Program Dabersih hingga Kang Pisman Cara Warga Mengolah Sampah di Kota Bandung

Sampah dari rumah bisa diolah agar tidak menjadi residu

Bandung, IDN Times - Masyarakat di kawasan Bandung Raya sempat dibuat pusing ketika tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti, di Kabupaten Bandung Barat, terbakar. Musababnya, sampah dari pemukiman masyarakat tidak bisa terangkut seiring penumpukan sampah di tempat pembuangan sementara (TPS).

Pemerintah kabupaten/kota di kawasan Bandung Raya sementara dilarang membawa sampah ke Sarimukti karena kondisinya tidak memungkinkan. Alhasil terjadi penumpukan sampah di TPS yang berimbas pada larangan warga membuang sampah ke TPS.

Kondisi tersebut bukan sehari dua hari, melainkan sampah sebulan lamanya. Alhasil penumpukan sampah di rumah-rumah warga banyak dirasakan karena tidak ada petugas yang bisa mengangkutnya ke TPS.

Namun, di balik persoalan ini masih banyak masyarakat yang berupaya mereduksi buangan sampah mulai dari rumah. Mulai dari Bank Sampah Mandiri hingga pengolahan limbah organik secara swadaya kembali menggeliat, salah satunya dilakukan warga RT 08 RW 05 Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.

Lewat program Dabersih, RT 05 membuat bank sampah mandiri. Warga diajak memilah sampah agar bisa diolah kembali hingga diperjualbelikan.

"Kita mulai dari 2020 dan sampai sekarang masih berjalan. Setiap minggu kita ada pemilahan di tempat bank sampah yang nanti hasinya bisa kita jual lagi ke pengepul yang lebih besar," kata perwakilan Bank Sampah Dabersih, Nurhayati saat berbincang dengan IDN Times, Kamis (5/10/2023).

Program Dabersih memang masih terbilang baru dilakukan sebagai tempat pengolahan sampah warga secara swadaya. Kehadiran program ini karena sebelumnya warga masih sering membuang sampah sembarangan di lahan kosong. Sampah tersebut tercampur baik organik dan anorganik sehingga menimbulkan bau tidak sedap.

Tak ingin sampah terus menumpuk yang bisa menimbulkan penyakit bagi warga sekitar, pengurus RT kemudian berinisiatif membuat bank sampah di lahan kosong yang selama ini dijadikan tempat pembuangan sampah warga secara sembarangan.

Warga mulai diedukasi pentingnya memilah sampah organik agar tidak dicampur dengan sampah anorganik. Sampah organik disimpan dalam ember yang disediakan RT di sekitar rumah warga. Mereka nantinya bisa memasukan sampah organik tersebut ke dalam ember untuk diolah kembali.

"Setiap minggu kita ambil dari ember itu lalu diolah untuk lagi. Ada yang masuk bata terawang, loseda (lodong sesa dapur), atau ember gitu. Jadi nanti sampah bisa jadi tanah atau pupuk," kata dia.

1. Olah ratusan kilogram sampah setiap bulan

Program Dabersih hingga Kang Pisman Cara Warga Mengolah Sampah di Kota BandungDebbie Sutrisno/IDN Times

Nurhayati mengatakan, meski ada kebakaran di TPA Sarimukti yang membuat pembuangan sampah terhambat, warga di RT 08 ini tidak kebingungan dengan sampah rumah tangga. Sebab hampir semua sampah yang dihasilkan bisa diolah.

Untuk sampah organik misalnya, warga yang ikut serta dalam bank sampah ini tidak pernah mengeluhkan ada penumpukan sampah di depan rumah mereka. Sebab petugas dari bank sampah selalu mengambil limbah rumah tangga yang sudah dipisahkan secara mandiri.

Menurutnya, dalam sebulan sampah organik yang bisa diolah mencapai 800 kilogram (kg). Artinya ketika dirata-rata dalam sehari sampah warga yang mampu diolah lebih dari 25 kg, sementara untuk sampah anorganik yang bisa dikumpulkan bank sampah Dabersih mencapai 500 kg per bulan.

Untuk sampah organik, warga bisa mengumpulkannya ke bank sampah dan dijadikan tabungan. Setiap sampah anorganik yang dikumpulkan bakal ditimbang dan dibayar sesuai dengan harganya. Terdapat beberapa spesifikasi sampah yang bisa diperjualbelikan oleh warga ke bank sampah.

"Ada kertas, koran, majalah, kardus, beling, sampai tutup botol gitu. Semua dihitung, nanti uangnya disimpan dan biasanya diambil pas mau Lebaran," kata Nurhayati.

Meski sudah berjalan selama dua tahun lebih dan mampu meminimalisir pembuangan sampah ke TPS, program Dabersih bukan tanpa kendala. Salah satunya adalah ketersediaan lahan yang digunakan di mana sekarang merupakan milik salah satu SMP Negeri Kota Bandung. Nurhayati takut ketika ada perluasan infrastuktur sekolah, lahan ini dipakai dan program bank sampah Dabersih kemudian sulit beroperasi karena tidak punya lahan.

2. Sampah organik jadi magot dan pupuk kompos

Program Dabersih hingga Kang Pisman Cara Warga Mengolah Sampah di Kota BandungDebbie Sutrisno/IDN Times

Upaya mengurangi sampah masuk ke TPS pun dilakukan warga RW 09, Kelurahan Sukapura. Kawasan yang asuk dalam program iklim Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) ini menerapkan budidaya magot dan lalat BSF untuk mengolah limbah organik yang dihasilkan warga.

Tak hanya itu, program swadaya masyarakat ini pun menggandeng PT Pindad dalam memafaatkan eks-lahan TPS seluas 4.000 meter menjadi tempat berkebun (urban farming). Berbagai tanaman sayuran dan buah-buahan pun dihasilkan dari pemakaian lahan tersebut.

Ketua RW 09 Sukapura, Ediyana menuturkan, dalam menggerakan program ini tidak hanya mengandalkan para orang tua saja, melainkan juga anak muda yang masuk dalam organisasi Karang Taruna. Dengan demikian semua elemen masyarakat tergerak dalam mengurangli limbah dari rumah tangga.

"Jadi kita gunakan magot untuk sampah-sampah organiknya sehingga tidak dibuang ke TPS," ujarnya.

Dari mulai bergerak pada Mei 2023, jumlah sampah organik yang berhasil diolah rata-rata mencapai 1,5 ton hingga 1,8 ton per bulan.

Salah satu petugas pengolah sampah di RW 09, Saryono mengatakan, sejak ada pengolahan sampah dengan metode magot limbah organik dari rumah tangga sudah tidak masuk ke TPS. Semua diolah memanfaatkan magot yang tempatnya di sediakan di belakang kantor RW. Total ada sembilan wadah tempat pengolahan sampah dengan magot yang setiap harunya membutuhkan sekitar 100 kilogram sampah organik.

"Kadang seringnya kurang sampah dari warga jadi pemberian pakan untuk magot ga maksimal. Sehari ada yang cuman 50 kilogram, ada 80 kilogram," kata dia.

Dari hasil pengolahan sampah ini magot yang ada bisa diperjualbelikan untuk pakan ternak. Namun, jumlah pembeliannya memang belum banyak. Itu pula yang sekarang jadi pekerjaan rumah Saryono untuk mencari pihak yang bisa menampung magot.

Program Dabersih hingga Kang Pisman Cara Warga Mengolah Sampah di Kota BandungDebbie Sutrisno/IDN Times

Tak jauh dari RW 09, terdapat warga dari RW 14 yang juga sudah melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Bertempat di perumahan Taman Raflesia, sampah dari ratusan rumah sudah tidak dibuang ke TPS. Baik sampah organik maupun residu seperti plastik berhasil diolah secara mandiri.

Ketua RW 14, Ana Meilana mengatakan, pengolahan sampah secara mandiri sudah mulai diinisiasi sejak 2019. Perlahan warga diajak memilah sampah dari rumah sebelum diangkut petugas kebersihan, hasilnya sekarang seluruh sampah organik bisa diolah menjadi pupuk kompos menggunakan mesin penggiling yang diberi perusahaan BUMN.

Menurutnya, agar warga mau memilah sampah dari dapurnya sebelum disimpan di tong sampah, terdapat sticker sebagai penanda bagi pengangkut sampah. Ketika rumah tersebut tidak memilah sampah maka tidak akan mendapat penanda wajib diangkut oleh petugas.

"Jadi kalau rumahnya mau pilah sampah kita kasih sticker ditempel di depan rumah. Nah petugas tahu kalau yang tidak ada sticker ini sampahnya masih campur jadi tidak diambil," paparnya.

Untuk sampah organik yang diambil tiga kali sehari dicampur dengan daun kering untuk kemudian digiling memakai mesin komposter. Hasilnya sampah tersebut menjadi serpihan kecil yang bisa dipakai sebagai kompos.

Sementara untuk residu sampah seperti plastik ini ditumpuk dengan sistem 'penyummisasi'. Artinya sampah tersebut dipilah dan nantinya akan diambil untuk dibuat menjadi briket di tempat lain.

Dengan pengolahan seperti ini, lanjut Ana, ketika ada kebakaran di TPA Sarimukti, ratusan warga di RW 14 tidak kelimpungan karena sampahnya tetap bisa diangkut petugas, sehingga tidak menumpuk di tong sampah depan rumah.

3. Pemkot Bandung optimalkan pengolaan sampah di TPS3R

Program Dabersih hingga Kang Pisman Cara Warga Mengolah Sampah di Kota BandungDok. Humas Pemkot Bandung

Upaya untuk meminimalisir sampah terbuang ke TPA, Pemkot Bandung pun berupaya melakukan pengolahan sampah di tempat pembangunan sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R). Saat ini terdapat enam TPS3R di Kota Bandung yang sudah beroperasi.

Salah satu alat yang digunakan di TPS tersebut adalah Gibrik Mini. Ini merupakan salah satu alat pemilah sampah yang dapat memisahkan sampah organik dan anorganik. Kinerja alat ini dianggap mampu membantu para petugas sampah di TPS.

Penjabat Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono menilai keberadaan TPS3R sudah sangat baik dalam memilah sampah sebelum dibuang ke TPA.

"Saya pikir cukup efektif ya dengan adanya TPS ini," kata dia.

Keberadaan Gibrik Mini salah satuny ada di TPS 3R Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Andir. Koordinator Wilayah Bojonagara Joko Endang Slamet menyebut, kehadiran Gibirk Mini dapat membantu para petugas TPS dalam memilah sampah.

“Dalam kondisi TPA yang belum normal, memang kita melihat peran mesin gibrik (Gibrik Mini) ini membantu pemilahan sampah. Sehingga dari sampah yang sudah dipilah, kita bisa lebih cepat memprosesnya,” kata Joko.

Dalam pemrosesannya, sampah organik langsung diolah dan sampah anorganiknya dipilah kembali sehingga yang dibuang ke TPA adalah sampah residu yang tidak memiliki manfaat.

Joko juga meyakini, jika Gibrik Mini ada di seluruh TPS, maka upaya Kota Bandung untuk mengurangi produksi sampah ke TPA akan lebih mudah.

Hal ini karena Gibrik Mini mampu memilah sampah organik dan anorganik, sehingga petugas sampah akan lebih fokus untuk melakukan tindakan kepada jenis-jenis sampah tersebut.

“Kita perlu melihat kondisi TPA sedang tidak normal, kekurangan pasti ada. Kita lihat setelah TPA normal. Tapi saya meyakini, kalau TPA sudah normal, alat ini akan sangat membantu,” ujarnya.

Baca Juga: PLN Bakal Olah Sampah Jakarta Jadi Sumber Energi PLTU

Baca Juga: 300 Bank Sampah di Bandung Bisa Tukar Sampah Jadi Emas 

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya