WALHI se-Jawa Kritisi Kerusakan Alam Timbulkan Maraknya Bencana

Pulau Jawa sudah rawan ditinggali manusia

Bandung, IDN Times - Bencana alam di Pulau Jawa saat ini semakin sering terjadi dan memberikan dampak buruk pada masyarakat. Kondisi ini tidak lepas dari perubahan iklim yang dikarenakan adanya perubahan kondisi alam.

Ketua WALHI Jawa Barat, Wahyudin mengatakan, maraknya kegiatan pembangunan oleh pemerintah dan pihak swasta membuat kehancuran ekologi. Perubahan bentang alam ini yang kemudian berdampak pada semakin seringnya bencana tidak terkecuali angin puting beliung di kawasan Bandung Raya yang terjadi tiga hari berturut-turut.

"Kerusakan lingkungan semakin masif disebabkan ketidakbecuran pemerintah dalam melakukan pemanfaatan tata kelola ruang yang baik. Mengedepankan pemuian lingkungan serta keselamatan manusian tidak dipandang baik dan menjadi hal serius yang semestinya bisa dilakukan pemerintah," kata Wahyudin dalam diskusi WALHI se-Jawa di Kota Bandung, Selasa (27/2/2024).

1. Ribuan orang merugi akibat bencana

WALHI se-Jawa Kritisi Kerusakan Alam Timbulkan Maraknya BencanaKetika banjir melanda akibat semakin maraknya alih fungsi dan pengelolaan lahan gambut yang buruk di wilayah hilir Kalimantan Selatan pada tahun 2021. (pantaugambut.id/Donny Muslim)

Wahyudin menuturkan, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ribuan bencana alam sudah terjadi sepanjang 2023 mulai dari kebakaran hutan, longsong, kekeringan, hingga gelombang pasang. Bencana ini telah memaksa lebih dari delapan juta penduduk mengungsi, 250 lebih orang meninggal, dan 5.000-an orang luka-luka.

Kumpulan akan dampak bencana ini juga diakibatkan karena eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang terlalu berlebihan dan tidak memperhatikan kondisi jangka panjang.

Ketua WALHI Jawa Timur, Wahyu Eka Setiawan mengatakan, problematikan tata ruang yang ada mengakibatkan bencana yang tidak ada habisnya. Bencana yang dihadapi merupakan perpaduan antara perubahan iklim dan kacaunya tata ruang serta ekspansi ekonomi secara terus menerus.

"Bencana ini hampir terjadi di seluruh daerah di Jawa Timur. Dampak dari hal tersebut adalah ancaman pangan, lalu air bersih dan menurunnya kualitas lingkungan yang berdampak pada terganggunya kehidupan warga," kata dia.

Dia mencontohkan, di wilayah Kota Batu, Malang, dan Surabata ada alih fungsi kwasan termasuk hutan dan mata air, yang kemudian menimbulkan bencana banjir dan longsor.

Selain itu maraknya pertambangan termasuk di pesisir utara dan selatan semakin memperentan kawasan karena industri ini pun melakukan pembabatan hutan mangrove.

2. Penurunan muka tanah makin parah

WALHI se-Jawa Kritisi Kerusakan Alam Timbulkan Maraknya BencanaMasyarakat pesisir Kampung Tua Tanjung Uma Batam saat menunjukan sejumlah kerusakan akibat banjir rob (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Sementara itu, Ketua WALHI Jawa Tengah Fahmi Bastian mengatakan, keberadaan industri yang terus diperbanyak tanpa ada pengawasan secara menyeluruh membuat penggunaan air tanah tak bisa dibatasi. Alhasil, penurunan muka tanah pun terjadi di banyak wilayah.

Personal pengaturan ruang yang tidak melihat daya tampung dan daya dukung wilayah dan ditambah lagi persoalan krisis iklim akan menambah kebencanaan di Jawa Tengah.

Dia menyebut wilayah pesisir di Pesisir Utara seperti Pekalongan, Semarang, dan Demak sudah alami penurunan muka tanah sangat parah bisa mencapai delapan sentimeter (cm) setiap tahunnya.

"Personal pengaturan ruang yang tidak melihat daya tampung dan daya dukung wilayah dan ditambah lagi persoalan krisis iklim akan menambah kebencanaan di Jawa Tengah," kata dia.

Persoalan penurunan muka tanah pun disampaikan Ketua WALHI DKI Jakarta Suci F Tanjung mengatakan, Ibu Kota telah mengalami banyak permasalahan lingkungan hidup akibat pembangunan yang tidak metlihat kondisi ruang. Salah satu yang muncul dalam persoalan tersebut adalah penurunan permukaan tanah yang mencapat 12 cm per tahun, lalu krisis air bersih, polusi udara, pencemaran laut, sampah dan limbah yang tidak terkelola, serta tenggelamnya pesisir sampai ke pulau kecil.

"Selama ini masyarakat harus merasakan dampak penurunan kualitas hidup. Persoalan tersebut berakar pada ketidakadilan ruang akibat ketimpangan penguasaan agraria di Jakarta," kata dia.

3. Perkembangan pariwisata pun jadi ancaman kerusakan alam

WALHI se-Jawa Kritisi Kerusakan Alam Timbulkan Maraknya BencanaGoogle

Perwakilan WALHI Yogyakarta, Dimas mengatakan bahwa kerentanan hidup akibat banyaknya bencana alam juga terjadi di Yogyakarta. Data yang ada menujukkan ada sekitar 3,6 juga warga DIY yang berpotensi terpapar bencana kekeringan.

Pariwasata yang terus berkembang di provinsi ini pun bukan hanya berdampak pada ekonomi, tapi juga pada kelestarian ekosistem yang tergerus, salah satunya ancaman kehancuran kawasan karts.

"Dampak kerusakan ini akan sangat terasa untuk seluruh kalangan masyarakat termasuk para petani hingga nelayan," kata dia.

Baca Juga: Pemkab Sumedang Tetapkan Status Darurat Bencana Selama Sepekan! 

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya