Whistleblower Dikriminalisasi, 24 Ormas Sipil Jabar Keluarkan Sikap

- Baznas Jabar melaporkan mantan pekerjanya, Tri Yanto (TY), yang mengungkap dugaan korupsi dana zakat senilai Rp9,8 miliar dan dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat sekitar Rp3,5 miliar.
- Koliber menilai tuduhan Baznas Jabar terhadap TY sebagai taktik klasik untuk membungkam whistleblower dan menuntut perlindungan menyeluruh terhadap TY.
- Kasus ini menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap whistleblower di Indonesia dan perlunya reformasi total mekanisme perlindungan pelapor di tingkat APIP dan Baznas nasional.
Bandung, IDN Times - Langkah Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang melaporkan ke kepolisian mantan pekerjanya, Tri Yanto (TY) mendapatkan respons dari 24 organsiasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (Koliber). Tri menjadi seorang whistleblower, karena berani mengungkap dugaan korupsi dana zakat senilai Rp9,8 miliar dan dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat sekitar Rp3,5 miliar.
Melalui siaran pers yang diterbitkan LBH Bandung, Banzas Jabar mengklaim menghormati prinsip perlindungan whistleblower, tapi dalam kasus TY, mereka justru melaporkannya ke pihak kepolisian. "Tuduhan bahwa TY dipecat karena indisipliner dan rasionalisasi lembaga adalah upaya untuk menutupi fakta bahwa pemberhentiannya terjadi setelah ia berjuang sejak tahun 2021 mengingatkan pimpinan Baznas Jabar, mengenai potensi risiko terjadinya pengambilan dana amil atau operasional dari dana zakat sampai 20,5 persen," tulis LBH Bandung dalam keterangannya.
"Ada juga dugaan penyalahgunaan jabatan, penyaluran tidak tepat sasaran, perlakuan istimewa pada mitra penyalur tertentu, keterlambatan penyaluran, serta risiko mark up pengadaan barang dari pengelolaan dana zakat dan hibah," kutip siaran pers tersebut, Jumat (30/5/2025).
1. TY disebut tak pernah bocorkan data ke publik

Koliber juga menilai tuduhan yang dilontarkan Baznas Jabar bahwa TY mengakses dan menyebarkan dokumen internal lembaga secara tidak sah adalah taktik klasik untuk membungkam whistleblower.
"Faktanya, TY tidak pernah menyebarkan informasi kepada publik, tapi informasi tersebut digunakan atas permintaan dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yaitu Inspektorat Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Satuan Audit Baznas RI (Pusat), hingga ke sejumlah penegak hukum untuk kepentingan dokumen pendukung aduan dugaan korupsi yang disampaikan TY."
Namun, setelah pengaduan tersebut justru identitas TY sebagai pelapor, beserta pengaduan dan bukti yang dilampirkan tersebar sehingga patut diduga ada kebocoran informasi dari para APIP tersebut. Selain itu, klaim bahwa dokumen internal tersebut merupakan informasi publik yang dikecualikan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Baznas Provinsi Jawa Barat No. 93/2022, patut diuji ulang karena berpotensi bertentangan dengan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
"TY sebagai pendengung (whistleblower) memiliki hak imunitas dan dokumen-dokumen yang digunakan TY untuk mengungkap indikasi tindak pidana tidak dapat dikenakan ketentuan Pasal Pemidanaan."
2. Laporan Baznas adalah bentuk kriminalisasi

Menurut Koliber, Baznas Jabar justru mengklaim menghormati proses hukum, tetapi mereka yang melaporkan TY ke kepolisian. Tindakan ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap whistleblower.
"Proses hukum seharusnya digunakan untuk mengusut dugaan korupsi terlebih dahulu, bukan untuk menekan pelapor. Baznas merupakan lembaga publik yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola dana umat (zakat, infak, dan sedekah). Sebagai lembaga publik yang mengelola dana umat, Baznas Jawa Barat seharusnya menjadi contoh tata kelola zakat yang mau dikritik dan transparan," ungkap Koliber.
Menurut Koliber, kasus ini jelas merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi dan partisipasi publik yang dilakukan oleh TY. Baznas Jabar menyatakan bahwa ini merupakan pelanggaran prosedur akses dokumen internal dan menyebarkannya ke pihak lain. Padahal, aduan untuk kepentingan publik kepada pihak lain merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi dan UU HAM.
Sebagaimana tertulis dalam ICCPR yang sudah diratifikasi oleh Indonesia, pembatasan kebebasan berekspresi harus dilakukan dengan memenuhi three part-test, yaitu asas legalitas, proporsionalitas-nesesitas, dan tujuan yang sah. Asas tujuan yang sah jelas tidak terpenuhi, karena pembatasan tidak dilakukan untuk melindungi hak dan reputasi orang lain, keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan publik, maupun moral publik. Sebaliknya, justru aduan TY merupakan ekspresi yang dikemukakan dalam rangka memperjuangkan kepentingan publik.
3. Ada kebocoran dari aparat yang tangani informasi itu

Kasus ini juga, lanjut Koliber, menunjukkan betapa lemahnya perlindungan terhadap whistleblower di Indonesia. Alih-alih melindungi TY, Banzas Jabar justru melaporkannya ke kepolisian. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 10 UU No. 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta Pasal 33 Konvensi PBB United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang mewajibkan negara untuk melindungi pelapor dari segala bentuk pembalasan atau perlakuan tidak adil.
Kasus ini menunjukkan bahwa Whistleblowing Protection System (WBS) di tubuh APIP Pemprov Jabar dan Satuan Audit Internal Baznas RI gagal berfungsi. Salah satu prinsip dalam Whistleblowing Protection System adalah melindungi pelapor dari segala bentuk retaliasi atau pembalasan.
"Kasus ini menunjukkan sistem pelaporan APIP patut diduga tidak mampu melindungi pelapor sehingga penanganan aduan tidak berjalan secara efektif," papar Koliber.
Mekanisme yang ada justru berbalik menghukum pelapor, bukan melindungi kepentingan pelaporan dan menginvestigasi substansi laporan. Hal ini bertentangan dengan UU No. 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta Pasal 33 Konvensi PBB United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia sejak tahun 2006.
4. Berikan enam tuntutan atas kasus ini

Berdasakan hal tersebut koalisi masyarakat sipil mengeluarkan pernyataan sikap
1. Hentikan proses kriminalisasi terhadap Sdr. TY dan keluarkan SP3;
2. Berikan perlindungan menyeluruh terhadap Sdr. TY sebagai whistleblower melalui LPSK dan KPK;
3. Segera selidiki substansi laporan dugaan korupsi yang disampaikan sebagai prioritas;
4. Lakukan audit independen terhadap pengelolaan zakat dan hibah di Baznas Jawa Barat;
5. Reformasi total mekanisme perlindungan pelapor di tingkat APIP dan Baznas nasional;
6. Dorong pembentukan UU Perlindungan Whistleblower dan Partisipasi Publik yang komprehensif.