Semangat Pemuda Bandung, Membangun Asa Pendidikan dari Keterbatasan

Pemuda harus berani mengambil langkah membantu masyarakat

Bandung, IDN Times - Pandemik COVID-19 memberikan pukulan untuk berbagai sektor, tak terkecuali pendidikan. Di tengah kondisi ini banyak siswa yang terbengkalai dalam pembelajaran, khususnya mereka yang berada di pedesaan.

Sulitnya akses internet hingga tidak ada fasilitas pendukung untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi persoalan yang belum bisa terselesaikan pemerintah. Salah satunya dialami puluhan anak di Kampung Cibiru Beet, Desa Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Di saat pemerintah mulai menerapkan PJJ, sekitar Maret 2020, anak-anak di perkampungan ini kesulitan menerapkan belajar secara online. Alhasil, banyak dari mereka lebih sedikit belajar dan lebih banyak bermain. Padahal, di umur mereka mendapat ilmu dari belajar sangat penting.

Kondisi ini kemudian memicu salah satu pemuda karang taruna di RW 15, Taufik Ivan Irwansyah Hidayatullah. Melihat anak-anak yang terbengkalai dalam belajar, dia kemudian coba mendedikasikan diri untuk mengajar setiap harinya.

1. Anak-anak ternyata sangat berminat ketika diajak belajar

Semangat Pemuda Bandung, Membangun Asa Pendidikan dari KeterbatasanBelasan pemuda-pemudi karang taruna di di Kampung Cibiru Beet, Desa Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat membuka sekolah tatap muka secara gratis di tengah kesulitan akses ponsel pintar dan internet. IDN Times/Debbie Sutrisno

Ketika hari pertama mengajar, Taufik tak menyangka bahwa anak-anak yang ingin belajar bersama membludak. Mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 datang ke masjid secara bersama.

Ya, karena tak tahu harus mengajar di mana, Taufik memilih masjid untuk menjadi tempat belajar. Dia coba meyakinkan dewan kemakmuran masjid (DKM) setempat untuk menjadikan masjid di RW-nya bisa dipakai belajar bersama.

Karena tak menyangka anak yang belajar banyak, dia pun kemudian mengajak pemuda-pemudi Karang Taruna RW 15 agar mau ikut mengajar. Kegiatan belajar mengajar pun kemudian dilakukan secara ramai-ramai dengan belasan relawan yang ikut serta.

Sedikitnya siswa yang ikut belajar bisa mencapai 60. Karena banyak dan terdiri dari berbagai jenjang kelas, Taufik pun memisahkan mereka dibagi dalam lima kategori, yakni Paud, Taman Kanak-anak, dan sisanya untuk Sekolah Dasar di mana kelas 1 digabung dengan kelas 2. Kemudian kelas 3 dibangun dengan kelas 4, sisanya kelas 5 dengan kelas 6.

Demi memudahkan kegiatan belajar, setiap kategori diajar oleh dua relawan dari karang taruna. Mereka dibebaskan mengajar apa saja tak melulu tentang pelajaran yang sesuai dengan modul dari sekolah.

Bukan hanya bahasa Inggris, mereka pun diajak berkesan dengan belajar melukis, berkesenian, hingga mengenal berbagai macam tanaman yang ada di lingkungan tempat belajar.

2. Manfaatkan sejumlah alat tulis yang dimiliki setiap relawan

Semangat Pemuda Bandung, Membangun Asa Pendidikan dari KeterbatasanBelasan pemuda-pemudi karang taruna di di Kampung Cibiru Beet, Desa Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat membuka sekolah tatap muka secara gratis di tengah kesulitan akses ponsel pintar dan internet. IDN Times/Debbie Sutrisno

Menurut Taufik, upaya untuk menjaga minat anak-anak di kampungnya dengan belajar bersama ternyata tak mudah. Salah satunya karena peralatan untuk belajar sangat terbatas.  

Untuk menyediakan papan tulis, spidol, bolpoin, dan peralatan lain para relawan harus swadaya mengumpulkannya. Ada dari mereka yang punya papan tulis langsung di bawa ke masjid. Ketika ada yang punya uang lebih dan bisa membeli peralatan tulis mereka membelinya.

Hal tersebut dilakukan agar para relawan tidak meminta uang sepeserpun kepada para orang tua yang 'menitipkan' anaknya di tempat belajar ini. Karang Taruna enggan membebankan biaya karena niatan awal berdirinya tempat ini agar anak tetap bisa belajar di tengah kesulitan PJJ.

"Kami tahu kalau tak semua orang tua siswa memiliki penghasilan besar dan berkecukupan. Maka sekolah gratis menjadi jalan paling pas agar anak-anak tetap bersekolah di tengah pandemik COVID-19 ini," kata Taufik saat berbincang dengan IDN Times beberapa waktu lalu.

3. Kegiatan belajar sudah berlangsung enam bulan

Semangat Pemuda Bandung, Membangun Asa Pendidikan dari KeterbatasanBelasan pemuda-pemudi karang taruna di di Kampung Cibiru Beet, Desa Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat membuka sekolah tatap muka secara gratis di tengah kesulitan akses ponsel pintar dan internet. IDN Times/Debbie Sutrisno

Proses belajar di kampung ini pun sudah berlangsung sejak pertengahan Mei. Artinya sudah lebih dari tiga bulan. Dalam dua bulan pertama, KBM dilakukan di masjid kampung. Namun, satu bulan ke belakang sekolah sudah dilakukan di salah satu rumah warga yang lahannya cukup luas.

Kegiatan ini pun bahkan sudah dipantau oleh aparat Desa dan Kecamatan. Mereka memastikan proses belajar di sini baik dan bisa meminimalisir dari penyebaran virus corona.

Taufik menuturkan, dia dan teman-temannya memang sulit untuk mengantisipasi agar anak bisa menggunakan masker setiap saat ketika belajar atau menjaga jarak seperti yang disampaikan pemerintah dalam protokol kesehatan COVID-19. Namun, karena kecamatan ini masuk dala salah satu zona hijau di Kabupaten Bandung, Taufik berharap tidak ada siswa yang tertular virus ini.

"Ya kita was-was pasti ada. Cuman kita minimalisir dengan itu tadi mereka yang sekolah hanya warga sini saja," paparnya.

4. Orang tua bisa lebih tenang ketika anak belajar bersama

Semangat Pemuda Bandung, Membangun Asa Pendidikan dari KeterbatasanIDN Times/Debbie Sutrisno

Reni, salah satu orang tua murid merasa senang dengan adanya tempat belajar ini. Sang anak yang baru berusia lima tahun semestinya masuk ke TK. Namun karena ada pandemik ini maka Reni tidak bisa menyekolahkan anaknya terlebih dulu.

Beruntung ketika sekolah yang digagas karang taruna ini ada, dia langsung membawa anaknya untuk belajar bersama temannya yang lain. Meski kurikulum belajar tidak sama dengan TK, tapi Reni sedikit tenang karena bisa menitipkan anaknya untuk belajar, sedangkan dia bekerja di ladang sampai sang hari.

"(Tempat belajar ini) Manfaatnya banyak yah. Mulai dari belajar terus, terus awalnya dia (anak Reni) malu-malu sekarang sudah bisa ngobrol dengan yang lain/ Positif sih sejauh ini," papar Reni.

Meski demikian, ketenangan Reni nyatanya belum utuh. Dia masih berharap sekolah termasuk TK untuk anaknya belajar bisa dibuka seperti biasa sebelum adanya pandemik COVID-19. Ketika sekolah dibuka maka para orang tua bisa bekerja seperti biasa untuk mencari nafkah, demi membuat daur tetap 'ngebul'.

5. Pemuda harus berjuang untuk masyarakat

Semangat Pemuda Bandung, Membangun Asa Pendidikan dari KeterbatasanIDN Times/Debbie Sutrisno

Jelang peringatan Sumpah Pemuda, Taufik mengatakan saat ini peringatan tersebut masih sekedar jadi momentum saja. Belum banyak pemuda yang mengerti arti penting dalam Sumpah Pemuda.

Menurutnya, saat ini peran pemuda di tengah masyarakat masih sangat kurang. Saat ini mayoritas pemuda bekerja secara sendiri dan untuk kesejahterannya masing-masing. Pergerakan pemuda yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat pun lebih sedikit.

"Ketika dulu pemuda bersatu dengan berbagai latar belakang utuk tujuan yang baik dengan cara yang baik juga, rasanya sekarang justru memudar," kata dia.

Di tengah pandemik yang membuat masyarakat tertekan, para pemuda sudah seharusnya terus berkarya meski berada di saat serba kekurangan. Berkarya itu bukan hanya membuat barang, tapi perbuatan baik yang dilakukan pun adalah karya dan harus dinikmati banyak masyarakat.

6. Program kepemudaan dari pemerintah kurang terasa

Semangat Pemuda Bandung, Membangun Asa Pendidikan dari KeterbatasanMenpora Zainudin Amali saat melakukan rapat dengan President of the World Anti-Doping Agency (WADA), Witold Banka, Rabu (7/10/2020) (Dok. Kemenpora)

Taufik menuturkan, di saat pandemik seperti ini pemerintah harus lebih banyak menggandeng para pemuda yang ada di seluruh daerah baik mereka yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan bahkan perbatasan.

Dia menilai program kepemudaan baik dari Kemenpora atau Kemendikbud kurang terasa optimal. Taufik merasa berbagai program yang diluncurkan terkait kepemudaaan dampaknya belum terlihat nyata.

"Karena yang saya tanggapi, program program yang dicanangkan lembaga pemerintah tersebut masih dibatasi dan terbatas untuk beberapa lapisan aja. Yang jadi pertanyaan, ke mana nilai ke-Bhinekaan yang dulu di gadang-gadangkan," ujarnya.

Dia berharap pemerintah bisa meningkatkan berbagai program kepemudaan, dan menjamah banyak kriteria pemuda di berbagai daerah. Dengan demikian, setiap masalah di setiap daerah bisa sedikit terselesaikan dengan kehadiran para pemuda di sana.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya