Tol Cipali dan Geliat Pariwisata di Utara Tanah Pasundan

Bandung, IDN Times - Kabut tebal masih menyelimuti kawasan wisata Terasering Panyaweuyan saat Khilal menginjakan kakinya sekitar pukul 06.30 WIB. Berkendara dari Jakarta sejak dini hari, dia bersama puluhan teman-teman komunitas datang menggunakan minibus untuk berwisata di Majalengka.
Sebagai koordinator rombongan, ketika sampai di kawasan wisata ini Khilal langsung mendatangi tempat penjualan tiket. Cukup merogoh kocek Rp5.000 per orang, para wisatawan pun bisa menikmati keindahan alam terasering pertanian di bawah kaki Gunung Ciremai ini.
Untuk melihat seluruh keindahan alam di Terasering Panyaweuyan, wisatawan terlebih dulu harus meniti tangga yang cukup tinggi. Namun, rasa lelah itu seketika akan berubah setelah sampai di puncak. Hamparan pertanian yang berundak-undak berwarna hijau dari daung bawang yang ditanam, udara yang sejak, dan tampangan angin sepoi-sepoi membuat hati siapa saja yang datang ke tempat ini jadi sejuk. Para wisatawan pun bisa menikmati tempat duduk di puncak terasering yang sengaja dibangun untuk beristirahat dan berswafoto.
"Perjalanan memang lumayan lama dari Jakarta bisa lebih dari empat jam. Tapi kalau sampai sini capeknya ilang aja. Adem di sini, bisa lihat yang hijau-hijau juga kan enak. Kalau di Jakarta kita biasa lihat gedung tiap hari," ujar Khilal saat berbincang dengan IDN Times, Sabtu (19/3/2022).
Dia datang ke Majalengka bersama teman-teman dari komunitas Backpacker Jakarta. Aktivitas di akhir pekan ini biasa Khilal habiskan untuk berwisata, sekedar melepas penat pekerjaan harian.
Sebagai pemandu wisata dadakan dari komunitasnya, Khilal kerap membawa anggotanya berkeliling daerah, salah satunya di Jawa Barat. Majalengka pun menjadi pilihan karena wisata alam yang cukup banyak. Akses yang mudah pun membuat wisata ke daerah ini bisa dilakukan satu hari tanpa menginap.
"Ke Majalengka atau Cirebon sekarang kan gampang udah ada tol. Jadi kita jalan-jalan yang istilahnya ODT (one day trip/trip satu hari). Kalau lewat tol kan bisa pergi Sabtu dini hari, keliling beberapa tempat, terus sorenya pulang lagi sampai Jakarta malam. Jadi ongkos hemat, tapi bisa jalan-jalan ke banyak tempat wisata," kata dia.
Bervakansi di akhir pekan pun dilakukan Setia Wardhani dan keluarga. Wanita asal Bandung ini jalan-jalan di sekitar Jawa Barat yang dekat dengan akses Tol Cipali. Di Majalengka misalnya, dia tak hanya datang ke Terasering Panyaweuyan, tapi juga Situ Cipanten.
Berkeliling sedari pagi, sore harinya dia melanjutkan perjalanan pulang kembali memakai akses tol. Sebelum sampai Bandung, Setia singgah di salah satu rumah makan sate maranggi khas Purwakarta yang tak jauh dari pintu keluar tol.
"Jadi pulang pergi lebih gampang kalau ada tol. Waktu bisa lebih cepat dan banyak daerah bisa kita datangi. Wisata kuliner di sekitar akses tol lah istilahnya," ungkap Setia.
Jalan Tol Cikopo–Palimanan atau Jalan Tol Cipali adalah sebuah jalan tol yang terbentang sepanjang 116 kilometer (km) yang menghubungkan daerah Cikopo, Purwakarta dengan Palimanan, Cirebon, Jawa Barat. Akses tol ini melintasi sejumlah kabupaten/kota mulai dari Purwakarta, Subang, Majalengka, dan Indramayu, hingga Cirebon.
1. Kemudahan akses transportasi tingkatkan kunjungan wisatawan ke daerah
Kepala Bidang Destinasi dan Industri Pariwisata Kabupaten Majalengka, Adhy Setya Putra mengatakan, akses Tol Cipali memang memberikan berkah pada kawasan pariwisata di daerah. Sebelum ada tol Cipali akses masyarakat untuk bertandang ke daerahnya tidak mudah. Mereka harus melintasi jalan pantai utara (pantura) atau jalan tengah melewati Kota Bandung, Sumedang, baru sampai ke Majalengka. Perjalanan tersebut memakan waktu, sehingga wisatawan pun tidak banyak yang datang menikmati keindahan Kota Angin ini.
Namun, semenjak Tol Cipali diresmikan pada 2015 mulai banyak masyarakat yang berdatangan ke Majalengka baik lewat pintu tol Kertajati atau Sumberjaya. Mereka berwisata ke sejumlah tempat seperti kawasan.
"Akses Tol Cipali membuka akses wisatawan khususnya dari Jakarta dan sekitarnya bisa lebih cepat sampai ke Majalengka. Dengan alam yang masih asri kami sangat mengandalkan di sektor itu. Tapi juga ada wisata budaya yang bisa diakses wisatawan," ujar Adhy ketika berbincang dengan IDN Times.
Sebelum adanya akses Tol Cipali, pertambahan jumlah wisatawan tidak begitu signifikan. Pada 2013 dan 2014 misalnya, hanya ada sekitar 135 ribu wisatawan yang menikmati pariwisata di Majalengka. Angka ini bahkan menurun pada 2015 yang hanya 71 ribu.
Setahun setelah pembukaan jalan tol ini, tepatnya pada 2016, jumlah wisatawan langsung membludak di mana kenaikkanya mencapai tiga kali lipat, sekitar 444 ribu dan angkanya terus naik hingga 2019. Meski ada pandemik pariwisata di Majalengka tetap berjalan walau angkanya belum begitu memuaskan.
"Dua tahun ini memang ada penurunan. Tapi untung ada akses tol sampai ke Majalengka, jadi pas ada relaksasi wisatawan mulai datang lagi karena mudah dijangkau juga (oleh wisatawan Jakarta). Kami sangat bersyukur," paparnya.
Menurut Adhy, tumbuhnya jumlah wisatawan kemudian berdampak pada pembukaan tempat-tempat wisata baru baik yang diinisiasi pemerintah daerah atau usulan masyarakat. Saat ini setidaknya ada 100 tempat wisata di Majalengka yang bisa disambangi masyarakat. Dari jumlah itu terdapat 25 obyek wisata unggulan yang ditawarkan kepada wisatawan.
Yang menjadi fokus pada pengembangan kawasan wisata di Majalengka adalah yang berkaitan dengan alam. Mulai dari pemandangan perkebunan, air terjun, hingga bermain di sungai disajikan bagi mereka yang suka kegiatan berpetualang.
"Kekuatan kami ada di sana (wisata alam). Dengan wisata ini kami juga berupaya agar alam tetap asri, tidak dirusak tapi wisatawan masih bisa bersenang-senang dengan alam dan budaya di Majalengka," kata Adhy.
Konsep wisata alam yang disuguhkan pun dibuat agar tidak sama dengan daerah lainnya yang ada di sekitar Majalengka. Harapannya, wisatawan dari perkotaan seperti Jakarta yang sudah lelah bekerja selama sepekan melihat gedung-gedung tinggi akan menikmati akhir pekan berpetualang di alam Majalengka.
Adhy pun memastikan keamanan di kawasan wisatana karena mayoritas sudah menerapkan aplikasi PeduliLindungi. Protokol kesehatan pun diterapkan semisal keberadaan tempat mencuci tangan dan arahan agar tetap menggunakan masker selama berada di tempat wisata.
Kenaikan jumlah pariwisata dampak Tol Cipali juga dialami Kota Cirebon. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2014 sebelum ada akses Tol Cipali jumlah wisatawan yang datang hanya 596.046. Lalu pada 2015 angkanya mulai naik mencapai 15 persen atau jadi 686.121. Perlahan tapi pasti jumlahnya terus naik di mana puncaknya pada 2019 jumlah wisatawan baik lokal maupun mancanegara mencapai 827.825 orang.
Kepala Bidang Pariwisata pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Cirebon, Hanry David menjelaskan, kawasan wisata saat ini menjadi salah satu daya tarik di Kota Cirebon. Kondisi ini bisa dilihat di mana pada 2021 jumlah wisatawan yang datang mencapai 3.669.195 wisatawan yang datang ke Kota Cirebon. Jumlah itu melebihi target yang ditetapkan, yakni 2.100.000 wisatawan meski sekarang masih dalam keadaan pandemik COVID-19.
Dari jumlah wisatawan yang datang ke Kota Cirebon, sambung David, Jakarta menjadi kota asal yang paling tinggi, yakni 25,28 persen. Tingginya minta wisatawan dari Jakarta datang ke Kota Udang ini juga dikarenakan akses yang semakin mudah baik menggunaka kereta atau jalan lewat Tol Cipali.
"Untuk Ciayumajakuning ada 22 persen, Bandung 9,20 persen dan Bekasi 3,54 persen. Dari wisatawan asing juga ada, benua Asia paling tinggi mencapai 88,60 persen dari jumlah wisatawan asing yang datang,” katanya.
Untuk target pada 2022, David optimistis jumlah wisatawan di Kota Cirebon bisa menembus angka empat juta, baik dari kunjungan hotel, kuliner, objek wisata dan tempat hiburan.
Baca Juga: 5 Kota di Sepanjang Tol Cipali Bisa Jadi Lokasi Wisata dan Kuliner
Baca Juga: Waktunya Pariwisata Indonesia Bangun dari Tidur Panjang
2. UMKM pun ikut merasakan manfaatnya
Geliat pariwisata di sebuah daerah memberikan dampak positif juga bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tak sedikit UMKM yang hidup di sekitar kawasan wisata atau perkotaan yang bisa menunjang wisata di daerah tersebut.
Edah misalnya. Salah satu pedagang di Terasering Panyaweuyan bersyukur dengan adanya tempat wisata ini. Bekerja sebagai petani, Edah awalnya hanya bisa mendapatkan penghasilan ketika pertaniannya panen.
Namun sekarang dia bisa mendapat tambahan di akhir pekan dari warung yang didirikannya. Sebelum ada pandemik COVID-19, tempat ini sangat ramai didatangi wisatawan dari luar daerah terutama Jakarta.
"Sekarang juga lumayan lah mobil banyak sampai sini banyak orang kan. Kalau akhir pekan ramai sehari bisa dapat Rp50-100 ribu. Ya lumayan tambahan lah, kalau sehari-hari saya habiskan di ladang saja bertani. Sabtu sama Minggu baru ke sini (warung). Memang belum banyak sebelum pandemik, tapi dikit-dikit wisatawan sudah mulai bertambah," kata dia.
Menurutnya, sekitar lima tahun lalu saat tempat ini baru buka tidak banyak pedagang berjualan. Ketika pemerintah daerah mulai membenahi dengan membuat tangga permanen dan beberapa spot foto, makin banyak orang datang. Pedagang di terasering ini pun sekarang jumlahnya sudah puluhan.
Selain pedagang, banyaknya wisatawan juga membuat banyak orang terbantu karena sekarang ada tukang parkir sampai orang yang mengawal kendaraan ketika mau pulang dari Terasering agar tidak bertabrakan karena jalannya belum terlalu lebar.
"Jadi Alhamdulillah ada tempat ini. Banyak yang bisa dapat penghasilan tambahan," kata dia.
Di Kota Cirebon Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Menengah, Perdagangan dan Perindustrian (DKUKMPP) Iing Daiman tak menampik bahwa keberadaan akses Tol Cipali berdampak besar pada pertumbuhan pelaku UMKM. Ini tidak terlepas dari banyaknya wisatawan berpariwisata di Cirebin.
Kemudahan akses ke Cirebon termasuk lewat jalan tol membuat wisatawan khususnya dari Jabodetabek dan Bandung Raya kerap mengabiskan akhir pekan di Cirebon. Mereka biasa datang untuk menikmati kuliner atau menyambangi berbagai kebudayaan yang ada di kota ini.
"Mereka ada yang berburu makanan seperti nasi jamblang. Setelah itu biasanya menikmati kebudayaan di Cirebon dan pulangnya membawa oleh-oleh termasuk membeli batik khas sini," kata Iing saat dihubungi.
Meningkatnya jumlah wisatawan kemudian memberi hasil positif pada perekonomian UMKM yang kemudian berdampak pada pendapatan daerah. Kecanggihan internet yang mampu menjangkau banyak orang juga membuat pelaku UMKM bisa mempromosikan barang dagangannya tidak hanya pada wisatawan yang datang ke Cirebon, tapi mereka yang baru berniat jalan-jalan.
"Mereka (UMKM) bisa menjaring market (pasar) dengan promosi di media sosialnya sendiri atau lewat media massa. Itu sangat membantu karena produk UMKM kemudian bisa dibeli mereka yang tidak datang ke Cirebon tapi ingin menikmati kuliner atau membeli produk fesyennya," papar Iing.
Dampak positif dari perkembangan pariwisata setelah adanya Tol Cipali pun disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Republik Indonesia, Sandiaga Salahuddin Uno. Menurutnya, pembangunan Tol Cipali tak hanya sebatas infrastruktur, tetapi juga meliputi aspek sosial masyarakat. Ruas jalan tol yang menjadi bagian dari Jalan Tol Trans Jawa ini telah menggerakkan perekonomian dan mensejahterakan rakyat.
"Tol Cipali ini kita harapkan memberikan multiplier effect, dan setelah lebih dari enam tahun beroperasi, terbuka peluang bagi para UMKM, seperti Batik Trusmi, Empal Gentong Haji Aput dan Warung Makan Baraya," ujar Sandiaga.
Dalam perkembangan perekonomian di sebuah daerah lanjut Sandiaga, ekonomi kreatif akan menjadi sumber pembangunan inklusif. Akan ada produk kreatif baru yang berperan menciptakan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, dia mengajak masyarakat khususnya anak muda untuk membangun sebuah usaha termasuk di daerah yang dilintasi akses Tol Cipali.
3. Tumbuhnya kawasan wisata yang kreatif mengikis angka kemiskinan daerah
Salah satu peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM)–Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Dr. Riyanto menuturkan, tempat wisata di pedesaan sejauh ini masih menjadi pilihan masyarakat. Kehadiran wisatawan ke desa-desa berdampak positif pada penurunan kemiskinan, baik dalam hal tingkat kemiskinan (poverty headcount index), tingkat kedalaman kemiskinan (poverty gap index), maupun tingkat keparahan kemiskinan (squared poverty gap index). Selain itu kegiatan pariwisata juga memiliki peran dalam menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan (gini ratio).
Riyanto yang melakukan penelitian bersama rekan dari LPEM UI menemukan bahwa pariwisata tidak hanya mampu meningkatkan pendapatan dari kelompok masyarakat dengan pendapatan menengah-atas, tapi juga mampu meningkatkan pendapatan dari kelompok masyarakat berpendapatan menengah–bawah, termasuk di antaranya kelompok masyarakat miskin.
Meskipun demikian, secara kewilayahan didapati bahwa bahwa manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata bagi masyarakat miskin masih lebih dinikmati masyarakat perkotaan dibandingkan ke perdesaan.
"Ini disebabkan karena fasilitas pendukung pariwisata seperti akomodasi, restoran dan penyewaan kendaraan masih lebih banyak disediakan di daerah perkotaan," kata Riyanto dikutip dari laman LPEM FEB UI.
Maka, agar kegiatan pariwisata lebih efektif sebagai instrumen penurunan kemiskinan dan mengatasi ketimpangan pendapatan, pemerintah perlu menempuh kebijakan, seperti mengoptimalkan potensi wisatawan nusantara, disamping upaya yang gencar dalam menarik wisatawan mancanegara.
"Kemudian mengarahkan kegiatan pariwisata ke daerah perdesaan seperti pengembangan model pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) dengan atraksi desa wisata yang berbasis sumber daya
dan budaya lokal," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Pengamat Pariwisata dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Galih Kusumah mengatakan, perkembangan media sosial menarik masyarakat untuk tampil semenawan mungkin. Termasuk dalam setiap unggahan pada media sosial pribadi mereka.
Hal ini yang membuat makin banyak wisatawan yang berdatangan ke sebuah daerah dan mencari tempat unik, mengambil foto, dan menampilkannya. Perubahan ini kemudian membuat banyak tempat wisata yang Instagramable kemudian bermunculan di berbagai daerah. Namun, yang jadi permasalahan adalah produk seperti ini relatif mudah ditiru.
"Misalnya tempat A di daerah satu daerah membuat tempat dengan lima spot foto. Nah ga lama bisa saja tempat B itu buat lebih banyak. Alhasil bisa langsung pindah dong masyarakat ketertarikannya," ujar Galih.
Artinya, untuk membuat wisata yang Instagramable tapi bertahan dalam jangka waktu lama, tetap harus memerhatikan kualitas lain yang dijual. Pengalaman wisatawan harus dikuatkan ketika mereka berkunjung ke tempat seperti ini.
Ketua Prodi Magister Pariwisata Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini menuturkan, semua itu bisa dilakukan dengan menjual barang lain yang tidak dapat ditemui di tempat sebelah. Atau berikan pelayanan yang baik kepada wisatawan yang datang.
Di tengah pandemik COVID-19 yang masih ada, pengelola tempat wisata pun harus memastikan setiap orang yang datang bisa merasakan protokol kesehatan dengan optimal. Karena sekarang masyarakat sudah lebih sadar akan kesehatan ketika datang ke suatu tempat yang ada orang banyak.
"Jadi selain unik, harus mengikuti perkembangan jaman. Kualitas pun wajib ditingkatkan agar pengalaman yang mereka dapat bisa membawanya kembali ke tempat tersebut," kata Galih.
4. Infrastruktur yang baik mampu menggerakan perekonomian masyarakat
Keberadaan Cipali sebagai gerbang menuju sejumlah daerah di Jawa Barat mampu mengerek perekonomian, salah satunya dari sektor pariwisata. Manager Corporate Communication & CSR ASTRA Tol Cipali Theresia Dyah Murtandini mengatakan, akses jalan tol ini memang memberi dampak pada berbagi sektor. Mulai dari pertumbuhan kawasan industri, pariwisata, hingga pelaku UMKM yang ada di sepanjang tol maupun di luar tol.
Misalnya, untuk akses yang melintas dan keluar dari gerbang tol menuju Majalengka angka terus naik. Pada 2021 saja,data transaksi yang tercatat di gerbang tol Kertajati dan Sumberjaya sebesar 1,3 juta dengan rata-rata per hari mencapai 3.700 kendaraan. Sedangkan kendaraan yang menggunakan gerbang keluar tol Palimanan angkanya lebih tinggi mencapai 6 juta dengan rata-rata per hari mencapai 18 ribu kendaraan.
Menurut Theresia, sektor pariwisata memang mampu menarik wisatawan mengunjungi lima daerah yang dilintasi Cipali. Untuk mendukung perkembangan sektor ini, ASTRA Tol Cipali pun membuka akses kepada Pengguna Jalan Tol Cipali untuk menuju ke lokasi wisata.
"Hal ini kami support dengan liputan dan promosi lokasi wisata di lima wilayah kabupaten/kota yang dilintasi jalan tol Cipali melalui media sosial Youtube, Instagram ASTRA Tol Cipali," ujarnya kepada IDN Times.
Dalam peningkatan perekonomian UMKM, ASTRA Tol Cipali pun memberikan ruang seluas-luasnya untuk masyarakat bisa membuka usaha di rest area sepanjang tol. Theresia menyebut dari ratusan pelaku usaha, setidaknya ada 100 UMKM ang saat ini menjadi binaan perusahaan.
Baca Juga: Rest Area Tol Cipali, Info Penting untuk Liburan
Baca Juga: Pertama Kali Dilakukan, Simulasi Penanganan Limbah B3 di Tol Cipali
Baca Juga: Pembangunan Akses Tol ke Bandara Kertajati Sudah 95 Persen