Polarisasi Agama Pasca Pilpres Masih Belum Usai 

FKUB Minta tokoh politik berekonsiliasi tenangkan situasi

Bandung, IDN Times - Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat, HM Rafani Ahyar mengatakan, polarisasi agama di Indonesia semakin kuat pada saat proses pemilihan presiden dan wakil presiden 2019. Polarisasi ini bahkan belum selesai meski pemilihan umum (pemilu) tinggal menyisakan sengketa di Majelis Konstitusi (MK).

Rafani menuturkan, persoalan ini timbul karena agama sekarang telah dipolitisasi oleh sebagian pihak dalam perpolitikan. Dan jika hal ini dibiarkan maka dampak negatif dari polarisasi bisa semakin tinggi.

"Contohnya kemarin sampai ada sebutan kepada pendukung 01 dan 02, yaitu cebong dan kampret. Ini kan sangat 'luar biasa'," kata Rafani dalam diskusi Silaturahmi Kebangsaan di Gedung Paguyuban Pasundan, Rabu (26/6).

Dampak negatif yang terjadi karena persoalan agama dibawa dalam ranah politik yakni keberadaan oknum untuk memecah belah bangsa ketika pengumuman Pemili oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).Alhasil beberapa waktu lalu terjadi aksi yang berujung timbulnya korban jiwa.

1. Fenomena ini harus segera diselesaikan

Polarisasi Agama Pasca Pilpres Masih Belum Usai IDN Times/Muhamad Iqbal

FKUB Jabar meminta seluruh elemen bangsa dan pemerintah memberikan perhatian khusus atas persoalan ini dan bisa mengatasinya sesegera mungkin. Sebab, ketika hal tersebut dibiarkan maka kerukunan Indonesia bisa terobek dan berdampak pada perpecahan persatuan.

Yang sangat disayangkan FKUB Jabar karena fenomena perpecahan justru terjadi di kalangan umat muslim yang merupakan mayoritas di Indonesia. Ketikan umat muslim runtuh dalam persatuan maka bisa jadi keretakan Indonesia pun tinggal menunggu waktu.

"Ini merupakan masalah," ujar Rafani

2. Tokoh politik Indonesia harus mengambil sikap

Polarisasi Agama Pasca Pilpres Masih Belum Usai ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Guna menjaga agar politik agama tidak membuat Indonesia guncang dalam hal persatuan, Rafani mengimbau, tokoh politik nasional, yaitu Jokowi dan Prabowo bisa bertemu dalam waktu dekat. Mereka harus bisa menjadi sosok negarawan dan mampu meredam arogansi masing-masing pendukung yang berupaya menjadikan mereka sebagai pemimpin Indonesia.

Rekonsiliasi menjadi sebuah keniscayaan yang mutlak agar dilakukan guna merekatkan kohesi sosial di masyarakat. Pertemuan keduanya pun bisa di ruang publik yang terpantau seluruh rakyat.

"Kalau perlu Jokowi dan Prabowo itu cipika (cium pipi kanan) cipiki (cium pipi kiri) di depan media. Insya Allah menurut saya bila figur melakukan itu rakyat juga akan mengikuti," ujarnya.

3. Hubungan sesama manusia harus baik

Polarisasi Agama Pasca Pilpres Masih Belum Usai IDN Times/Galih Persiana

Sementara itu, Ketua MUI Jabar Rahcmat Safei mengatakan, selama ini MUI Jabar terus berupaya memelihara persatuan misalnya, dengan mengeluarkan fatwa pada 2006, di mana kesepakatan bangsa Indonesia dalam membentuk kesejahteraan kehidupan bersama yang mengikat seluruh elemen.

Dengan demikian masyarakat sekarang harus bisa melakukan konsolidasi bagi sesama umat se-agama maupun antarumat berbeda agama. "Dalam Al-Quran disebutkan bahwa kita harus bertaqwa kepada Allah dan memperbaiki hubungan sesama manusia," papar Safei.

Di sisi lain, lanjutnya, Rasul Muhammad pun dalam salah satu hadist menyebut agar manusia dalam keadaan apapun tidak menyombongkan diri. Dan ketika mereka hanya mengikuti hawa nafsu maka akan menghancurkan diri sendiri.

"Mudah-mudahan kita semua yang ingin mempertahankan persatuan tidak merasa hebat dan benar sendiri, karena itu akan menghancurkan kita," pungkasnya.

Baca Juga: Demo di Depan Gedung MK, Mobil Komando FPI Memaksa Masuk

Baca Juga: Pendaftar PPDB yang Gunakan KK Palsu Bakal Ditawari Pindah Zonasi

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya