Menikmati Kemacetan Kota Bandung yang Makin Semerawut

IDN Times mencoba melintasi Jalan Jakarta, Kota Bandung

Bandung, IDN Times – Asian Development Bank (ADB) baru saja menerbitkan studi yang membuat publik, khususnya warga Kota Bandung, tercengang. Bagaimana tidak, studi tersebut menempatkan Kota Bandung di urutan ke-14 sebagai kota termacet di antara 278 kota di negara-negara berkembang Asia. Jakarta, yang dipandang sebagai keta termacet, malah ditempatkan di urutan ke-17.

Studi ADB dilakukan dengan metode perbandingan rasio waktu perjalanan dan jarak di setiap kota ketika jam sibuk (biasanya pagi dan sore) dan jam lengang. Dalam urutan sepuluh besar, yang rata-rata mendapat nilai 1,24 dalam studi tersebut, Manila (Filipina) menjadi kota termacet pertama. Artinya, masyarakat perlu waktu sekitar 24 persen lebih banyak untuk melintasi kota-kota tersebut ketika jam sibuk.

Bagaimana Pemerintah Kota Bandung menyikapi studi tersebut?

1. Empat pilihan jalur bagi warga timur Bandung

Menikmati Kemacetan Kota Bandung yang Makin SemerawutIDN Times/Istimewa

Bagi warga Bandung, khususnya yang tingal di Bandung Timur, tak ada pilihan lain selain menembus kemacetan bilamana hendak berpergian di pagi atau sore hari. Dari Cibiru, salah satu daerah paling timur Bandung, ada empat jalur yang bisa dilalui untuk dapat mencapai pusat kota, dengan asumi Jalan Diponegoro yang terdapat banyak kantor pemerintahan. Di antaranya:

  1. Jalur Jalan Ujungberung-Cicaheum-Surapati-Jalan Diponegoro
  2. Jalur Jalan Soekarno Hatta-Kiaracondong-Jalan Jakarta-Supratman-Jalan Diponegoro
  3. Jalur Ujungberung-Arcamanik-Antapani-Jalan Jakarta-Supratman-Jalan Diponergoro
  4. Jalur tol Cileunyi (Kabupaten Bandung) dan keluar di Jalan Pasteur (hanya bisa dilintasi kendaraan roda empat)-Jembatan Layas Pasupati-Jalan Diponegoro.

Dari keempat jalur pilihan itu, tak ada lalu lintas yang lengang baik pagi maupun sore hari. Jalur tercepat bagi kendaraan roda dua, kata seorang driver ojek online bernama Muhammad Salman, ialah melalui jalur pertama. Namun, pada Senin (7/10), ia terlambat 65 menit dari waktu biasanya ketika melintasi jalur pertama sekitar pulul 06.30 WIB menuju ITB yang terletak di Jalan Ganesha, pusat Kota Bandung.

2. Reportase dari Jalan Jakarta

Menikmati Kemacetan Kota Bandung yang Makin SemerawutIDN Times/Galih Persiana

IDN Times mencoba mengunjungi Jalan Jakarta dan Terusan Jalan Jakarta, Kota Bandung, sekitar pukul 11.30 WIB, dengan harapan jalur tersebut mulai lengang setelah terjadi kemacetan pada pagi hari. Namun, prediksi itu kembali meleset, karena nyatanya IDN Times memerlukan waktu 35 menit (dari waktu normal 10 menit menggunakan sepeda motor) untuk menuntaskan Jalan dua jalur sepanjang 3,8 km itu.

Kemacetan terjadi di beberapa titik Jalan Jakarta, di antaranya terjadi di persimpangan Jalan Jakarta-Jalan Subang, persimpangan Jalan Jakarta-Jalan Purwakarta, Jalan Jakarta-Jalan Hantap Raya, dan persimpangan Jalan Jakarta-Jalan Jenderal Ahmad Yani. Di titik terakhir, kemacetan terjadi karena proyek pembangunan jalan layang yang baru dikerjakan Pemerintah Kota Bandung beberapa waktu lalu.

Di jalur lurus sepanjang 3,8 km itu, lalu lintas didominasi keadaan macet ketimbang lengang. Bisa dibayangkan apa yang terjadi ketika lalu lintas memasukki jam sibuk sekitar pukul 06.00-10.00 WIB dan 16.00-20.00 WIB.

Baca Juga: Hindari Kemacetan Jalan Jakarta Imbas Proyek Flyover

3. Pemkot Bandung kritisi hasil studi ADB

Menikmati Kemacetan Kota Bandung yang Makin SemerawutIDN Times/Debbie Sutrisno

Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung, EM. Ricky Gustiadi, tidak menampik dan pula tidak membenarkan hasil studi ADB terkait kemacetan di Kota Bandung. Namun, dari hasil telaahnya terhadap studi tersebut, Ricky punya pendapat lain terkait dengan indikator penelitian.

“Setelah saya pelajari kajian dari ADB, indikator parameter variabel yang dibandingkan hanya dominan (tentang) ketersediaan angkutan massal,” kata Ricky, kepada IDN Times lewan pesan WhatsApp, Senin (7/10).

Secara tidak langsung, Ricky beranggapan bahwa hasil studi ADB tidak dapat dijadikan acuan bagi kondisi lalu lintas Kota Bandung secara menyeluruh.

Menurut Ricky, ada beberapa parameter lain yang diperlukan sebuah studi untuk mengukur kemacetan di sebuah kota. “(Misalnya) indikator level of service, waktu tundaan, panjang antrean, waktu tempuh, konsumsi bahan bakar, dan pengurangan polutan gas buang. Itu tidak dilakukan dalam survei yang detail,” tutur dia.

Baca Juga: Survey: Warga Bandung Keluhkan Penyelesaian Kemacetan yang Lamban

4. Lingkar labirin masalah kemacetan Bandung

Menikmati Kemacetan Kota Bandung yang Makin SemerawutIDN Times/Galih Persiana

Salah satu penyebab terjadinya macet ialah warga Bandung yang cenderung memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang transportasi umum. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, kata dia, mencapai rasio 80 banding 20.

“Jumlah pertumbuhan kendaraan (kepemilikan kendaraan pribadi) cukup tinggi dibanding jumlah pertumbuhan pembangunan infrastruktur jalan. Artinya, (lalu lintas Bandung) masih didominasi pengguna kendaraan pribadi, jadi sangat wajar mempengaruhi kemacetan,” ujarnya.

Pemerintah sebenarnya sudah mencatat kebutuhan atas moda transportasi yang lebih unggul untuk menjawab kebutuhan masyarakat Bandung. Bandung Urban Mobile Project, sebuah buku cetak biru yang disusun Dinas Perhubungan Kota Bandung di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil, membahas dengan matang kemungkinan dibangunnya LRT di Bandung.

Namun, dalam Bandung Urban Mobile Project, biaya menghadirkan LRT atau monorel di Kota Kembang tidaklah murah. Pemerintah perlu sekitar Rp6,279 triliun untuk dapat membangun prasarana monorel di Bandung—sebuah ongkos yang mahal untuk menuntaskan kemacetan.

Masalahnya, menuntaskan kemacetan di Bandung seperti menuntaskan lingkar labirin yang tak berujung. Maksudnya, pemerintah tak berdaya mengadakan infrastruktur moda transportasi massal tanpa adanya suntikan investasi. Namun, investasi pun sedikit banyak sulit didapat karena kondisi lalu lintas Bandung yang semrawut.

Baca Juga: Pemkot Bandung Dinilai Gagal Atasi Persoalan Kemacetan Lalu Lintas

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya