Jalan Susi Pudjiastuti Menjadi Menteri: Karena Jokowi Perlu Orang Gila

Bagaimana Susi komit terhadap pilihannya putus sekolah?

Bandung, IDN Times – Warganet tengah berkabung, begitu kira-kira yang bisa kita jumpai di lini media sosial usai pengenalan para menteri yang masuk dalam Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Rabu(23/10).

SusiPudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia periode 2014-2019 tidak lagi berada di kursi jabatannya. Presiden Joko “Jokowi” Widodo di periode keduanya resmi menjatuhkan pilihan pada EdhyPrabowo untuk mengisi jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Warganet menyukai Susi karena sikapnya yang berani, terlihat dengan amat terkenalnya frasa “tenggelamkan!” yang kerap dikaitkan dengan gaya Susi dalam memberi hukuman pada kapal asing yang maling ikan di wilayah kelautan Indonesia.

Sebenarnya, sifat pemberani bukan baru-baru ini ditunjukkan Susi. Ia dengan tegas meminta pada kedua orang tuanya untuk tidak lagi sekolah, yang artinya ia tak akan pernah punya ijazah SMA. Tapi, pilihan itu tidak ia ambil tanpa komitmen lain. Susi sekolah formal bukanlah tempatnya. Guru, bagi dia, adalah lingkungannya.

1. Anak orang kaya

Jalan Susi Pudjiastuti Menjadi Menteri: Karena Jokowi Perlu Orang GilaInstagram.com/susipudjiastuti115

Pada 15 Januari 1965, pasangan dari Jawa Tengah, Haji Ahmad Karlan dan Hajjah Suwuh Lasminah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Susi Pudjiastuti. Mereka adalah pasangan berduit. Ahmad dan Suwuh merupakan seorang saudagar sapid an kerbau yang membawa ratusan ternak dari Jawa Tengah untuk diniagakan di Jawa Barat.

Ahmad berasal dari keluarga berada. Kakek daripada Ahmad sendiri (buyut dari Susi) merupakan seorang tuan tanah dengan aset yang berlimpah. Hal tersebut sempat diakui Susi dalam buku berjudul Susi Pudjiastuti: Dari Bakul Ikan Jadi Menteri Kelautan & Perikanan (Maskur Piratna, 2015).

“Saya tak tahu bagaimana ceritanya sampai beliau (Ahmad Karlan) menetap di Pangandaran. Yang pasti, Haji Ireng, Kakek Buyut Saya, dikenal sebagai tuan tanah,” tutur Susi. Tanah keluarga Susi tercatat banyak mulai dari kolam ikan sampai kebun kelapa.

Dengan latar belakang seorang saudagar, alasan ekonomi sepertinya tidak tepat untuk mendasari keputusan Susi berhenti sekolah. Ada alasan lain yang membuat ia benar-benar tak mau lagi mengenyam pendidikan secara formal seperti anak-anak lainnya.

2. Tidak menonjol di sisi akademik

Jalan Susi Pudjiastuti Menjadi Menteri: Karena Jokowi Perlu Orang GilaInstagram.com/@susipudjiastuti115

Dalam beberapa kesempatan, Susi kerap mengakui bahwa keputusan tergila yang pernah dia ambil ialah keluar dari sekolah. Keputusan itu terjadi pada 1982, ketika Susi duduk di bangku kelas dua SMA Negeri Yogyakarta—sekolah terbaik di Yogyakarta pada masanya.

Susi jelas bukan anak yang malas belajar. Sebaliknya, ia cukup suka membaca buku pelajaran karena merasa terhibur selama mengisi kepalanya dengan ilmu. “Saya amat suka belajar, dan membaca buku-buku teks berbahasa Inggris,” katanya.

Rudy Prakanto, kepala sekolah SMA Negeri 1 Yogyakarta pernah membuka catatan hasil akademik Susi sekitar tahun 1980-1981. Susi, kata Rudy, bukanlah anak yang menonjol dari sisi akademik. Nilai rapor yang ia peroleh berkisar di angka 5-7 saja, kecuali Bahasa Indonesia karena ia berhasil mendapat nilai 8. “Keterangan dari guru yang pernah ngajar seperti itu,” kata Rudy.

Padahal, semasa duduk di bangku SD Negeri Pangandaran, Susi dipandang sebagai anak yang cerdas meski nilai akademiknya sama-sama tak menonjol. Hal tersebut diakui Edi Suparno, guru yang menangani Susi saat itu. “Waktu kecil dia lincah dan pemberani,” katanya.

3. Sekolah bukan tempat saya

Jalan Susi Pudjiastuti Menjadi Menteri: Karena Jokowi Perlu Orang GilaIDN Times/Kevin Handoko

Ketika menjadi siswi kelas dua SMA, Susi sering sakit-sakitan akibat sebuah kecelakaan yang mengharuskannya rutin meminum obat. Dalam buku yang sama, Susi mengaku pernah tergelincir di tangga, kemudian tubuhnya menggelinding ke bawah dan baru berhenti setelah kepalanya terbentuk tembok sekolah.

Kecelakaan itu membuat Susi kudu meninggalkan indekosnya dan pulang kampung ke Pangandaran dalam waktu beberapa hari saja. Namun, di sanalah titik di mana Susi memutuskan untuk tak melanjutkan pendidikan formalnya dengan tak lagi kembali ke sekolah.

Orang tua mana yang tak kesal dengan keputusan anak kelas 2 SMA yang ingin memutus sekolahnya. Tapi, beruntunglah Susi karena kedua orang tuanya cukup percaya dengan keputusan itu. “Rasanya begitulah kehendak Gusti Allah untuk saya. Kalau saja saya terus sekolah, lulus SMA, lalu kuliah di perguruan tinggi, pastilah cerita hidup saya akan berbeda,” ujar Susi.

“Saya bersyukur dibesarkan kedua orang tua yang sangat democrat. Mereka tidak menanamkan rasa malu bisa melakukan suatu pekerjaan yang memang halal.

Berbeda dengan anak lainnya, Susi yakin bahwa ia bisa lebih berkembang dengan tidak menempuh pendidikan jalur formal. Bagi Susi, sekolah justru bisa menjadi kerikil yang menghalanginya menggapai cita-cita.

Susi sama sekali tidak ingin menyalahkan sistem pendidikan di Indonesia pada 1980-an. Namun, kata Susi, sekolah memang tidak menjadi solusi bagi orang sepertinya. “Sekolah tidak cocok, jika saya paksain saya tidak akan ke mana-mana, that’s not what I wont. Saya ingin mengerjakan yang saya bisa. Saya ingin independen,” katanya.  

4. Montor mabur, bagi duit!

Jalan Susi Pudjiastuti Menjadi Menteri: Karena Jokowi Perlu Orang GilaInstagram.com/susipudjiastuti115

Ada dua cita-cita Susi sedari kecil: punya montor mabur sendiri. Montor mabur merupakan istilah yang sering dipakai orang Jawa untuk menamai pesawat terbang. Waktu kecil, kata Susi, ia selalu terkagum-kagum kalau melihat pesawat yang terbang di atas kepalanya. Bersama teman-temannya, Susi selalu berteriak-teriak tiap kali melihat montor mabur, “Montor mabur, montor mabur..!!! Bagi Duit!”.

Lewat sekolah, Susi merasa cita-citanya punya montor mabur sendiri sulit untuk dicapai. Ia yakin, dengan menjadi seorang pengusaha, maka cita-cita itu lebih tampak di depan mata. Maka mulailah Susi belajar berniaga setelah memutuskan untuk berhenti sekolah.

Berbekal Rp750 ribu hasil menjual gelang, kalung, dan cincin miliknya, Susi mulai jadi pengepul ikan pada 1983—satu tahun setelah putus sekolah. Ketika itu, ia mengaku hanya mampu membeli 1 kg ikan. Keesokan harinya, jumlah tersebut terus bertambah menjadi 2 kg, 5 kg, dan berkali lipat menjadi jumlah yang lebih besar.

Dalam waktu satu tahun, usaha Susi semakin berarti dengan berhasil memasuki pasar Cilacap sekitar tahun 1984. Usahanya mulai berkembang, Susi pun mulai menyewakan perahu pada para nelayan untuk mencari ikan dan mobil untuk mengirimkannya. Sama dengan jumlah ikan yang berhasil ia jual, jumlah perahu dan pesawat yang ia sewakan pun terus berkali lipat.

Bisnisnya terus berkembang hingga ia mendirikan pabrik pengolahan ikan dengan nama PT. ASI Pudjiastuti Marine Product—dengan produk unggulan lobster bermerek Susi Brand. Pasar yang ia jelajah makin berkembang hingga menyentuh negara-negara Asia dan Amerika.

Di titik itu, Susi harus melangkah lebih jauh. Ia merasa harus memiliki pesawat untuk memotong proses distribusi tangkapan ikan dari Pangandaran ke Jakarta hingga ke negara-negara lainnya. Maka ia meminjam duit pada bank untuk membeli sebuah pesawat pengangkut berjenis Cessna Caravan seharga Rp20 miliar pada 2004.

5. Kekonyolan meminjam uang

Jalan Susi Pudjiastuti Menjadi Menteri: Karena Jokowi Perlu Orang GilaIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Cessna jelas bukan barang murah, tapi Susi begitu yakin bahwa dengan memiliki montor mabur usahanya akan berkembang pesat. Maka, sejak 1999, Susi sudah memberanikan diri mendatangi sejumlah kantor bank untuk mengutarakan maksud meminjam uang.

Tapi penolakan—beberapa bernada seperti olokan—yang ia terima. “Boro-boro dapat pinjaman, eh saya malah dianggap enggak waras,” tutur Susi.

Berbagai penolakan itu ditelan Susi mentah-mentah. Lagian, kata dia, bank mana yang mau meminjamkan duit pada seorang perempuan yang cuma berbekal ijazah SMP? Apalagi jika petinggi bank mendengar alasan Susi meminjam uang: membeli pesawat untuk mengangkut ikan. Terdengar konyol, bukan?

“Kami (Susi dan Christian, suaminya ketika itu) mulai masukin bussines plan ke perbankan pada 2000, tapi nggak laku. Diketawain sama orang bank dan dianggap gila. Mau beli pesawat USD2 juta, bagaimana kan sama udang bisa bayar?” katanya.

Berbagai penolakan tak membuatnya berhenti berupaya memiliki Cessna. Usaha tersebut baru berbuah manis pada 2004, seiring dengan kepercayaan Bank Mandiri memberi pinjaman sebesar 4,7 dolar Amerika Serikat (sekitar Rp47 miliar) untuk membangun landasan dan membeli dua pesawat Cessna Grand Caravan.

Pada titik inilah Susi menjadi yang ia inginkan. Ia menjelma menjadi pengusaha terkenal di Indonesia, meski banyak petinggi bank tetap menjulukinya sebagai “Si Gila dari Pangandaran”.

Berbagai prestasi Susi membuat Jokowi kepincut untuk memintanya menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan selama 2014-2019. Beberapa hari setelah dilantik menjadi menteri, Jokowi menulis komentarnya tentang Susi di Facebook sebagai jawaban akan kontroversi penunjukkan Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Saya jawab enteng saja, "Ya, Saya memang butuh orang 'gila' untuk melakukan terobosan". Lalu Bu Susi Tertawa," tulis Jokowi dalam komentar Facebook-nya.

Susi memang memilih untuk tidak sekolah, tapi tetap menjalankan komitmennya dengan tepat. Hingga saat ini, Susi tidak pernah menyesali keputusannya berhenti sekolah, meski sadar bahwa meninggalkan pendidikan adalah sebuah kesalahan.

Baca Juga: Ini Sosok Edhy Prabowo Pengganti Menteri Susi Pudjiastuti di KKP

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya