa putusan hakim selalu di bawah 5 tahun. Kebanyakan hukumannya 2 tahun penjara saja, bahkan ada yang di bawah setahun," kata Benfika.

2. Sulitnya menangkap penjual hewan langka

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Pemburuan Satwa DilindungiIDN Times/Galih Persiana

Benfika juga menjelaskan saat ini kiprah para pemburu liar juga penadahnya semakin sulit dideteksi. Berbeda dengan beberapa tahun lalu, saat ini para pemburu liar dan penadahnya lebih sering bertransaksi menggunakan WhatsApp ketimbang SMS.

"Bagi kami itu sulit dilacak. Mereka juga tidak mau menggunakan sistem COD (Cash on Delivery), tapi membuka rekening bersama. Itu modusnya sejak dua tahun lalu," tuturnya.

3. Dikirim via jasa ekspedisi

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Pemburuan Satwa Dilindungiinstagram.com/xubundi

Setelah bertransaksi dengan skema COD, penjual satwa liar kemudian mengirimkan dagangan ilegal itu melalui jasa ekspedisi yang dipesan secara online. Artinya, tidak ada tatap muka antarapenjual dan pembeli.

"Pedagang tidak mau dan tidak berani mengantarkan langsung hewan dilindungi itu," ujarnya.

Selain itu, lanjut Benfika, pedagang hewan dilindungi kerap kali menggunakan jasa pengiriman online dalam mengirimkan barang dagangannya. Dengan kata lain, tidak ada tatap muka antara penjual dan pembeli.

"Kemudian barang tersebut tidak mau diantar oleh pedagang secara langsung, tapi melalui kurir, atau semacam kendaraan online," kata Benfika.

4. Cara keji mendapatkan satwa langka

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Pemburuan Satwa DilindungiIDN Times/Galih Persiana

Di sisi lain, Benfika juga bersaksi bahwa satwa liar tersebut ditangkap oleh para pemburu dengan cara yang keji. Logikanya, kata dia, untuk mendapatkan anakan owa jawa pemburu mesti ikut membunuh induknya guna melancarkan perburuan.

Cara tersebut membuat para pemerhati hewan tersinggung. "Dengan demikian, satwa langka semakin cepat mendekati angka kepunahan. Apalagi jenis owa jawa, di mana pejantannya tak mau kawin lagi setelah pasangannya (induk) dibunuh pemburu," katanya.

Sebelumnya, Direktorat Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat baru saja mengamankan satu orang pria berinisial DN yang diduga melakukan tindak pidana konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ia diduga telah menyelundupkan dan hendak menjual sembilan ekor satwa dilindungi.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar, Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan jika sembilan ekor satwa yang hendak diniagakan oleh DN kini telah diamankan petugas. Sembilan ekor satwa dengan status dilindungi itu antara lain enam ekor lutung, dua ekor surilis, dan seekor owa jawa.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya