Sengkarut Proses Penerimaan Siswa Baru yang Tak Pernah Kunjung Usai

Standar sekolah baik negeri dan swasta seharusnya disamakan

Bandung, IDN Times - Pengumuman seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahap kedua segera berlansung Rabu(8/7/2020), mendatang. Proses PPDB ini dikhawatirkan banyak pihak akan kembali bermasalah, sama seperti tahun lalu.

PPDB menjadi hal yang tak selesai diperbincangkan pada orangtua siswa setiap tahunnya. Banyak persoalan yang membuat sistem pendidikan di Tanah Air selalu berulang. Padahal, sejumlah pihak optimistis masalah PPDB akan teratasi jika ada kemauan dari pemerintah.

Tidak meratanya jumlah sekolah dan mahalnya biaya pendidikan menjadi persoalan dasar dalam masalah PPDB, termasuk di Jawa Barat. Kebijakan jalur afirmasi (siswa kurang mampu), perpindahan, anak guru, jalur prestasi (akademik serta nonakademik) serta jalur zonasi ternyata tidak membuat persoalan PPDB bisa diatasi.

Bagaimana dengan hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan terbaik di negeri Ini bisa diatasi pemerintah? Yuk, simak berbagai persoalan PPDB 2020 yang masih menjadi persoalan. 

1. Ternyata siswa miskin juga tak mudah bisa masuk sekolah negeri

Sengkarut Proses Penerimaan Siswa Baru yang Tak Pernah Kunjung UsaiANTARA FOTO/Adeng Bustomi

Proses PPDB di Jawa Barat salah satunya menyediakan jalur afirmasi atau siswa kurang mampu. Namun, dalam proses seleksi ini juga tidak semua siswa di jalur afirmasi bisa ditampung di sekolah yang dipilih siswa.

Hal itu dialami salah satu orang tua siswa yang mendaftarkan anaknya dalam PPDB di SMA Negeri 10 Kota Bandung. Jumlah kouta yang hanya 20 persen untuk siswa yang diterima menjadi ganjalan dalam peraturan tersebut.

"Saya heran rumah dekat dengan SMA ini. Nah, tetangga saya yang ikut afirmasi anaknya lulus, tapi anak saya tidak lulus," ujarnya kepada IDN Times.

Banyaknya siswa dari keluarga tidak mampu untuk lolos ke SMA Negeri masih menjadi pertanyaan. Apalagi, presentase ini kemungkinan berkurang di setiap sekolah karena Pemprov Jabar memberikan jalan bagi anak tenaga medis yang menangani COVID-19 untuk bisa masuk lewat jalur yang sama.

Kondisi ini, kemudian membuat belasan orang tua siswa yang tergabung dalam forum masyarakat peduli pendidikan (FMPP) mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Jawa Barat. Mereka mengadu karena banyak siswa miskin yang gagal lolos PPDB pada tahap pertama.

Ketua FMPP Illa Setiawati mengatakan, sistem yang diberlakukan pada penerimaan peserta didik tingkat SMA/SMK/SLB sederajat dinilai merugikan calon peserta didik. Contohnya seperti pendaftaran online belum semua masyarakat khususnya yang kurang mampu mengenai mengenai cara tersebut secara fasih. Alhasil data yang dimasukkan kurang tepat.

"Titik koordinat pun banyak yang salah. Ketika dokumen harus dilengkapi beritanya juga pada saat sudah login tanggal 12 tengah malam. Kan kalau harus memperbaiki data juga tidak bisa," kata Illa.

2. Biaya sekolah swasta mahal, sehingga sangat berharap anak kurang mampu bisa masuk negeri

Sengkarut Proses Penerimaan Siswa Baru yang Tak Pernah Kunjung UsaiIDN Times/Debbie Sutrisno

Sementara itu, Sudiarto, salah satu orang tua lainnya, menuturkan, untuk siswa miskin seharusnya bisa diloloskan ke SMA/SMK negeri. Sebab, ketika mereka harus masuk ke sekolah swasta, banyak hal akan diuangkan.

Dia mencontohkan, untuk formulir pendaftaran ketika akan masuk sekolah swasta saja sudah diuangkan. Kemudian saat lolos verifikasi maka mereka akan diminta uang pembangunan yang angkanya tidak sedikit.

"Jadi jangan harap omongan bahwa siswa miskin bisa sekolah gratis di swasta. itu hanya omongan doang alias omdo," kata dia.

3. Jumlah SMA negeri tidak sebanding dengan lulusan siswa SMP negeri

Sengkarut Proses Penerimaan Siswa Baru yang Tak Pernah Kunjung UsaiIlustrasi siswa SMA Dok. Prambors

Pihak Disdik Jabar pun tidak bisa mengakomodir semua calon siswa untuk masuk ke sekolah negeri, mengingat jumlah lulusan SMP atau MTs lebih banyak daripada daya tampung SMA/SMK sederajat.

Berdasarkan data Disdik Jabar, jumlah lulusan SMP di Jabar sudah mencapai 746 ribu. Sedangkan, kapasitas seluruh SMA/SMK/SLB Negeri hanya sebanyak 282 ribu. Dan untuk menampung siswa miskin lewat jalur afimasi ada sekitar 149 ribu.

Sebagai perbandingan, di Kota Bandung terdapat 64 SMP, sedangkan jumlah SMA negeri hanya ada 27 sekolah. Dian pun memastikan tidak akan semua siswa miskin bisa masuk ke sekolah negeri. Sebab jatah untuk jalur tersebut dibatasi.

Di Jabar saja, berdasarkan data dinas sosial saat ini ada sekitar 445.339 data keluarga miskin. Sedangkan untuk jumlah siswa miskin yang masuk ke sekolah negeri jatahnya hanya 20 persen dari kuota sekolah.

Dengan demikian, untuk mendapat fasilitas ini para siswa SMP nampaknya harus bekerja keras.

4. Tagih janji Pemprov Jabar yang memberikan bantuan Rp2 juta/tahun untuk siswa afirmasi

Sengkarut Proses Penerimaan Siswa Baru yang Tak Pernah Kunjung Usaiilustrasi. IDN Times/Ita Malau

Sekretaris II Panitia PPDB 2020 pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Edy Purwanto menyebutkan, terkait dengan siswa miskin yang gagal masuk ke sekolah negeri, Pemprov Jabar akan memberi bantuan sebesar Rp2 juta per tahun.

Uang ini memang tidak banyak, tapi mereka akan dapat tambahan bantuan karena sekarang sekolah swasta pun sudah terdaftar dalam bantuan operasional sekolah (BOS) di mana setiap siswa akan mendapat jatah yang diakumulasikan ke pemberian sekolah.

"Total ada sekitar 7.000 siswa yang akan dibantu di sekolah swasta. Data ini berkaca dari tahun kemarin," ujarnya.

5. Ombudsman terima banyak laporan mengenai masalah PPDB

Sengkarut Proses Penerimaan Siswa Baru yang Tak Pernah Kunjung UsaiIDN Times/Istimewa

Dihubungi terpisah, Kepala Ombudsman Perwakilan Jabar Haneda Sri Lastoto mengatakan, pada 2020, masih banyak orang tua siswa yang melapor ke Ombudsman terkait persoalan dalam PPDB Jabar. Hingga akhir Juni setidaknya ada 24 pelaporan.

Untuk tingkat SMA ada tujuh pelaporan di mana enam di Bandung dan satu di Bekasi. Kemudian ada dua laporan terkait PPDB di tingkat SMK di Kota Bandung, 10 laporan PPDB SMP di Kota Bandung, dan satu laporan PPDB SD di Kota Bandung.

"Jadi ini ada yang terkait dengan tahap pertama yang afirmasi ada juga yang terkait PPDB jalur zonasi. Total sudah ada 24 laporan dari warga," ujar Heneda.

6. Keterbukaan informasi dalam PPDB harus diperbaiki

Sengkarut Proses Penerimaan Siswa Baru yang Tak Pernah Kunjung UsaiTangkapan layar situs PPDB Jabar

Pengamat Kebijakan Pendidikan sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan menuturkan, PPDB menggunakan sistem seperti sekarang membutuhkan keterbukaan informasi yang sangat luas. Termasuk dengan jalur zonasi yang kerap menimbulkan banyak pertanyaan bagi orang tua yang anaknya tidak lolos.

Saat ini informasi terkait alamat dalam PPDB jalur zonasi memang tidak bisa diakses. Itu berkaitan dengan data privasi pelamar sekolah.

Meski demikian, sebaiknya ada informasi yang bisa dipaparkan sistem, misalnya berapa jauh jarak siswa yang lolos dan tidak dalam PPDB tersebut. Ketika data ini tidak ada maka polemik tidak bisa dihindari.

"Dengan adanya data tersebut bisa jadi sebuah pembuktian bahwa dalam PPDB ini tidak ada kecurangan. Semua bersifat transparan dan bisa diawasi," ujar Cecep.

7. Standar seluruh sekolah harus disamaratakan

Sengkarut Proses Penerimaan Siswa Baru yang Tak Pernah Kunjung UsaiIlustrasi kegiatan belajar mengajar siswa-siswi SMA. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Cecep mengatakan, persiapan PPDB di Indonesia termasuk Jawa Barat belum akan selesai. Terlebih, banyak orang tua siswa yang kekeh ingin memasukkan anaknya ke sekolah tertentu melihat standar tempat belajar tersebut.

Ketika ada sekolah yang lebih bagus dari segi fasilitas, kualitas guru, kurikulum belajar mengajar, hingga lingkungan, jelas orang tua ingin memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. Ketika anaknya tidak masuk, orang tua yang bersangkutan bakal mencari celah dan alasan mengapa anaknya tak lolos dalam PPDB.

Maka, yang harus diperbaiki oleh pemerintah sekarang adalah menstandarkan seluruh sekolah yang ada baik negeri maupun swasta.

"Selama ini setiap ganti kepemimpinan yang ada hanya perubahan aturan saja. Seharusnya pemerintah bisa memastikan dalam 5 sampai 10 tahun ke depan bagaimana menyamaratakan standar seluruh sekolah," ujar Cecep.

Dengan standar yang sama, maka sistem zonasi ini tidak perlu diadakan lagi. Siswa bahkan akan dengan senang hati mencari sekolah yang dekat dengan rumahnya karena merasa semua sistem pelajaran dan fasilitas akan didapatkan.

Baca Juga: Titip Siswa di PPDB, Badan Kehormatan Beri Sanksi Anggota DPRD Jabar 

Baca Juga: Orang Tua Murid Sebut PPDB Kota Bandung 2020 Bikin Stres

Baca Juga: SMAN 10 Buat Kebijakan Sendiri, Puluhan Siswa Gagal di PPDB Jabar

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya