Warga di Cekungan Bandung Terancam Krisis Air Akibat Alih Fungsi Lahan

Kawasan pemukiman dan industri renggut lahan resapan air

Bandung, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat mewanti-wanti pemerintah daerah dan masyarakat yang berada di cekungan Bandung terkait ancaman krisis air. Hal itu dikarenakan banyaknya lahan yang selama ini menjadi kawasan resapan air bakal beralih fungsi.

Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar Haerudin Inas mengatakan, dari studi kasus Kawasan Bandung Selatan, dalam dokumen KLHS Tata Ruang dan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung, terdapat peningkatan kawasan pemukiman yang sangat signifikan sebesar 8.743,34 hektare (Ha).

"Dibandingkan RTWT pada 2016-2036 di mana RTRW kawasan pemukiman sebesar 33.458,53 Ha, kemudian naik menjadi 42.201,87 Ha pada RTRW 2023-2043," kata Haerudin melalui siaran pers dikutip, Rabu (25/10/2023).

1. Banyak lahan pertanian akan hilang

Warga di Cekungan Bandung Terancam Krisis Air Akibat
Alih Fungsi LahanIlustrasi tanah tanah kas desa. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Data pemukiman pada RTRW 2023-2043 dibagi dua, yaitu pemukiman pedesaan dan pemukiman perkotaan. Kawasan pemukiman yang paling luas adalah pemukiman perkotaan yakni sebesar 35.951,00 Ha.

Kawasan terbesar yang berubah menjadi pemukiman adalah kawasan pertanian. Hal ini bisa dilihat dalam dalam data dimana terjadi pengurangan lahan pertanian sebesar sebesar 5.354,61 Ha dibanding RTRW 2016-2036 dari 39.422,96 Ha menjadi 34.068,35
Ha, dengan proporsi kawasan pertanian pangan sebesar 18.560,31 Ha dan kawasan holtikulturan sebesar 15.508,04 Ha.

"Tentunya kondisi ini akan berdampak pada kondisi tutupan lahan. Dengan semakin luasnya Kawasan pemukiman maka akan mempersempit luasan daerah resapan air. Seburuk-buruknya wilayah pertanian masih bisa meresapkan air. Berbeda dengan lahan pemukiman, tanah-tanah akan tertutup dengan tembok dan aspal jalan," papar Haerudin.

Celakanya lagi kawasan pemukiman ini berada di daerah tangkapan air mikro daerah aliran sungai (DAS) seperti yang ada di mikro DAS Cipelah, Kelurahan Wargamekar Kecamatan Baleendah.

2. Pembangunan tempat wisata perparah ketersediaan air baku warga

Warga di Cekungan Bandung Terancam Krisis Air Akibat
Alih Fungsi LahanPemandian Air Panas Kertamanah Pangalengan (instagram.com/wisataalamkertamanah)

Berdasarkan data KLHS RTRW 2023-2043 Kabupaten Bandung, kecamatan Baleendah dari sisi ketersediaan air sudah minus 9.559.297 liter/tahun. Dengan semakin
berkurangnya daerah resapan air maka akan meningkatkan ketergantungan pasokan air dari daerah lain.

Alih fungsi lahan untuk pemukiman yang masif ini bukan hanya terjadi di Kecamatan Baleendah, tapi terjadi juga di kecamatan Bojongsoang, Ciparay, Arjasari, Katapang, Soreang, Majalaya, Solokan Jeruk, Cicalengka dan Rancaekek.

"Dengan ditetapkannya Kabupaten Bandung menjadi bagian dari KSN Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, dimungkinkan akan terjadi pemukiman yang lebih masif," paparnya.

Haerudin menuturkan, dalam Perpres No. 45 tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Salah satu fungsi ruang kabupaten Bandung adalah sebagai salah satu destinasi wisata.

Fungsi ini sudah terlihat dengan pembangunan kawasan wisata yang masif di Kabupaten Bandung seperti yang terjadi di Kecamatan Pangalengan. Aktivitas usaha pariwisata lantas merenggut hak air di mana pembangunan dek campground masuk sampai ke Badan Sungai Cisangkuy.

Selain itu pengembangan kawasan wisata juga akan mengundang banyak investasi untuk mendirikan bangunan seperti villa dan hotel.

3. Pembangunan pabrik juga membuat ketersediaan air menipis

Warga di Cekungan Bandung Terancam Krisis Air Akibat
Alih Fungsi LahanSalah satu pabrik milik investor di PPU (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Ancaman sumber daya air yang lain adalah perluasan kawasan Industri. Dalam dokumen KLHS RTRW Kabupaten Bandung 2023-2043, 4. Terdapat penambahan kawasan industri seluas 388 Ha dari 4.386,00 dalam RTRW 2016-2036 menjadi 4.774,88 Ha
dalam RTRW 2023-2043.

Meskipun penambahan kawasan industri tidak terlalu luas, tapi industri sudah pasti membutuhkan sumber daya atau daya dukung alam yang lebih besar dibandingkan dengan pemukiman, di antaranya adalah daya dukung air dan energi.

Berdasarkan pemantaian dengan jasa ekosistem (JE) penyedia air, kawasan industri seluas 2.834,45 Ha, berada pada wilayah dengan JE penyedia air rendah, dan daya dukung air pun melampaui batas daya dukung air.

"Hal ini berarti kawasan tersebur akan membutuhkan pasokan dari daerah lain atau mengambil air bawah tanah yang akan berdampak pada lingkungan sekitarnya," papar Haerudin.

4. Konflik berebut air bersih dipastikan akan terus terjadi

Warga di Cekungan Bandung Terancam Krisis Air Akibat
Alih Fungsi LahanIlustrasi penyaluran air bersih.ANTARA FOTO/Risky Andrianto

Kondisi sulitnya mendapatkan suplai air bersih, lanjut Haerudin, bisa membuat konflik antara masyarakat khususnya yang berada di kawasan pertanian. Pendistribusian air yang tidak merata oleh pemerintah daerah bisa menimbulkan perselisihan antarwarga.

Untuk itu, Walhi Jabar mendesak Pemkab Bandung dan Pemprov Jabar untuk melakukan hal berikut:

1. Melanjutkan penyusunan Perda perlindungan Kawasan Bandung Selatan sebagai salah satu instrument pengendalian lingkungan dari ancaman ekspansi pembangunan yang akan merusak lingkungan terutama dalam Jasa Ekosistem Sumber Daya Air.

2. Melakukan penertiban Pembangunan perumahan oleh pengembang realestate agar tidak membangun kawasan hunian di daerah tangkapan air dan resapan air.

3. Mengembangkan konsep hunian susun sebagai salah satu program penyediaan rumah layak bagi masyarakat.

4. Memastikan siapapun yang akan membangun gedung/bangunan/rumah/pabrik mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) diseluruh wilayah Kabupaten Bandung

6. Menindak tegas pelanggar ruang.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya