Unpad Sediakan Fasilitas Ruang Aman Korban Penyintas Kekerasan Seksual

Korban kekerasan seksual harus dapat pendampingan

Bandung, IDN Times - Universitas Padjadjaran (Unpad) melalui Pusat Riset Gender dan Anak menyediakan fasilitas 'Ruang Aman' bagi korban dan penyintas kekerasan seksual. Fasilitas ini diharapkan menjadi tempat bagi para korban dan penyintas untuk mendapatkan keamanan dan perlindungan dari jerat kekerasan yang dialaminya.

Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang juga peneliti di Puris Gender dan Anak Unpad Prof. Aquarini Priyatna, M.A., M.Hum., PhD, mengatakan, berdasarkan catatan Komnas Perempuan 2012-2021, kekerasan perempuan di ranah pendidikan paling banyak terjadi di perguruan tinggi. Sebanyak 87,8 persen di antaranya merupakan tindak kekerasan seksual.

“Kekerasan seksual bukan sekadar kejahatan kesusilaan, melainkan kejahatan kemanusiaan. Penanganan terhadap korban kekerasan harus dilakukan secara sensitif dan dengan perspektif melindungi korban,” kata Aquarini dikutip dari laman unpad.ac.id, Minggu (24/4/2022).

1. Tempat ini harus memberikan pendampingan pada para korban

Unpad Sediakan Fasilitas Ruang Aman Korban Penyintas Kekerasan Seksualilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Guru Besar yang akrab disapa Prof. Atwin menuturkan, Unpad telah mengeluarkan Peraturan Rektor Nomor 41 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Unpad. Peraturan ini mendorong pada upaya pendampingan, perlindungan, dan pemulihan kepada korban, serta keadilan dengan memberikan sanksi kepada pelaku.

Guna menindaklanjuti peraturan tersebut, Puris Gender dan Anak Unpad kemudian menyediakan fasilitas Ruang Aman sebagai tempat bagi para korban dan penyintas untuk dapat menceritakan kekerasan yang dialaminya.

“Ruang Aman kiranya dapat memberikan tempat bagi para korban dan penyintas untuk dapat menceritakan kekerasan yang dialami di dalam lingkup yang aman tanpa prasangka, tanpa penghakiman, dan tanpa berbagai sikap yang seringkali menyalahkan perempuan korban,” papar Prof. Atwin.

Hadirnya Ruang Aman ini menjadi upaya Unpad dalam menanggapi isu kekerasan seksual di kampus secara serius, merangkul korban dan penyintas, serta memberikan peringatan keras kepada pelaku maupun calon pelaku kekerasan.

2. Unpad akan sanksi tegas pelaku kekerasan seksual

Unpad Sediakan Fasilitas Ruang Aman Korban Penyintas Kekerasan Seksualmamikos.com

Sementara itu, Rektor mengatakan, Unpad berkomitmen mencegah kekerasan seksual terjadi di dalam kampus. Jika memang terlanjur terdapat kejadian tersebut, maka maka penyintasnya harus dipulihkan, ditumbuhkan rasa percaya dirinya.

"Untuk itulah Ruang Aman ini hadir bagi mereka agar bisa bercerita dan punya semangat lagi,” kata Prof. Rina Indiastuti.

Para penyintas di Ruang Aman tidak akan merasa sendirian. Relawan maupun tim pendamping psikologi akan membantu mendengar cerita korban serta berupaya memberikan pendampingan dan pemulihan kepada korban.

“Kita harapkan korban kita bisa pulihkan, lalu mencegah korban berikutnya,” ujarnya.

Unpad sendiri akan memberikan sanksi tegas bagi pelaku ataupun calon pelaku kekerasan seksual. Baik pelaku dosen/tenaga kependidikan PNS, Non PNS, dan mahasiswa ada hukumannya. Jadi mudah-mudahan Unpad menjadi aman bagi semua lewat Ruang Aman.

3. Ini yang bisa didapatkan korban atau penyintas di Ruang Aman Unpad

Unpad Sediakan Fasilitas Ruang Aman Korban Penyintas Kekerasan Seksualalodokter.com

Anggota tim Puris Gender dan Anak Unpad Karolina L. Dalimunthe, M.Psi., Psikolog, mengatakan, saat ini Ruang Aman diprioritaskan menerima rujukan keluhan jika terjadi permasalahan kekerasan seksual di lingkungan Unpad.

“Rujukannya seringkali berupa penyintas/korban kekerasan seksual yang membutuhkan  dukungan/dampingan psikologis dan sosial,” tutur Karolina

Usai menerima keluhan, tim kemudian mulai melaksanakan kegiatan pendampingan berupa pertemuan yang dilakukan seminggu sekali untuk setiap penyintas. Pihaknya juga memfasilitasi pertemuan secara daring melalui telekonferensi, telepon, atau chat apabila penyintas belum bersedia melakukan tatap muka langsung.

"Pendampingan penyintas acapkali membutuhkan waktu lebih dari satu sesi pertemuan. Minimal ada empat kali pertemuan untuk satu penyintas. Setiap satu sesi pertemuan memiliki durasi kurang lebih 60 sampai 120 menit," kata dia.

Aktivitas pertemuan lanjutan akan menjadi tindak lanjut dari kegiatan pendampingan individual, jika penyintas membutuhkan hal tersebut. Dosen Fakultas Psikologi Unpad tersebut mengatakan, pendampingan terhadap korban dan penyintas kekerasan seksual merupakan aktivitas yang sensitif dan penuh kehati-hatian. Pasalnya, trauma kekerasan berpotensi menghilangkan kepercayaan (trust) penyintas terhadap lingkungannya.

“Hal ini membuat mereka berhati-hati dalam berinteraksi, terutama dengan orang yang baru dikenalnya, sehingga tidak mudah membangun relasi dan mendapat kepercayaan dari penyintas,” kata Karolina.

Kendati gejala taruma, terutama saat peristiwa kekerasa seksual yang sebenarnya sudah berlalu, bagi penyintas hal ini masih dirasakan sebagai suatu yang nyata. Akibatnya, rasa takut masih sering dirasakan bahkan diekspresikan secara spontan. Rasa trauma, perasaan ketidakberdayaan, hingga kecenderungan menyalahkan diri sendiri menjadi tantangan tersendiri dalam pemulihan trauma korban dan penyintas.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya