Mengapa Nusakambangan Tak Cocok untuk Koruptor?

Atas nama HAM, Nusakambangan tak cocok bagi koruptor.

Bandung, IDN Times – Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) terus menagih janji Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) terkait rencana pemindahanan narapidana kasus pidana korupsi ke Nusakambangan. Namun, penolakan terus terjadi, salah satunya dilontarkan oleh Yasonna Laoly akhir-akhir ini.

Yassona mengatakan, pengumpulan narapidana korupsi di Nusakambangan hanya akan membuat mereka semakin membandel. Soalnya, pulau Nusakambangan yang dinilai terpencil dapat membuat narapidana korupsi semakin berlaku seenaknya.

Penolakan juga dilontarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Liberti Sitinjak. Namun, berbeda dengan Yasonna, Liberti justru menorak karena dalih hak narapidana dalam mendapatkan pantauan medis selama berada di dalam tahanan.

1. Narapidana korupsi kebanyakan punya kesehatan rentan

Mengapa Nusakambangan Tak Cocok untuk Koruptor?IDN Times/Galih Persiana

Menurut Liberti, salah satu tantangan lembaga permasyarakatan yang menjadi tempat penahanan koruptor ialah menjaga kondisi kesehatan warga binaan. Pasalnya, sebagian besar koruptor yang berhasil ditangkap aparat dan dijebloskan ke penjara, berada di kategori usia manula.

“Coba buka indeks kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama di kalangan elite politik. Berapa elite politik kita yang sudah di atas usia 50 tahun? Banyak sekali,” tutur Liberti Sitinjak, saat ditemui IDN Times di kantornya, Jalan Kebon Waru, Kota Bandung, Selasa (25/6).

Tidak bisa dipungkiri, kata Liberti, berbagai jenis penyakit kerap muncul di usia manula. Mulai dari penyakit gangguan pada jantung, diabetes, dan lain-lain.

Menurut Kepala Lapas Sukamiskin, Tejo Harwanto, separuh dari warga binaannya berusia 58 tahun ke atas. “Ada beberapa pendekatan khusus memang untuk mereka, terutama agar kondisi kesehatannya tetap terjaga,” kata Tejo, kepada IDN Times, di Lapas Sukamiskin, Rabu (17/4).

2. Perlu waktu 1,5 jam menuju rumah sakit terdekat

Mengapa Nusakambangan Tak Cocok untuk Koruptor?Instagram.com/wilytaqwa_w

Liberti mengatakan jika posisi terpencil lapas-lapas di Pulau Nusakambangan akan menyulitkan petugas lapas dalam membawa seorang narapidana ke rumah sakit terdekat.

Perlu waktu paling sedikit sekitar 1,5 jam untuk berupaya menyelematkan seorang warga binaan dari penyakit yang dideritanya. Itu pun dengan asumsi bagi seorang warga binaan di Lapas Kelas I Batu, Nusakambangan, yang jaraknya tak jauh dari titik penyebrangan laut.

“Membawa dari Lapas Batu yang lebih dekat ke Sodong (pelabuhan di Pulau Nusakambangan) itu butuh waktu sekitar 30 menit. Menyebrang dari sana perlu waktu 30 menit lagi dengan menggunakan kapal kecil,” katanya. Evakuasinya juga perlu waktu 30 menit. Kalau seorang narapidana perlu segera dirujuk karena penyakit jantung, bagaimana?” tuturnya.

Sulitnya mengakses rumah sakit dapat menjadi pelanggaran bagi Kemenkumham dalam memberi hak berobat pada setiap warga binaan, sekali pun yang terjerat dalam kasus berat seperti tindak pidana korupsi.

3. Kecenderungan penambahan penyakit di balik jeruji

Mengapa Nusakambangan Tak Cocok untuk Koruptor?ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

Menurut pengalamannya memimpin sejumlah lapas di Indonesia, termasuk di Nusakambangan, Liberti kerap menemui narapidana yang kesehatannya semakin terpuruk. Hal itu bisa dimaklumi, mengingat seorang narapidana diambil sebagian hak sosialnya yang telah menjadi kebutuhan primer bagi seorang manusia.

Liberti mencontohkan, ia pernah menemui narapidana yang belum lama mendekam di penjara dan mendadak terganggu psikologinya. “Jangan heran kalau di dalam penjara itu banyak orang yang berbicara sendiri,” kata dia.

“Jadi kalau dibilang kenapa kesehatan setiap narapidana sering terganggu, saya bisa cerita panjang lebar. Kalau di Sukamiskin masih mending, ada waktu untuk bersosial. Kalau di Nusakambangan itu, jalan ke mana pun hanya tembok saja,” tutur Liberti.

4. Perspektif tunggal masyarakat

Mengapa Nusakambangan Tak Cocok untuk Koruptor?IDN Times/Galih Persiana

Ia menegaskan bahwa Kementerian Hukum dan HAM perlu menyeimbangkan dua hal yang bertabrakan, pemberian hukuman dan pemberian hak asasi pada setiap warga binaan. Maka itu, Liberti berharap masyarakat tidak berpikir skeptis terhadap penolakan tersebut.

“Kita perlu sepakat dulu. Kalau Anda berbicara dari sudut pandang bahwa koruptor itu telah maling uang rakyat, berarti Anda main dalam perspektif tunggal. Kemenkumham tidak bisa bermain di perspektif tunggal,” ujar Liberti.

“Kalau hanya berpikir dari perspektif tunggal, yang muncul hanya dendam karena ingin menghukum seseorang seberat-beratnya. Tapi ingat, ini negara Pancasila,” katanya.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya