Apa Pemerintah Boleh Produksi Vaksin tanpa Izin Pemilik Hak Paten?

Demi terciptanya herd immunity

Bandung, IDN Times - Vaksinasi merupakan salah satu upaya untuk melawan penyebaran COVID-19 yang makin meradang. Maka itu, jangan heran ketika faktanya para produsen vaksin di seluruh penjuru dunia tengah mengejar permintaan yang terus meningkat.

Tidak bisa dipungkiri jika vaksin merupakan barang penting selama masa pandemik COVID-19.  Sebagai penemuan penting, aturan hak kekayaan intelektual khususnya di bidang paten jadi melekat.

Tapi, atas nama percepatan proses vaksinasi dalam rencana herd immunity, apakah Pemerintah Indonesia boleh memproduksi vaksin tanpa izin hak paten produsennya?

1. Dalam situasi genting, pemerintah punya keleluasaan

Apa Pemerintah Boleh Produksi Vaksin tanpa Izin Pemilik Hak Paten?Botol berisi vaksin EpiVacCorona untuk melawan penyakit virus corona (COVID-19), yang dikembangkan oleh lembaga penelitian negara bagian Vector berbasis di Novosibirsk di bawah layanan Rospotrebnadzor, tampak pada foto siar dari lokasi tak diketahui di Rusia (ANTARA FOTO/Rospotrebnadzor Federal Service for Surveillance on Consumer Rights Protection and Human Wellbeing/Handout via REUTERS)

Menurut Guru Besar Departemen Hukum Teknologi Informasi dan Hak Kekayaan Intelektual Universitas Padjadjaran, Ahmad Ramli, pertanyaan itu dapat dijawab dengan merujuk Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

"Pemerintah berwenang memproduksi vaksin tanpa izin ke pemilik patennya dalam keadaan mendesak berdasarkan Pasal 109 ayat (3) huruf b Undang-undang Paten," ujar Ahmad Ramli, dalam webinar yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum Unpad, Kamis (24/6/2021).

Pandemik dianggap sebagai situasi genting, yang mana dapat memberi keleluasaan bagi pemerintah untuk memproduksi vaksin tanpa izin pemiliknya. Jangan sampai urusan kekayaan intelektual justru menghambat pencapaian target herd immunity.

Setali tiga uang, Guru Besar Hak Kekayaan Intelektual Unpad, Eddy Damian, juga sepakat dengan pandangan Ahmad. Selain menggunakan dasar hukum Undang-undang Paten, Kepres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 juga bisa jadi pegangan.

"Dengan adanya Keppres Nomor 11 Tahun 2020, maka pemerintah seharusnya bisa memproduksi vaksin tanpa membayar royalti kepada pemilik hak paten," ucap Eddy.

2. Produksi sendiri lebih baik disertai kesepakatan global

Apa Pemerintah Boleh Produksi Vaksin tanpa Izin Pemilik Hak Paten?Ilustrasi vaksin (Dok. ANTARA FOTO)

Dosen Fakultas Hukum Unpad, Ranti Fauza Mayana menyampaikan, Undang-undang Paten sudah mengatur situasi darurat yang tidak diperkirakan sebelumnya. Seperti yang termaktub dalam Perpres Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah.

"Jadi pelaksanaan paten oleh pemerintah karena kebutuhan mendesak mencakup produk farmasi yang harganya mahal, diperlukan untuk tanggulangi penyakit yang akibatkan kematian mendadak hingga meresahkan dunia," kata Ranti.

Merespons pandangan para pakar hukum, Direktur Operasional PT. Bio Farma Rahman Roestan, berbagi pengalamannya soal pembuatan vaksin berkaitan dengan hak paten saat merebak flu burung.

Waktu di Jenewa, dalam kasus flu burung, PT. Bio Farma mampu memproduksi vaksin flu burung asal patennya dibebaskan.

"Saat itu, industri besar melindungi hasil penelitiannya saat produknya dikirim ke berbagai negara yang terdampak. Indonesia hanya di awal saja, lalu berhenti. Tapi karena saat ini sudah pandemi global, ini (produsen vaksin) sudah saling berbagi," ucap Rahman Roestan.

Meski demikian, kata dia, alangkah baiknya jika ada kesepakatan bersama antara pemilik hak paten dengan pemerintah. "Perlu didampingi dengan kesepakatan global bersama. Jadi menurut saya, sekarang saatnya berbagi," ucap dia.

3. Produksi vaksin memerlukan biaya besar

Apa Pemerintah Boleh Produksi Vaksin tanpa Izin Pemilik Hak Paten?Ilustrasi Vaksin COVID-19. shutterstock.com

Direktur Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kemenkum HAM Freddy Harris menyampaikan, pemerintah sejatinya mendukung PT. Bio Farma untuk segera memproduksi vaksin.

"Tidak hanya vaksin, tapi juga mendukung memproduksi obat untuk mengurangi keterpaparan virus," ucap Freddy Harris, yang hadir pada webinar itu sebagai keynote speaker.

Sementara itu Ketua IKA FH UNPAD Yudhi Wibisana menambahkan, produksi vaksin COVID-19 memerlukan banyak biaya. Belum lagi, urusan soal penghargaan terhadap penemu atau inventor vaksin itu sendiri.

Dalam kondisi demikian, maukah pemerintah memproduksi vaksin yang saat ini hak eksklusifnya masih dipegang para inventor dari luar negeri?

"Kami berharap, dengan berkumpulnya para pakar hak kekayaan intelektual dan rahasia dagang dapat membawa hasil terbaik yang bisa jadi masukan untuk pemerintah dalam mempertimbangkan klausul government use dalam produksi vaksin demi kepentingan publik," ucap Yudhi.

Baca Juga: Vaksin Impor Terdaftar di WHO, Erick: Vaksin Kita Bukan Kaleng-Kaleng

Baca Juga: Polemik Vaksin Nusantara, DPR Rencanakan Bentuk Pansus Vaksin Impor 

Baca Juga: Kekurangan Vaksin Brazil Lobi AS untuk Impor Vaksin

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya