[Fragmen Lapas Sukamiskin I] Soekarno dan Tudingan Makar di Bandung

Masa-masa sebelum Soekarno mendekam di Sukamiskin

Bandung, IDN Times – Bandung membentuk Soekarno sebagai pejuang kemerdekaan tulen. Di Kota Kembang ini, Algemeene Studie Club yang dibikin dan dipimpin olehnya bikin takut Belanda. Soekarno harus ditangkap hingga akhirnya dirampas kemanusiaannya di Penjara Soeka Miskin (Kini Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin).

Sekira pukul 06.00 WIB, masyarakat sudah berkumpul di Landraad, kini terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 5, gedung yang diperuntukkan Pemerintah Hindia Belanda guna menghakimi pribumi yang melanggar aturan. Hari itu sekitar akhir 1930, Soekarno akan membacakan nota pembelaan atas tudingan makar pada Hindia Belanda.

Sidang dimulai pukul 08.15 WIB, dan Soekarno memang berhasil menjadi singa podium selama membacakan naskah Indonesia Menggugat (Indonesie Klaagt Aan) dengan tebal 151 halaman . Namun, pengaruh politik saat itu tetap membuat Soekarno dihukum selama empat tahun penjara di Penjara Soeka Miskin. Di sana, Soekarno mahasiswa rantau yang perlente itu benar-benar terpuruk.

1. Mahasiswa itu mendirikan PNI

[Fragmen Lapas Sukamiskin I] Soekarno dan Tudingan Makar di BandungSejarah Kota Bandung (Nina Herliana Lubis, 2016)

Akhir Juni 1921, Soekarno menginjakkan kakinya di Stasiun Bandung, Jawa Barat, setelah menempuh perjalanan kereta dari Surabaya, Jawa Timur. Kedatangannya kala itu tak lepas dari rencananya untuk menempuh studi di Techische Hogere School (THS) atau saat ini dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Selama menjadi mahasiswa di Bandung, perhatian Soekarno terhadap kemerdekaan Indonesia semakin tumbuh. Karakter itu terbentuk dari kegiatannya dalam menggelar ragam diskusi politik dengan para tokoh pergerakan politik lainnya di Bandung antara lain A. Hasan, Gatot Mangkoepradja, Maskoen Soemadiredja.

Seperti yang tercatat pada buku Sejarah Kota Bandung (2016, hlm. 119) karya Nina Herliana Lubis, perkumpulan tersebut menjadi cikal bakal terbentuknya Algemeene Studie Club pada 29 November 1925. Beberapa kelompok yang memprakarsai Algemeene Studie Club antara lain Perhimpunan Indonesia, tokoh-tokoh nasionalis, dan mahasiswa THS. Mereka pun sepakat untuk mengangkat Soekarno sebagai pimpinannya.

Dalam perjalanannya, Algemeene Studie Club menjadi pendorong utama para tokoh pergerakan nasional di Bandung untuk mendirikan partai politik. Pada pertemuan 4 Juli 1927, mereka sepakat mencetuskan Perserikatan Nasional Indonesia yang kemudian berubah nama menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI).

2. Bikin takut Belanda

[Fragmen Lapas Sukamiskin I] Soekarno dan Tudingan Makar di BandungSejarahku

Soekarno menyetir PNI dengan beberapa asas perjuangan kemerdekaan, di antaranya ialah berdiri di atas kaki sendiri, non-koperasi, dan marhaenisme. Propaganda politik Soekarno di PNI ternyata mendapat respons baik dari masyarakat, sehingga membuat Pemerintah Hindia Belanda gerah.

Maka, tak heran jika tokoh-tokoh yang tergabung dalam PNI ketika itu mendapat pengawasan ketat dari pemerintah. Puncaknya, ialah ketika pemerintah menangkap Soekarno, Maskoen, Gatot, dan Supriadinata.

Pada 29 Desember 1930, mereka kemudian dijebloskan ke Penjara Banceuy selama sembilan bulan lamanya. Soekarno dan keempat rekannya itu dianggap melanggar Pasal 165 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan menyalahi Pasal 161, 171, dan 154, dengan tuduhan “mengambil bagian dalam suatu organisasi yang mempunyai tujuan menjalankan kejahatan di samping usaha menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda”.

3. Tulang punggung remuk di Penjara Banceuy

[Fragmen Lapas Sukamiskin I] Soekarno dan Tudingan Makar di BandungWikipedia

Selama sembilan bulan berada di Penjara Banceuy, Bung Karno mendekam di sel nomor 5. Di dalam ruangan sempit, pengap, dan lembap itu Bung Karno menghabiskan waktunya untuk menyusun pembelaan yang menjadi sebuah dokumen politik.

Dalam buku biografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno kepada Cindy Adams menjelaskan secara gamblang penderitaannya selama mendekam di Penjara Banceuy dan menyusun pembelaan itu.

Ia mengatakan bahwa telah menyediakan tinta dan kertas dari rumahnya. Namun, menyusun pleidoi tersebut sangat melelahkan Soekarno, sampai-sampai ia merasa telah meremukkan tulang punggungnya.

“Aku tidak punya meja untuk dapat bekerja dengan enak. Selain daripada tempat tidur, satu-satunya perabot yang ada dalam sel adalah sebuah kaleng tempat buang air. Kaleng yang menguapkan bau tidak enak itu adalah perpaduan dari tempat buang air kecil dan tempat melepaskan hajat besar,” kata Soekarno, dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Bung Karno dengan terpaksa memanfaatkan kaleng tersebut sebagai alas tulisnya dalam menyusun nota pembelaannya yang terkenal: Indonesia Menggugat. Setiap malam, setiap ada waktu luang.

4. Singa Podium

[Fragmen Lapas Sukamiskin I] Soekarno dan Tudingan Makar di Bandunghttps://www.google.com/imgres

Gedung Landraad menjadi saksi bisu bagaimana Soekarno memuntahkan ideologinya di depan majelis hakim dan masyarakat yang berkumpul untuk mendengar sang Ketua PNI membacakan pleidoi. Her Suganda, dalam buku Jejak Soekarno di Bandung (1921-1934) (2014, hlm. 108), menulis bahwa setelah 27 kali menjalani persidangan, hari itu Soekarno hendak membacakan pleidoi-nya di Landraad.

Persidangan dipimpin Hakim Ketua Mr. R. Siegenbeek van Heukelom dengan Jaksa Penuntut Umum Rd. Soemardisoerja, dan jajaran anggotanya. Bung Karno sendiri saat itu didampingi para pengacaranya yakni Mr. Sartono, Mr. Sujudi, Mr. Sastromuljono, dan ahli hukum Idi Prawiradiputra.

Tapi, alih-alih membacakan pembelaan, Soekarno hari itu malah seperti berorasi menyampaikan pidatonya. Suaranya lantang, sehingga ia tidak memerlukan pengeras suara agar pesan-pesannya dapat didengar masyarakat yang sudah berkumpul di sana.

5. Indonesia Menggugat

[Fragmen Lapas Sukamiskin I] Soekarno dan Tudingan Makar di Bandunghttps://bandanaku.wordpress.com

Inti dari isi dari pidato Indonesia Menggugat merupakan gagasan entitas ke-Indonesiaan dari segi politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Gedung Landraad, atau yang saat ini dikenal dengan nama Gedung Indonesia Menggugat, memajang isi pembelaan Soekarno dalam naskah Indonesia Menggugat.

“Kami tidak tahu apa-apa tentang tuan Hakim punya keyakinan politik. Kami tidak perlu mengetahuinya…Kami percaya bahwa tuan Hakim ingin menghukum si penghasut, karena juga ia adalah musuh di lapangan politik. Dan jikalau nanti kami uraikan kami punya keyakinan politik…atau ideologi kami, dan jikalau nanti kami masukkan “politik” di dalam gedung ini, maka bukan untuk memprogandakan kebenaran kami punya keyakinan itu, melainkan hanya supaya tuan-tuan bisa mengetahui azas dan sifat PNI, bisa menakar dan mengerti maksud kami penglihatan politik,” kata Soekarno di mula pembelaannya.

Dalam pleidoi itu Soekarno menekankan bahwa rakyat Indonesia ingin “melenyapkan kapitalmisme dan merubuhkan imperialisme”. Kedua hal itu, kata Bung Karno, hanya membuat pribumi menjadi buruh belaka—dengan upah minimum dan ekonomi yang buruk.

“…Suara kami itu didengarkan pula oleh rakyat yang kami abdi, mengumandang ke mana-mana melintasi tanah datar, gunung, dan samudra, ke Kotaraja sampai ke Fakfak, ke Ulu Siau dekat Menado sampai ke Timor. Rakyat Indonesia yang mendengarkan suara kami itu adalah merasakan mendengarkan suaranya sendiri.”

6. Menuju Soeka Miskin

[Fragmen Lapas Sukamiskin I] Soekarno dan Tudingan Makar di Bandunghttps://2.bp.blogspot.com

Suasana mahkamah Landraad hari itu diceritakan sungguh sunyi. Masyarakat yang hadir terpana dengan apa yang disuarakan Soekarno lantang-lantang di hadapan majelis hakim.

Namun, pembelaan yang dianggap hadirin berhasil mematahkan seluruh tudingan makar pada Soekarno itu, tidak menyurutkan keinginan Pemerintah Hindia Belanda untuk memenjarakan Si Bung. Her Suganda dalam dalam buku Jejak Soekarno di Bandung (1921-1934) (2014, hlm. 113) mengatakan jika para hakim hanya memerlukan waktu 20 hari untuk menyusun vonis setebal 66 halaman untuk Soekarno dan tiga rekannya.

Dalam sidang 22 Desember 1930, majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara pada Soekarno, dua tahun penjara pada Gatot Mangkupradja, satu tahun delapan bulan penjara pada Maskum Sumadireja, dan satu tahun tiga bulan pada Supriadinata dipotong masa tahanan.

Hukuman tersebut dianggap terlalu berat bagi Soekarno dan rekan-rekannya. Maka, para pengacara mereka kemudian mengajukan banding, meski pada akhirnya Raad van Justitie (Pengadilan tinggi) di Batavia (Jakarta) tidak mengabulkan banding itu.

Sejak saat itu, Soekarno, Gatot, dan Maskum, resmi mendekam di Penjara Soeka Miskin. Sementara Supriadinata tidak menemani mereka karena lebih dulu dinyatakan bebas. Sejak saat itu pula, kehidupan nelangsa terpaksa dihadapi Soekarno bertahun-tahun lamanya.

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia.

Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya.

Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya