Menteri Susi: Tidak Pantas Seseorang Miskin di Negeri Kita yang Kaya

Lewat Surat, Menteri Susi titip pesan bagi generasi penerus.

Bandung, IDN Times – Susi Pudjiastuti boleh disebut menteri paling nyentrik dalam kabinet kerja Presiden Joko “Jokowi” Widodo di periode pertamanya. Menteri Kelautan dan Perikanan ini dikenal dengan ketegasannya dalam menumpas kapal-kapal ilegal yang mencuri ikan di laut Indonesia.

Namun, di balik itu semua, sebelum duduk di kursi Menteri KKP, Susi punya jalan hidup yang panjang dan berliku. Di awal 1982-an, Susi meninggalkan bangku SMA dan memilih untuk berjualan ikan. Itu bukan hal aneh, karena semasa kecil ia sudah sering membuntuti nelayan untuk melaut sampai berhari-hari.

Pada 1996, bisnis penjualan ikan Susi menapaki babak baru dengan berdirinya sebuah pabrik pengolahan ikan di Pangandaran, Jawa Barat. Bisnisnya terus berkembang, setelah ia membeli dua pesawat Cessna Caravan untuk memenuhi permintaan lobster dalam negeri pada 2004.

Bagi Susi, menjadi sukses di Indonesia bukan tugas mudah karena terbatas regulasi yang ketat dan problema-problema lainnya. Namun, kata dia sebelum menjadi menteri, dalam buku Menjadi Indonesia: Surat dari & untuk Pemimpin (2013, hlm. 310), tidak pantas masyarakat Indonesia miskin di negaranya yang kaya.

1. Putus sekolah bukan akhir dari segalanya

Menteri Susi: Tidak Pantas Seseorang Miskin di Negeri Kita yang KayaIDN Times/Nindias Khalika

Dalam surat yang ditulis Susi pada kertas berkop PT. ASI Pudjiastuti Aviation dan dikirimkannya ke dapur Tempo Institute itu, ia menulis perjalanan singkat tentang dirinya. Utamanya tentang dunia usaha yang ia lakoni di sebagian besar hidupnya.

Susi mengatakan jika pada 1982, ia memutuskan untuk meninggalkan pendidikan kelas 2 SMA dan memilih untuk mencari duit. Tapi, pekerjaan macam apa yang pantas bagi seseorang dengan ijazah SMP?

“Saya sadar dengan hanya berbekal ijazah SMP, tak akan ada satu pun perusahaan yang mau mempekerjakan saya. Kalaupun ada hanya sebagai sebagai cleaning service,” tulis Susi dalam surat tersebut.

Namun, ia punya keyakinan lain. Baginya, “putus sekolah bukanlah akhir dari segalanya.” Hingga saat ini, Susi tidak pernah menyesali keputusan itu meski sadar bahwa meninggalkan pendidikan adalah sebuah kesalahan.

2. Ketergantungan akan mengurangi kemandirian

Menteri Susi: Tidak Pantas Seseorang Miskin di Negeri Kita yang KayaIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Dalam surat itu Susi melanjutkan, bahwa di Pangandaran ia sempat berjualan bed cover—jenis usaha yang unik mengingat Pangandaran merupakan daerah panas, dan cengkeh. Namun, bekerja bagi orang lain, bagi Susi, akan mengurangi kemandirian.

“Saya tidak suka ketergantungan,” ujar dia.

“Pokoknya, apa saja yang bisa saya kerjakan akan saya kerjakan,” kata dia. Hingga akhirnya ia memilih untuk menjual ikan hasil tangkapan para nelayan Pangandaran. Bisnis Susi kemudian terus tumbuh, dan ia memilih untuk fokus pada bisnis hasil tangkapan lobster nelayan.

Bisnis menjual lobster ke Jakarta memiliki peluang keuntungan yang tinggi. Namun, tantangannya adalah bagaimana agar lobster-lobster itu tidak mati ketika proses distribusi dari Pangandaran ke Jakarta? “Hal ini membuat saya bertekad menerbangkan lobster-lobster hidup tadi dengan pesawat kecil ke Jakarta.”

3. Hidup harus mengambil risiko

Menteri Susi: Tidak Pantas Seseorang Miskin di Negeri Kita yang KayaInstagram @susipudjiastuti115

Dengan pengalaman singkat di atas, Susi ingin menyampaikan bahwa terkadang kita mesti berani mengambil risiko dalam setiap pilihan hidup. Tanpa mengambil berbagai risiko itu, Susi merasa tidak akan bisa duduk sebagai Presiden Direktur PT. ASI Pudjiastuti—ketika surat ditulis ia belum menjabat menteri.

Hal berisiko lainnya yang pernah Susi lakoni adalah ketika ia memutuskan untuk mendaratkan pesawat kecilnya di Meulaboh dan Pulau Simeuleu, setelah tsunami menggerus pesisir timur Daerah Istimewa Aceh.

Ia menerbangkan pesawat tanpa izin terbang bahkan izin operasi, tanpa kepastian bisa mendarat atau tidak. Namun, risiko itu ia jawab sehingga berhasil meyakinkan semua orang bahwa Meulaboh sudah bisa ditembus dan rakyat Aceh siap menerima bantuan.

4. Tidak mudah membuat usaha di negeri sendiri

Menteri Susi: Tidak Pantas Seseorang Miskin di Negeri Kita yang Kaya(Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ) www.instagram.com/@smindrawati

Dalam surat itu pun Susi mengakui bahwa memulai sebuah usaha di negeri sendiri bukanlah hal mudah. “Begitu banyak barikade yang harus kita hadapi, dari regulasi yang tidak flexible, paper work exercise yang berlapis yang mencekik kita (pengusaha), bahkan setelah kita menjadi sebesar sekarang,” tuturnya pada 2013.

Namun, bagi Susi, daripada mengeluh soal barikade-barikade itu, lebih baik pengusaha menganggap hal tersebut sebagai tantangan yang seru untuk dijawab. Dengan mampu menjawab setiap tantangan, maka seorang pengusaha dianggap berhasil membuat lingkungan usaha lebih kondusif bagi semua pihak.

5. Mulailah ubah pola pikir kita

Menteri Susi: Tidak Pantas Seseorang Miskin di Negeri Kita yang KayaPopbela.com

Dalam alinea terakhir surat tersebut, Susi berpesan agar masyarakat mulai mengubah pola pikirnya demi masa depan yang lebih cerah. Mulailah menanamkan pola pikir untuk selalu mau bekerja keras dan tidak berleha-leha.

“Sangatlah tidak pantas di negeri yang kaya raya; kita menjadi miskin. Seperti tikus mati di lumbung padi,” tulis Susi.

“Pemimpin masa depan, yaknilah keberhasilan kita untuk masa depan bangsa kita hanya kita dapatkan dengan jiwa dan pikiran yang merdeka dan mandiri,” tulis Susi, menutup suratnya yang dikirmkan untuk Tempo Institute.

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya