Warga Diharap Tak Cemas dengan Keberadaan Tenaga Nuklir di Indonesia

Pemeritah terus mengawasi penggunaan energi ini

Bandung, IDN Times - Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) bekerja sama dengan berbagai pihak menyelenggarakan seminar keselamatan nuklir 2019 di Universitas Padjadjaran (Unpad), Kota Bandung, Senin(26/8).

Kepala Bapeten, Jazi Eko Istiyanto meminta masyarakat tidak khawatir hingga ketakutan dengan keinginan pemerintah membangun tenaga nuklir yang diperuntukkan ke dalam berbagai sektor. Sebab penggunaan nuklir mesti mendapat izin dan pengawasan secara ketat.

"Kita juga ingin melindungi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup dari radiasi nuklir. Kita juga melakukan inspeksi dan menyematkan berbagai syarat yang harus dipenuhi," ujar Jazi dalam konferensi pers, Senin (26/8).

Jazi tidak menampik jika masyarakat saat ini masih was-was dengan radiasi nuklir yang bisa membuat kesehatan terganggu. Namun, dalam penggunaan energi nuklir maupun pembangunan energi nuklir semua dilakukan secara teliti sehingga diupayakan tidak ada paparan energi yang membahayakan.

1. Pemerintah beri sanksi pada pelaku yang bermasalah dalam penggunaan energi nuklir

Warga Diharap Tak Cemas dengan Keberadaan Tenaga Nuklir di IndonesiaANTARA FOTO/KCNA via REUTERS

Menurut Jazi, pemerintah selama ini telah memberikan sanksi kepada perusahaan atau pihak tertentu yang dianggap lalai ketika memanfaatkan energi nuklir. Tahun ini saja setidaknya sudah ada 14 pihak yang di sanksi, menurun dibandingkan tahun lalu mencapai 22 kasus. Semua persoalan ini sudah ada yang inkrah di ranah hukum dan ada yang masih proses.

"Kasus terbanyak ada di Sumatera Utara. Mereka menggunakan nuklir cukup tanpa izin dan ada impor nuklir tak berizin. Ada juga yang izinnya belum beres," papar Jazi.

Ke depan, Bapeten akan membuat teknologi yang memudahkan pemerintah menyita alat pihak tertentu yang memang menyalahi aturan.

2. Penggunaan energi nuklir tetap diperlukan

Warga Diharap Tak Cemas dengan Keberadaan Tenaga Nuklir di IndonesiaIDN Times/Debbie Sutrisno

Di balik persoalan tarik ulur antara kebutuhan dan dampak negatif yang bisa terjadi akibat kelalaian, penggunaan energi nuklir dianggap sudah sangat mendesak. Salah satu yang bisa dimaksimalkan dari sumber energi ini adalah pembangkit listrik.

Staf Ahli Menteri Bidang Relevansi dan Produktivitas Kemenristek-dikti, Agus Puji Prasetyono, menuturkan, pemanfaatan tenaga nuklir di era sekarang sudah tak bisa dihindarkan lagi, bahkan sudah menjadi keharusan ketika sebuah negara ingin bergerak lebih cepat dalam menumbuhkan perekonomian dan berdaya saing dengan negara maju.

Selama ini penggunaan energi nuklir sudah banyak diterapkan baik bidang kesehatan, pertanian, hingga energi listrik. Khusus untuk energi listrik, nuklir diharap mampu mengatasi ketimpangan kebutuhan dan suplai di dalam negeri yang masih minim dan tidak merata.

"Kondisi kelistrikan kita ketahanannya semakin menurun. Kebutuhan energi dengan batu bara da gas pun semakin sulit memenuhi," ungkap Puji.

Sementara itu, untuk penggunaan energi baru terbarukan (EBT) masih sangat minim. Pembangunan EBT pun membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Harga jual yang tinggi kepada perusahaan listrik negara (PLN) membuat energi jenis ini tidak efisien.

3. Penggunaan EBT untuk kebutuhan listrik secara nasional belum memadai

Warga Diharap Tak Cemas dengan Keberadaan Tenaga Nuklir di IndonesiaIDN Times/Dhana Kencana

Berdasarkan rencana umum energi nasional (RUEN) yang ditetapkan presiden pada 2017, memperlihatkan bahwa kontribusi EBT pada 2015 baru mencapai 5 persen, Kemudian pemerintah bertekad menaikkan persentasenya mencapai 23 persen pada 2025, dan naik lagi menjadi lebih dari 31 persen pada tahun 2050, mendatang.

Sedangkan kontribusi gas relatif stabil, berkisar sekitar 23 persen. Untuk batu bara akan meningkat dari 25 persen pada 2015 menjadi lebih dari 30 persen pada 2025, tetapi setelah itu dikurangi sehingga menjadi sekitar 25 persen pada tahun 2050.

Khusus untuk minyak bumi telah ditargetkan untuk dikurangi peranannya setiap tahun. Jika pada 2015 kontribusinya mencapai 46 persen, maka angka tersebut akan turun menjadi kurang dari 25 persen pada 2025, dan terus menurun sehingga menjadi kurang dari 20 persen pada 2050.

"Tapi dengan kondisi sekarang targetan itu kemungkinan tidak tercapai. Maka PLTN dalam RUEN ini adalah pilihan terakhir. Pemerintah harus mendorongnya dan mengubah Undang-undang sehingga PLTN posisinya sama," kata Puji.

Hal ini juga yang dilakukan sejumlah negara maju di mana mereka sudah memiliki penggunaan nuklir untuk berbagai sektor termasuk energi listrik. Menurutnya, selama ini di negara lain PLTN dulu yang dibangun untuk kemudian EBT menyusul. Sehingga ketika EBT ini mahal ada subsidi silang yang diberikan.

Baca Juga: Dinilai Diperlukan, Pemerintah Bakal Bangun PLTN di Kalimantan Barat

Baca Juga: Ketua DPD RI Dukung Pembangunan PLTN di Indonesia 

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya