Provinsi Jawa Barat, Daerah Basah yang Dipusingkan dengan Kekeringan 

Ratusan desa di Jabar kesulitan air bersih

Bandung, IDN Times - Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang curah hujannya tinggi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Jawa Barat (Jabar) menempati urutan ke-4 sebagai daerah yang paling sering hujan mencapai 239 hari dalam setahun. Sayang, hujan yang turun tidak dapat ditampung secara baik sehingga dampaknya selain banjir adalah kekeringan.

Pakar hidrologi Universitas Padjadjaran Prof. Ir. Chay Asdak, M.Sc., PhD, menuturkan bahwa provinsi ini bisa dikategorikan daerah basah dengan curah hujan bisa di atas 2.500 mm per hari. Bahkan kondisi ini bisa lebih tinggi di kawasan hulu seperti pegunungan.

Dengan intensitas yang tinggi tersebut seharusnya Jabar tidak menjadi daerah kekeringan tertinggi, khususnya di daerah yang dekat dengan kawasan hulu air. Namun, data berkata beda, di mana sekarang kekeringan terparah justru ada di Kabupaten Bogor.

"Dengan daerah pegunungan yang ada di Jabar sebenarnya ini adalah keuntungan karena curah hujan juga tinggi. Tapi ancamannya tetap ada ketika tidak ada tata kelola yang baik oleh pemerintah daerah, sehingga saat hujan banjir dan ketika kemarau terdapat kekeringan," kata Chay saat berbincang dengan IDN Times, Jumat (8/9/2023).

1. Terdapat 156 desa kekeringan di Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat, Daerah Basah yang Dipusingkan dengan Kekeringan Antara Foto

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat mencatat desa di Kabupaten Bogor menjadi yang terbanyak alami kekeringan di musim kemarau 2023. Hingga 4 September 2023 total ada 71 desa dari 18 kecamatan di Kabupaten Bogor yang warganya sulit mendapatkan akses air bersih.

Dari seluruh desa tersebut terdapat 27.299 keluarga yang harus mendapatkan bantuan air. BPBD pun telah menyalurkan air bersih di Kabupaten Bogor mencapai 693 ribu liter.

Daerah yang juga mengalami kekeringan cukup parah adalah di Kabupaten Bekasi dengan 19 desa dan Kabipaten Sukabumi dengan 15 desa, di mana masing-masing ada 5.299 kk dan 7.399 kk yang terdampak kekeringan.

Dari siaran pers BPBD Jabar, Rabu (6/9/2023), total keseluruhan kawasan terdampak kekeringan selama musim kemarau mencapai 156 desa dari 15 kabupaten/kota, adapun jumlah yang terkena imbasnya mencapai 51.607 Kk.

BPBD pun terus melakukan bantuan dengan penyaluran air bersih kepada warga terdampak. Total sudah ada 1.472.480 liter air yang berhasil disuplai untuk mengurangi kebutuhan air bersih masyarakat.

2. Harus lebih banyak bendungan atau embung dibangun di Jabar

Provinsi Jawa Barat, Daerah Basah yang Dipusingkan dengan Kekeringan ANTARA FOTO/Ampelsa

Chay menyebut, kekeringan di Jawa Barat bukan hanya terjadi saat ini. Kondisi ini sudah berlangsung belasan bahkan puluhan tahun dan sampai sekarang kasusnya masih sama.

Dengan kondisi geografis Jabar, pemerintah seharusnya bisa memperbanyak embung atau bendungan untuk menahan laju air sehingga nantinya bisa dipakai masyarakat ketika musim kemarau. Selain itu, area tangkapan air pun harus diperbanyak sehingga sumber mata air bisa tetap ada dan yang ada tidak sampai habis.

"Dulu jaman gubernur sebelumnya ini ada program untuk membangun puluhan embung atau bendungan kecil di daerah antisipasi kekeringan. Saya tidak tahu sekarang yang sudah ada sesuuai rencana cukup atau tidak (atasi kekeringan)," papar Chay.

Menurutnya, kondisi bendungan yang ada sekarang pun kurang memadai untuk kebutuhan air warga baik air bersih atau untuk pertanian. Minimnya suplai air dari hulu ke bendungan membuat air di sana pun minim dan tidak bisa digunakan masyarakat secara masif.

Kurangnya tangkapan air yang bisa kemudian disimpan di bendungan pun bisa berdampak buruk pada keberadaan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada di sana. Yang dikhawatirkan masyarakat bukan hanya alami kekeringan, tapi juga bisa kekurangan suplai listrik.

3. Konsistensi pemda dalam mengantisipasi kekeringan harus dilakukan

Provinsi Jawa Barat, Daerah Basah yang Dipusingkan dengan Kekeringan Ilustrasi bendungan (sda.pu.go.id)

Kekeringan yang ada sekarang, lanjut Chay, bukan karena pemerintahan lima tahun ke belakang semata. Karena dari lama Jabar kerap dilanda banjir juga yang memang menjadi bencana hidrologi tahunan.

Untuk itu, harus ada keseriusan dari pemerintah untuk mengantisipasi potensi bencana ini ke depannya. Selama ini hanya banjir yang dianggap serius bisa menyebabkan kerugian besar, padahal kekeringan yang melanda banyak pedesaan di sejumlah kabupaten/kota pun tidak boleh luput dari perhatian.

"Yang harus dilakukan adalah memastikan rencana yang sudah dibuat itu direalisasikan karena kita kan bekerja blueprint itu tidak hanya untuk beberapa tahun saja, tapi menyambung dari sebelumnya," papar Chay.

Keberadaan Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Dinas Perhutanan, dan dinas lainnya yang berkaitan dengan air harus bisa bekerja lebih keras agar ke depannya kegiatan masyarakat yang berkaitan bisa membuat ketersediaan air cukup ketika berada di musim kemarau. Konsistensi pun diperlukan karena untuk mampu memaksimalkan curah hujan yang ada agar bisa dimanfaatkan sepanjang tahun.

4. Pemda berharap ada hujan buatan

Provinsi Jawa Barat, Daerah Basah yang Dipusingkan dengan Kekeringan ilustrasi hujan (unsplash.com/Osman Rana)

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi terus berupaya mengatasi kekeringan yang melanda 32 desa di 10 kecamatan. Penjabat (Pj) Bupati Bekasi Dani Ramdan telah mengirim surat kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melakukan hujan buatan. Namun, teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk hujan buatan belum bisa diterapkan karena potensi awan yang minim.

"Kami sudah berkirim surat tapi memang belum bisa dilakukan karena potensi awannya masih belum ada. Mungkin nanti ketika ada awan di Samudera Hindia atau Pasifik terbawa angin, biasanya satu atau dua hari lewat, nah itu bisa kita manfaatkan," katanya.

Dani meminta kepada para camat dan semua kepala perangkat daerah ikut membantu menangani dampak kekeringan di wilayah Kabupaten Bekasi. 

"Untuk penanganan kekeringan, kita sudah membagi tugas, selain BPBD, sekarang semua perangkat daerah, ikut diturunkan dengan sistem pendamping atau Liaison Officer (LO)," jelasnya. 

"Jadi satu kecamatan terdampak ditangani 5 sampai 8 perangkat daerah untuk bisa melakukan upaya membantu warga terdampak kekeringan," tambah Dani.

Pemkab Bekasi juga akan membuat toren (penampungan air) di desa-desa yang terdampak kekeringan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan masyarakat mengambil air bersih. 

"Karena kalau suplainya langsung ke ember warga, itu bisa memakan waktu lama. Kalau kita drop melalui toren dengan kapasitas 2000-5000 liter, sekali drop truknya bisa kembali dengan cepat mengambil air," jelasnya. 

Dani pun telah menetapkan status tanggap darurat kekeringan yang berlaku sejak Rabu (31/8/2023), sesuai Surat Keputusan (SK) Bupati Bekasi Nomor : HK.02.02/Kep.567-BPBD/2023.

“Kondisi kekeringan di Kabupaten Bekasi telah mendorong untuk meningkatkan status dari Siaga Darurat Bencana Kekeringan, menjadi Tanggap Darurat Bencana Kekeringan,” ungkap Dani.

Baca Juga: Pemkot Makassar Gali 10 Titik Cari Sumber Air Tanah Tangani Kekeringan

Baca Juga: Kekeringan Ekstrem di NTB, Warga Terpaksa Beli Air hingga Rp400 Ribu

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya