Ombudsman Kritisi Sosialiasi PPDB 2019 di Bandung

Sosialisasi tak sampai ke seluruh lapisan masyarakat

Bandung, IDN Times – Bersitegang antar orang tua calon siswa hingga adanya seorang ibu yang menginap di pelataran sebuah sekolah demi mendapat antrean terdepan mewarnai proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Dari berbagai kejadian tersebut, ada peran pemerintah sebagai penyelenggara PPDB yang dianggap kurang maksimal.

Ombudsman Kantor Perwakilan Jawa Barat menyoroti hal tersebut. Menurut Kepala Ombudsman Kantor Perwakilan Jawa Barat, Haneda Sri Lastoto, sosialisasi pemerintah dan beberapa aturan yang longgar membuat PPDB 2019 masih mendapatkan banyak evaluasi.

Apa saja yang sejauh ini telah Ombudsman simpulkan?

1. Sosialisasi baru dilakukan di sekolah

Ombudsman Kritisi Sosialiasi PPDB 2019 di BandungIDN Times/Galih Persiana

Pemerintah, kata Haneda, sudah menaati aturan dengan menggelar sosialisasi PPDB yang diatur secara sistem zonasi ke sekolah-sekolah di Jawa Barat. Mulai dari sosialisasi lewat kepala sekolah, hingga mengadakan simulasi PPDB 2019. Hasilnya? Sosialisasi dinilai tidak maksimal.

Buktinya, hampir rata-rata sekolah kembali menyosialisasikan PPDB sistem zonasi di tempatnya masing-masing kepada masyarakat. Artinya, masyarakat belum sepenuhnya mengetahui tata cara PPDB 2019. “Saya coba ikuti perkembangan pemberitaan media hari ini, dan itu buktinya. Artinya sosialisasi kemarin-kemarin belum dianggap selesai,” kata Haneda, kepada wartawan di Kantor Ombudsman Perwakilan Jawa Barat, Jalan Kebon Waru Utara, Kota Bandung, Selasa (18/6).

2. Ketengangan di SMA Negeri 24 Bandung

Ombudsman Kritisi Sosialiasi PPDB 2019 di BandungANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Sosialisasi pemerintah yang tak maksimal terjadi di SMA Negeri 24 Bandung. Kemarin, atau di hari pertama PPDB 2019 digelar, terjadi ketegangan antar orang tua murid di SMA negeri yang dicap favorit di Bandung Timur tersebut.

Ketegangan salah satunya disebabkan karena adanya kesalahpahaman konsep PPDB yang diterima para orang tua murid. Menurut Enceng Sanjaya, Sekretaris Panitia PPDB SMA Negeri 24 Bandung, banyak orang tua menganggap bahwa jika nomor urut pendaftaran berpengaruh pada kans seorang calon siswa diterima di sekolah pilihan.

“Padahal penentuan yang dilihat dari urutan pendaftaran itu hanya khusus untuk calon murid dengan zona yang sama,” kata Enceng, ketika ditemui di SMA Negeri 24 Bandung, Jalan A.H. Nasution, Kota Bandung, Senin (17/6). Padahal, peristiwa calon murid dengan zona yang sama jarang sekali terjadi karena rata-rata jarak rumah ke sekolah berbeda.

Anggapan bahwa nomor urut pendaftaran berpengaruh pada kans seorang calon siswa diterima di sekolah pilihan, menjadi penyebab yang sama dalam fenomena orang tua yang menginap di sekolah.

3. Perbedaan jam antrean

Ombudsman Kritisi Sosialiasi PPDB 2019 di BandungANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Tak hanya itu, Ombudsman juga menyoroti pemerintah yang tak mengatur secara ketat jam pembukaan antrean di tiap sekolah di SMA dan SMK se-Jawa Barat. Di Kota Bandung, misalnya, terjadi perbedaan mencolok dari waktu pembukaan antrean SMA Negeri 23 Bandung.

“Di beberapa sekolah, antrean dibuka pukul 06.15 WIB. Tapi di SMA Negeri 23 Bandung, antrean baru dibuka pukul 08.00 pagi. Dinas Pendidikan penting untuk mengamati itu,” tutur Haneda.

Perbedaan waktu yang begitu panjang itu, bisa membuat masyarakat lelah. Ia berharap, Dinas Pendidikan lebih mendetail misalnya dengan mengeluarkan instruksi pada tiap sekolah agar waktu pembukaan antrean dilakukan secara serentak.

4. Pemerintah wajib menyamaratakan kualitas sekolah

Ombudsman Kritisi Sosialiasi PPDB 2019 di BandungIDN Times/Prayugo Utomo

Yang membuat Haneda miris, ialah masih adanya beberapa kecamatan di Jawa barat yang belum memiliki sekolah dengan fasilitas yang baik. Padahal, sistem zonasi yang diterapkan pemerintah sejak beberap tahun terakhir dibuntuti dengan kewajiban memperbaiki sarana dan prasarana tiap sekolah.

“Bahkan, di beberapa kecamatan di Kota Bandung juga ada (sekolah yang kekurangan fasiltias),” kata Haneda. Padahal, sebagai kota besar di Jawa Barat, Bandung selayaknya menjadi daerah percontohan bagi kota dan kabupaten lainnya.

Perbaikan itu tak lepas dari misi menyamaratakan kualitas sekolah, dan menghilangkan stigma sekolah favorit di masyarakat. “Kami meminta agar negara jangan merampas hak konsistutsi warga negaranya sendiri karena kelalaian negara untuk memfasilitasi itu,” tuturnya.

Baca Juga: Ombudsman: PPDB 2019 dari Jual Beli Kursi hingga Kartu Keluarga

5. Harus tuntas pada PPDB 2020

Ombudsman Kritisi Sosialiasi PPDB 2019 di BandungIDN Times/Galih Persiana

Berbagai informasi yang tak sampai ke seluruh lapisan masyarakat menjadi catatan penting Ombudsman pad pemerintah sebagai penyelenggara PPDB. Jika PPDB dengan sistem zonasi masih mengalami banyak kekurangan, ia khawatir pemerintah mengambil hak warga negaranya.

“Jadi negara merampas hak warganya sendiri, karena kewajiban-kewajibannya itu terabaikan oleh negara. Begitu,” ujar dia.

Baca Juga: Dedi Mulyadi: Sistem Zonasi PPDB di Indonesia Perlu Disempurnakan 

Topik:

  • Galih Persiana
  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya