Upah Pekerja Industri Garmen yang Tinggi Mulai Resahkan Investor

Pemprov Jabar segera cari solusi

Bandung, IDN Times - Sejumlah pelaku usaha yang berkecimpung di industri garmen di Provinsi Jawa Barat (Jabar) mulai resah. Hal ini dikarenakan upah minimum (UMP) di provinsi ini sudah cukup tinggi. Belum lagi tahun depan UMP sudah pasti naik sekitar 8,51 persen.

Ketua Asosiasi Perusahaan Garmen Korea di Indonesia Ahn Chang Sub mengatakan, kenaikan upah tersebut tentu memberatkan para pelaku usaha. Kanaikan upah sejauh ini belum sebanding dengan produktifitas yang dihasilkan.

Dia mencontohkan, di negara lain seperti Vietnam, waktu kerja para buruh mencapai 48 jam dalam satu minggu. "Sementara di Indonesia termasuk Jabar waktu kerjanya hanya sekitar 40 jam dalam satu minggu," ujar Ahn Chang dalam CEO Ambassador Breakfast Meeting di Hotel Hilton, Kamis (24/10).

1. Banyak pelaku usaha garmen mulai gulung tikar

Upah Pekerja Industri Garmen yang Tinggi Mulai Resahkan InvestorIDN Times/Debbie Sutrisno

Ahn Chan menuturkan, UMP di Jabar saat ini salah satu yang tertinggi. Kondisi ini jelas menyulitkan bagi pelaku industri yang bermain di garmen maupun tekstil. Kenaikan upah per tahun yang dirasa terlalu besar membuat investor khususnya dari Korea harus berpikir keras agar usaha mereka tetap berjalan.

"Di dalam Indonesia, Jabar (upahnya) terlalu tinggi daripada provinsi lain. Bandingkan dengan Jateng lebih dua kali. Bagaimana bisa hidup padat karya di Jabar," kata dia.

Kondisi ini sangat disayangkan karena 60 persen industri garmen di Indonesia berada di Jawa Barat. Tapi sayang karena berbagai persoalan termasuk upah menyebabkan banyak industri garmen yang gulung tikar

Berdasarkan catatannya, dalam kurun waktu lima tahun terakhir dari 160 industri garmen asal Korea telah ada 45 perusahaan yang tutup. Baik itu tutup secara permanen dan juga memindahkan usahanya ke provinsi atau daerah lain. 

"Kira-kira ada 45 perusahaan sudah tutup sejak lima tahun lalu sampai 2018. Sekarang di Jabar kira-kira 160 perusahaan Korea," ucapnya. 

2. Pemindahan industri ke luar Jabar bukan solusi gampang

Upah Pekerja Industri Garmen yang Tinggi Mulai Resahkan InvestorANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

Dengan situasi seperti sekarang memindahkan industri ke luar Jabar bukan menjadi solusi. Sebab sumber daya manusia di daerah atau provinsi lain dinilai belum memadai, meskipun upah di daerah lain sudah pasti lebih murah.

Dia mengaku, akan segera membahas mengenai upah ini dengan pihak-pihak terkait. Ahn Chang akan menggelar diskusi dengan Kementerian Tenaga Kerja, Pemprov Jabar, termasuk perwakilan buruh. 

"Kalau untuk hidup perlu upah khusus produk tekstil," ujarnya. 

3. Pemprov Jabar segera cari solusi efektif

Upah Pekerja Industri Garmen yang Tinggi Mulai Resahkan InvestorDok.Humas Jabar

Mendapat informasi ini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil segera mencari solusi agar para pelaku industri atau investor tidak memindahkan roda usahanya dari Jabar. Berbagai terobosan akan coba diterapkan agar mampu mengurangi beban setiap perusahaan. Namun untuk penerapan UMP 2020 tetap mengikuti pemerintah pusat. Meski demikian,

"Saya mau ketemu dengan pengusaha Korea. Jadi mereka dilema pindah ke Provinsi lain produktifitasnya tidak sebagai Jabar walaupun upahnya murah jadi serba salah," ucapnya. 

Ridwan mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan zonasi atau kluster untuk industri. Di daerah dengan upah tinggi akan diarahkan menjadi pusat industri seperti teknologi. Sementara upah rendah akan didorong untuk pengembangan industri padat karya. 

"Jadi bikin kluster, kapital intensif yang mahal-mahal yang teknologi. Jadi Karawang enggak cocok buat tekstil. Nanti zona paling bawah kita geser ke padat karya," ujarnya.

4. Kenaikan tingkat upah tidak sebanding dengan pembukaan lapangan kerja

Upah Pekerja Industri Garmen yang Tinggi Mulai Resahkan Investorhttps://unsplash.com/photos/dH5n-HLITNg

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Bara Ade Afriandi mengatakan, pertumbuhan perekonomian di Jawa Barat yang mampu tumbuh di atas rata-rata nasional merupakan hal baik. Sayangnya nilai tersebut tidak sebanding dengan gini ratio di Jabar yang naik dari 0,393 menjadi 0,405. Hal ini dapat diartikan bahwa naiknya upah yang didongkrak oleh kenaikan upah minimum Kabupaten/Kota tidak disertai dengan perluasan kesempatan kerja di sisi lain.

Di sisi lain, tingkat pengangguran terbuka Jawa Barat, menurun dari 8,16 persen pada Februari 2018 menjadi 7,73 persen Februari tahun ini. Namun hal ini juga disertai dengan peningkatan yang signifikan dari pangsa tenaga kerja informal dan pangsa tenaga kerja berpendidikan menengah dan tinggi.

Data ini menunjukkan asumsi penting bahwa kelulusan berpendidikan menengah dan tinggi tidak dapat masuk pada sektor industri formal baik karena kesenjangan standar kompetensi maupun karena keterbatasan industri yang dapat menyerap tenaga kerja tersebut. "Data ini juga telah menunjukkan telah terjadi shifting para pekerja sektor formal ke sektor-sektor informal," ujar Ade.

Baca Juga: Bahan Kimia yang Baik Bisa Kurangi Buruknya Buangan Limbah ke Sungai

Baca Juga: Banjir Tekstil Impor, 96 Importir Nakal Diblokir Kemenkeu

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya