Waspada, Gila Kekuasaan Bisa Buat Kalian Terjerumus Budaya Korupsi

Bukan aturan yang jelek, tapi yang menjalankan kurang tegas

Bandung, IDN Times - Perilaku korupsi saat ini masih sulit dihilangkan di kalangan masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah ketika seseorang berkaitan erat dengan kekuasaan. Ketika mereka merasa kuasa maka hal rakus lebih memungkinkan mengikuti sehingga budaya korupsi melekat pada orang tersebut.

Demikian disampaikan pakar politik dan pemerintahan Universitas Padjajaran Bandung, Muradi, dalam diskusi bertemakan 'Dampak Korupsi Terhadap Lingkungan', di Universitas Sangga Buana, Bandung, Senin (9/12). Muradi menjelaskan, korupsi cenderung dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan.

Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut aparatur sipil negara (ASN), legislator, dan kepala daerah menempati peringkat tiga besar sebagai pihak yang melakukan korupsi.

"Korupsi sifatnya lebih mengarah ke kekuasaan. Ini dari hulu sampai hilir," katanya.

1. Kekuasaan memberikan kenyamanan seseorang atau kelompok melakukan manipulasi

Waspada, Gila Kekuasaan Bisa Buat Kalian Terjerumus Budaya KorupsiIDN Times/Debbie Sutrisno

Muradi menuturkan, kekuasaan yang memberi segala kenyamanan bagi pemiliknya cenderung menimbulkan perilaku koruptif. Dengan perkembangan teknologi seperti sekarang tatacara korupsi pun semakin licik agar tidak diketahui penegak hukum.

Terkait posisi tiga besar pelaku korupsi yang diduduki ASN, legislator, dan kepala daerah, menurut dia hal ini dikarenakan biaya politik di dalam negeri yang sangat mahal. "Problem politisi dia butuh untuk pemenangan (pemilu). Tahun ketiga, tahun keempat (jabatan) sudah sibuk untuk penyiapan periode berikutnya," kata dia.

2. Perlu ada perbaikan dalam sistem pemerintahan dan politik

Waspada, Gila Kekuasaan Bisa Buat Kalian Terjerumus Budaya KorupsiDok. BNK Sukoharjo

Oleh karena itu, lanjut Muradi, perlu upaya keras dan serius untuk menghilangkan korupsi. Terutama dengan memperbaiki sistem baik dalam pemerintahan maupun penjaringan politik.

"Sistem yang diperbaiki. (Contohnya) Dengan modernitas, seperti sistem di-online-kan. Mungkin tidak semua berhasil, tapi ini berjalan," katanya.

Selain itu, perlu keberanian dari pihak terkait seperti pemegang kebijakan dan aparat penegak hukum. Ini penting untuk memberikan efek jera sehingga bisa meminimalisasi perilaku koruptif.

"Langkah Menteri BUMN untuk mengurangi pola-pola di BUMN itu bagian dari represivitas. Kalau (pejabat BUMN) salah, ya ganti saja," katanya.

3. Korupsi juga bisa disebabkan karena integritas petugas yang kurang

Waspada, Gila Kekuasaan Bisa Buat Kalian Terjerumus Budaya KorupsiPuluhan pegawai KPP Wates turun jalan kampanyekan antikorupsi. IDN Times/Daruwaskita

Sementara itu, Anggota DPRD Jawa Barat Sugianto Nanggolah menilai korupsi terjadi akibat lemahnya integritas para pihak terkait. Sebab, selama ini aturan yang dibuat sudah tepat, sayangnya yang menjalankan aturan kurang mumpuni.

Menurut dia, setiap regulasi yang dimiliki negara kita saat ini sudah bagus. "Kita punya perda, undang-undang. Tapi bagaimana, baik enggak menjalankannya? Kalau baik, selesai semuanya," kata dia.

Dia juga secara tegas menyoroti kemampuan pemerintah dalam menjalankan aturan. Kemampuan pemerintah dalam menjalankan undang-undang itulah yang jadi persoalan.

Bahkan, dia menyebut, korupsi tetap terjadi saat ini karena tidak ada satu pun regulasi yang dijalankan dengan baik. "Kalau regulasi dijalankan, tidak akan masalah," paparnya.

4. Lingkungan yang hancur juga karena budaya korupsi telah menjamur

Waspada, Gila Kekuasaan Bisa Buat Kalian Terjerumus Budaya Korupsi(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Rony Muharrman

Di tempat yang sama, Ketua Dewan Pembina Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Dedi Kurniawan, menilai, perilaku korupsi ini sudah sangat memperihatinkan. Bahkan kondisi lingkungan yang saa ini rusak parah diakibatkan juga oleh tindakan tidak terpuji itu.

"Kerusakan lingkungan ada indikasi kuat akibat korupsi," katanya. Sebagai contoh, menurutnya alih fungsi lahan hijau banyak yang dimanipulasi.

Seharusnya, pendapatan negara dari alih fungsi kawasan hijau itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk mengganti lahan hijau di tempat yang baru. Namun, menurutnya hal ini tidak dilakukan sehingga jumlah lahan hijau terus berkurang.

"KCIC (kereta cepat Jakarta-Bandung) memangkas perkebunan dan lahan hutan lindung. Lalu luasan lahan penggantinya enggak jelas. Di mana lahan pengganti hutan tersebut?" katanya.

Selain itu, menurutnya perilaku koruptif yang merusak lingkungan ini terlihat dari tidak tegasnya pemerintah dalam menjalankan aturan. "Contohnya provinsi tidak tegas dalam memberi rekomendasi izin di KBU (Kawasan Bandung Utara)," katanya.

Baca Juga: Ini Alasan Jokowi Tidak Hadiri Acara Hari Anti Korupsi di KPK

Baca Juga: 5 Kesalahan Pola Asuh Ini Dapat Menanamkan Bibit Korupsi pada Anak!

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya