Pemprov Jabar Optimistis Genjot Produksi Komoditas Pangan Organik

Saat ini kebutuhan pangan organik kian diminati

Bandung, IDN Times - Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Provinsi Jawa Barat akan menggenjot produksi komoditas pangan organik pada 2020. Peningkatan ini khususnya untuk komoditas padi dan sayuran holtikultura.

Kepala Dinas TPH Provinsi Jawa Barat Hendy Jatnika mengatakan, upaya memperbanyak komoditas organik ini juga masuk dalam rangka melanjutkan program pada tahun-tahun sebelumnya. Permintaan produk pangan organik semakin tinggi karena masyarakat kian ingin mengonsumsi makanan yang aman dari zat berbahaya atau residu.

"Masalah harga kadang-kadang tidak menjadi pertimbangan. Ada segmen terutama di kota-kota besar yang harganya mahal tapi yang penting aman dikonsumsi," kata Hendy, Senin (20/1).

1. Banyak kelompok tani mulai menjajal produksi pangan ini

Pemprov Jabar Optimistis Genjot Produksi Komoditas Pangan OrganikGDM Organik

Jawa Barat, lanjut Hendy, adalah provinsi yang memiliki kota/kabupaten di mana penghasilan masyarakatnya cenderung tinggi. Karena alasan itu pihaknya memperbanyak komoditas organik.

Kondisi ini berdampak pada sejumlah kelompok tani di beberapa kota kabupaten sudah mulai menjajal komoditas organik ini. Misalnya, untuk padi organik di antaranya sudah ditanam di Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Garut, dan Kota Purwakarta.

"Karena kalau padi organik sumber airnya harus betul betul tidak tercemar juga. Kemudian kalau sayuran organik sudah ada di Lembang Parongpong (Kabupaten Bandung Barat), lalu di Cianjur," imbuhnya.

2. Ketersediaan padi organik belum mencapai 10 persen

Pemprov Jabar Optimistis Genjot Produksi Komoditas Pangan OrganikIlustrasi petani menanam padi di area persawahan. ANTARA FOTO/Arnas Padda

Hendy mengatakan, saat ini ketersediaan padi organik belum mencapai di angka 10 persen dari jumlah beras unggulan di Jabar. Total beras unggulan yang selama ini di produksi di Jabar mencapai 7 juta ton.

Meski demikian, Dinas TPH tidak akan memproduksi komoditas organik ini secara massal, mengingat produk ini memiliki segmen yang berbeda dari anorganik. Adapun untuk organik, lebih menekankan untuk segmen horeka (hotel, restoran, kafe) bukan di pasar umum atau pasar induk.

"Kan beras organik itu mahal. Beras premium paling Rp9 ribu, kalau organik Rp20 ribu. Kalau terlalu banyak nanti seperti beras biasa lagi bukan beras khusus," katanya.

3. Pembinaan terhadap petani tetap dilakukan

Pemprov Jabar Optimistis Genjot Produksi Komoditas Pangan OrganikSalah satu petani cabai merah besar imperial di lahan pasir Pantai Samas, Sargiman alias Glemboh. IDN Times/Daruwaskita

Hendy mengatakan, untuk memaksimalkan potensi komoditas pangan organik di Jabar tidak dapat dilakukan secara instan. Langkah pertama, yaitu mengajak para petani untuk menghentikan penggunaan pupuk anorganik.

Tahun ini, Hendy akan melakukan pembinaan kepada petani untuk menjalankan pertanian yang bebas residu.

"Dan mudah-mudahan bisa berlanjut ke sertifikat organik. Itu target kita. Ada lembaganya kan lembaga sertifikat pangan organik (LPSO) ada tujuh di Indonesia," katanya.

Dia menambahkan, pihaknya tidak mengalami penolakan dari petani untuk mengaplikasikan pertanian organik di Jabar. Bahkan, saat ini cukup banyak petani muda dari kalangan millennial yang sudah tereduksi.

"Malahan banyak yang meminta ke kita, kami kasih tahu dan bimbing. Kadang-kadang dengan fasilitas tidak banyak juga ngantri. Karena kan kita harus lihat juga dana," katanya.

Baca Juga: Sayuran Organik Vs Sayuran Non-organik, Lebih Baik Mana?

Baca Juga: Lipstik Organik yang Terus Diminati Sepanjang Tahun 2019 hingga 2020

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya