Peneliti Unpad Riset Pelembab untuk Penyakit Kulit Eksim Alergi

Obat alergi ini mayoritas masih impor

Bandung, IDN Times - Peneliti Universitas Padjadjaran (Unpad) melakukan riset pengembangan purwarupa pelembap untuk pengobatan dermatitis atopik skala ringan-sedang pada anak. Riset ini didorong untuk mengembangkan pelembap yang mampu memberikan efek terapi lebih lama dengan harga terjangkau.

Salah satu peneliti Dr. Reiva Farah Dwiyana menjelaskan, dermatitis atopik merupakan penyakit kulit eksim alergi yang sering mengenai anak-anak maupun dewasa. Di Indonesia, sebanyak 30 persen dari penderita dermatitis atopik merupakan anak-anak. Dari jumlah tersebut, 10 persen di antaranya berlanjut hingga dewasa.

“Ini (penyakit) mengganggu dan bisa menurunkan kualitas hidup penderitanya, karena akan kambuh-kambuh terus. Dan kalau sudah gatal, (penderitanya) akan menggaruk terus. Itu akan mengganggu dan dapat menurunkan kualitas hidup pasien dan keluarga,” paparnya dikutip dari laman unpad.ac.id, Minggu (3/3/2024).

1. Obat alergi yang ampuh masih andalkan impor

Peneliti Unpad Riset Pelembab untuk Penyakit Kulit Eksim AlergiTim peneliti pelembab kulit alergi. Dokumentasi Unpad

Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran ini mengatakan, penyakit tersebut termasuk jenis alergi, di mana penderita dermatitis atopik akan mengalaminya sepanjang hidup. Hal ini menyebabkan pengobatan penderita dermatitis atopik akan berlangsung seumur hidup. Dampaknya, ada biaya besar yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengobatan.

Di Indonesia sendiri, sudah beredar berbagai obat berjenis pelembap untuk pengobatan dasar dermatitis atopik. Harganya bervariatif, mulai dari yang murah hingga yang mahal. Pelembap mahal merupakan produk impor dan memiliki efek terapi yang umumnya lebih bagus. Karena itu, tim mencoba meneliti untuk mengembangkan kandidat pelembap dengan efek terapi lebih lama.

Selama ini, efek terapi dari pelembap dasar bervariasi. Mulai dari dari mingguan hingga bulanan kalau penyakit sudah lebih parah. Dan setelah sembuh, penyakit biasanya akan kambuh kembali.

“Masa remisi ini yang mau kita perpanjang, jadi bisa setahun sekali pengobatannya,” kata Reiva.

2. Riset yang dilakukan sekarang masih skala lab

Peneliti Unpad Riset Pelembab untuk Penyakit Kulit Eksim Alergiilustrasi ilmuwan di laboratorium (pexels.com/Chokniti Khongchum)

Berdasarkan observasi yang dilakukan, tim menemukan beragam kandungan dari obat pelembap tersebut, Salah satu yang menjadi fokus penelitian tim adalah peranan mikrobiom. Mikrobiom merupakan kumpulan mikroorganisme (bakteri, virus, parasit) yang secara alami ada di tubuh manusia dan berperan dalam keseimbangan (homeostasis) lingkungan biota agar tidak terjadi penyakit.

Riset yang berhasil didanai Hibah Rispro Invitasi LPDP RI ini bertujuan mengembangkan produk pelembap yang ramah mikrobiom (microbiome friendly). Dalam implementasinya, Reiva menggandeng sejumlah peneliti dari fakultas lain di Unpad, yaitu Fakultas MIPA dan Farmasi.

“Riset ini masih (skala) dasar laboratorium. Makanya, saya mengajak teman-teman dari ilmu dasar lainnya, seperti mikrobiolgi, kimia, kemudian nanti diaplikasikan di farmasi. Terakhir, baru melakukan uji klinis,” kata Reiva.

3. Temukan Peptida X

Peneliti Unpad Riset Pelembab untuk Penyakit Kulit Eksim Alergiilustrasi kerja laboratorium (pixabay.com/Belova59)

Menurutnya, pada tahap dasar tim melakukan riset sintesis peptida. Dengan proses ini, diharapkan akan menekan biaya produksi obat pelembap ke depannya karena bisa diproduksi di dalam negeri.

“Karena sifat peptida itu sendiri dia bersifat antibakteri dan mempunyai sifat tambahan lain sebagai anti-inflamasi, sehingga kami bercita-cita ke depan bisa dikembangkan sebagai salah satu kandidat untuk mengobati dermatitis atopik,” jelas Gita.

Adanya sifat tambahan tersebut diperlukan karena di dalam kulit penderita, ada beberapa bakteri yang berkoloni dengan dermatitis atopik. Bakteri tersebut kemudian mengeluarkan semacam molekul yang bisa menginduksi proses peradangan. Lewat riset ini, tim berharap bisa menghasilkan peptida yang memiliki efek ganda untuk menghambat pertumbuhan bakteri sekaligus mempercepat penyembuhan melalui kandungan anti-inflamasi tersebut.

“Kekambuhan pun akan lebih jarang,” imbuhnya.

Riset awal tersebut kemudian berhasil mengembangkan peptida “X” yang memiliki efek ganda tersebut. Kendati demikian, peptida dinilai tidak stabil karena mudah berinteraksi dengan molekul lain. Untuk urusan ini, Reiva mempercayakan peneliti kimia, mikrobiologi, dan farmasi untuk menstabilkan peptida tersebut sehingga tidak mudah berinteraksi dengan molekul lain.

"Jika riset selanjutnya berhasil, maka tim menjadi orang pertama yang mengembangkan pelembap dengan kandungan peptida “X” tersebut," paparnya.

Baca Juga: 5 Fakta Seputar Bulu Kucing, Ternyata Bukan Pemicu Alergi

Baca Juga: 4 Efek Kebanyakan Konsumsi Garam bagi Kulit, Bikin Jerawatan

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya