Waspada Intensitas Hujan Tinggi, Jabar Siaga Satu Bencana Alam! 

La Nina sudah terprediksi di Samudera Pasifik

Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah membunyikan alarm siaga satu terhadap kemungkinan bencana alam yang terjadi. Siaga satu bahkan sudah dijalankan sejak September 2020.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menuturkan, penerapan tersebut merupakan langkah antisipatif Provinsi Jabar saat memasuki musim hujan. “Sudah sebulan lalu saya (Jabar) Siaga Satu karena ternyata September sudah hadir hujan. Dan kami ada kejadian kebencanaan di Cianjur dan Sukabumi,” kata Emil melalui siaran pers, Sabtu (10/10/2020).

Dia pun telah mengirim Surat Edaran (SE) kepada kepala daerah di 27 kabupaten/kota di Jabar. SE tersebut berisi soal antisipasi bencana di musim hujan mengingat 60 persen bencana alam yang terjadi merupakan bencana hidrologis.

Hidrologisnya terbagi dua untuk yang dari Jabar tengah ke utara bentuknya banjir, dan tengah ke selatan bentuknya longsor. Sebab, secara geografis Jabar dari banyak daerah yang kondisinya miring.

1. Siapkan cetak biru provinsi berbudaya tangguh bencana

Waspada Intensitas Hujan Tinggi, Jabar Siaga Satu Bencana Alam! ridwankamil

Menurut Emil, Pemprov Jabar tengah menyiapkan cetak biru Jabar sebagai provinsi berbudaya tangguh bencana (resilience culture province). Budaya Tangguh Bencana Jabar ini akan ditanamkan kepada seluruh warga melalui pendidikan sekolah sejak dini hingga pelatihan.

“Ini adalah upaya agar ketangguhan bencana ini menjadi budaya sehingga tidak melulu jadi urusan BPBD. Jadi, ini seperti di Jepang kami ikuti. Dan akan masuk ke kurikulum sekolah-sekolah. Kemudian menghadirkan kerelawanan bencana di tingkat RT/RW,” katanya.

Di Jawa Barat sendiri setiap tahunnya terjadi 2.000 bencana. Artinya, ketika dibagi rata-rata dalam satu hari ada tiga kebencanaan yang terjadi di provinsi ini.

2. La Nina mulai terdeteksi ada di Samudera Pasifik

Waspada Intensitas Hujan Tinggi, Jabar Siaga Satu Bencana Alam! pexels.com/Kaique Rocha

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, saat ini Indonesia sudah memasuki musim hujan. Musim hujan di Indonesia sendiri datang secara bertahap, dan diprediksi berakhir sekitar akhir Maret atau April 2021.

Pemerintah perlu mengantisipasi peningkatan curah hujan. Sebab, kata ia, bersamaan dengan masuknya musim hujan ini, BMKG Jepang, Amerika Serikat, dan Australia telah mendeteksi terjadinya La Nina di Samudera Pasifik.

La Nina ini merupakan anomali suhu muka air laut, di mana suhu di laut akan lebih dingin sampai bisa minus satu derajat celcius atau lebih.

3. Curah hujan akan lebih meningkat

Waspada Intensitas Hujan Tinggi, Jabar Siaga Satu Bencana Alam! Ilustrasi Suasana Hujan di Perkotaan (IDN Times/Besse Fadhilah)

Menurut Dwikorita, La Nina akan mengakibatkan aliran masa udara basah yang lebih kuat dari normalnya dari wilayah pasifik masuk ke Indonesia, terutama Indonesia timur, tengah, dan utara. Dampaknya adalah curah hujan bulanan di Indonesia ini akan semakin meningkat, peningkatan ini bervariasi atau tidak seragam dari segi ruang dan waktu.

“Misalnya mulai diprediksi akhir Oktober sebagian atau 30 persen masuk musim hujan. Mulai Oktober sekarang ini sudah mulai terjadi peningkatan curah hujan sampai bisa 40 persen bahkan lebih, terutama untuk hampir seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatera mulai Oktober atau November,” tambahnya.

Sementara pada Desember, Januari, dan Februari mendatang, curah hujan akan meningkat di wilayah Indonesia bagian tengah, timur, dan utara.

“Jadi, itu sekilas potensi peningkatan hujan akan lebih tinggi dari normalnya dapat mencapai 40 persen yang tentunya akan berdampak pada terjadinya bencana hidrometrologi baik banjir, longsor, angin kencang, atau puting beliung. Itulah sekilas prediksi cuaca selama kurang lebih selama enam bulan ke depan,” ucapnya.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya