Mengapa Kepala Daerah di Jawa Barat Paling Doyan Korupsi?

KPK telah menangkap 19 kepala daerah di Jawa Barat

Bandung, IDN Times – Selama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri sejak 2002, Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama soal kepala daerah yang terbukti korupsi di mata hukum. Per Oktober 2019, jumlahnya mencapai 19 orang terpidana dari total 119 terpidana tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.

Menurut anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari fraksi Golkar, Yod Mintaraga, kondisi itu jelas bikin prihatin. Sebenarnya, ia tak tahu apa saja yang melandasi para kepala daerah itu hingga berani melakukan tindak pidana korupsi. Yang jelas, kata dia, ada beberapa faktor yang bisa menimbulkan kecenderungan korupsi.

1. Tiga faktor penyebab korupsi

Mengapa Kepala Daerah di Jawa Barat Paling Doyan Korupsi?IDN Times/Galih Persiana

Faktor pertama, kata dia, adalah tidak kuatnya komitmen para kepala daerah dalam mengemban tugas memimpin daerahnya masing-masing. Faktor kedua, Yod berpendapat, sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang membuat tiap kepala daerah sering terpeleset khilaf melakukan korupsi.

“Karena ternyata di era reformasi ini Pilkada tidak mudah dan murah. Dalam kata lain, sistem Pilkada saat ini sangat mahal,” tutur dia, dalam diskusi KPK Panen Koruptor di Jabar yang digelar oleh Pusaka RMOL Jabar di Kedai Kongres, Kota Bandung, Senin (28/10) malam. Ongkos politik yang mahal untuk menjadi kepala daerah, bagi Yod, membuat seorang kepala daerah menempuh segala cara untuk membayar duit yang telah ia keluarkan jika berhasil memenangi kontestasi politik.

Selanjutnya, faktor ketiga ialah sistem pengupahan kepala daerah yang ia nilai terlalu kecil. “Bayangkan saja, seorang kepala daerah yang fungsinya mengatur daerahnya juga melaksanakan tugas dari pusat, itu digaji kecil. Salah satu Bupati di Jateng (dalam pemberitaan) menyampaikan gajinya hanya Rp5,9 juta. Seorang gubernur hanya Rp8 jutaan,” katanya.

Fenomena ketiga itu baginya sedikit banyak mendorong seorang kepala daerah berani melakukan tindak pidana korupsi. “Sebagai kader Golkar, tentu saya sedih. Apalagi kalau ada sesama kader partai yang kena, itu sangat menyedihkan, meski sebenarnya tidak ada kaitannya dengan partai,” ujar sosok yang dalam 40 tahun terakhir berkecimpung di dunia politik Jawa Barat ini.

2. Gaji kepala daerah sebenarnya sudah cukup

Mengapa Kepala Daerah di Jawa Barat Paling Doyan Korupsi?Ilustrasi korupsi. (IDN Times/Santi Dewi)

Setali tiga uang, Deden Rukman Rumaji, eks Wakil Bupati Kabupaten Bandung (2010-2015) sepakat dengan pendapat Yod bahwa seorang kepala daerah mesti berkomitmen terhadap dirinya sendiri untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.

Namun, di sisi lain, ia menampik penilaian Yod bahwa honor kepala daerah terlalu kecil jika dibandingkan dengan tugas yang diemban.

“Menurut saya jadi bupati dengan gaji segitu saja sudah cukup, kan ada tunjangan-tunjangan lainnya. Hanya persoalannya, apakah ketika mencalonkan diri di Pilkada itu seorang calon kepala daerah membawa utang atau tidak? Itu persoalannya,” ujar Deden, di tempat yang sama.

3. Sistem politik yang amburadul

Mengapa Kepala Daerah di Jawa Barat Paling Doyan Korupsi?IDN Times/Galih Persiana

Bagi akademisi Universitas Komputer Indonesia sekaligus Direktur Lingkar Kajian Komunikasi Politik, Adiyana Slamet, ada beberapa hal yang mendasari seorang kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi. Salah satu akar permasalahannya ialah mahar yang kerap dimintai partai politik pada seseorang yang hendak mencalonkan diri menjadi kepala daerah.

“Ada beberapa kejadian. Dulu, ada salah satu ketua Parpol didatangai oleh kadernya. (Ketua parpol itu kemudian bertanya) you punya duit berapa?” ujar Adiyana, di tempat yang sama. Mahar politik itu seakan-akan telah menjadi hal yang lumrah bagi seseorang yang meminta diusung partainya. Padahal sebenarnya, Undang-Undang Pemilu telah melarang terjadinya hal tersebut.

4. Potret masyarakat dalam berpolitik

Mengapa Kepala Daerah di Jawa Barat Paling Doyan Korupsi?HalloRiau

Fenomena mahar politik membuat partai politik hanya akan mengusung seseorang yang kuat secara finansial, ketimbang seseorang yang kompeten. Fenomena itu bagi Adiyana merupakan sebuah kegagalan dalam memanajemen partai politik.

“Hasilnya apa? Selama 2015-2017 saya penelitian di tujuh kecamatan di Kabupaten Bandung dan seluruh kecamatan di Kota Cimahi. Masyarakat ternyata enggak tahu siapa saja kandidat Pilkada ketika itu,” katanya.

“Bupati yang sedang memimpin daerahnya pun mereka enggak tahu. Mereka cuma bilang gini: siapa yang kasih (duit) besar, itu yang dipilih.”

Potret masyarakat yang ia temui di lapangan merupakan permasalahan pragmatisme di tingkat rakyat. Artinya, memang perlu ada pembenahan budaya berpolitik mulai dari masyarakat hingga para pejabat daerahnya.

Baca Juga: 10 Hal Sepele Ini Tanda Kamu Sudah Melakukan Korupsi!

Topik:

  • Galih Persiana
  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya